Surrey's Art Exhibition

30 4 0
                                    

Satu jam perjalanan pada pukul setengah 11 siang mereka sampai di Surrey Art Exhibition. Seorang penjaga di pintu masuk gedung membukakan pintu mobil. Emma menurunkan kaki jenjang mungil dengan sepatu heels putihnya. Seketika, penjaga itu menatap Emma seperti seorang yang melihat sosok terbaik hari ini.

Emma berhasil menginjakkan kaki di aspal dan berjalan ke atas tangga, disusul Taylor yang juga menerima perhatian dari orang-orang yang baru datang.

Emma menoleh kepada gurunya yang merapihkan jasnya sejenak.

"Ayo," ajak Taylor. Mereka berdua pun masuk dengan percaya diri ke dalam lobby gedung berkarpet merah emas.

Seorang fotografer tiba-tiba mengajak mereka untuk bergaya, lalu Taylor refleks merangkul pinggang Emma dan menariknya mendekat. Mereka berdua berfoto bersama. Taylor mendapati dirinya terbang saat menyadari ini adalah foto pertama bersama Emma--dengan memakai busana terbaiknya.

Kemudian seorang wanita berpakaian necis biru tua menghampiri dan menanyakan asal sekolah mereka. Ia menunjuk ke meja untuk meminta Taylor mengisi data tamu.

Taylor menulis dan setelahnya, mereka mengedarkan pandangan sejenak. Seorang lelaki rapih berpakaian jas hitam dengan earphone di sebelah telinganya mengantar mereka ke dalam ruangan yang lebih besar. Di sana, jajaran keindahan seni terlihat memukau. Lampu besar di tengah ruang pameran menyinari kilauan pahatan patung kristal di dalam kaca sebagai salah satu karya pameran.

Gedung ramai sekali, orang-orang saling memotret dan berbicara satu sama lain. Emma mengedarkan pandangan, mencari anak-anak seumurannya yang tampak percaya diri. Nyali Emma mulai sedikit ciut, namun ia berusaha untuk meyakinkan diri sendiri bahwa apapun hasilnya nanti, itu sudah menjadi usaha terbaiknya.

Emma tak sabar untuk melihat-lihat, begitupun Taylor yang kini menekuk sikut kanannya kepada Emma. Gadis itu melirik tak yakin, lalu Taylor menoleh dan tersenyum. Emma membalas senyuman itu dan menautkan lengannya di lengan Taylor. Ia bisa merasakan otot lelaki itu. Dalam sekejap, ia percaya tak percaya bisa berada sedekat itu dengan guru seninya. Selama ini ia hanya melihat antara papan tulis dan bangku. Namun kini, Emma dan Taylor menerima tatapan kagum dari semua orang yang dilewati mereka.

Taylor berdebar-debar, ia merasa bangga membawa murid Effingham secantik ini. Taylor membawa Emma ke sekelompok orang dewasa berpakaian rapih. Mereka menoleh saat Taylor datang menyapa.

"Mr. Taylor!" seru seorang lelaki berambut hitam merentangkan kedua tangannya. Taylor pun melepas rangkulan lengannya dan memeluk lelaki itu. "Apa kabar?"

"Lebih dari baik. Bagaimana dengan Anda, Mr. Leigh?" tanya Taylor.

"Luar biasa."

"Ms. Tahlia. " Taylor menyalami wanita bergaun kilau. "Mr. Wulf, Mr. Graham." Dua lelaki berjas hitam lainnya turut beramah-tamah. Taylor terus menyalami mereka, dengan Emma yang menyapa dengan sopan dan ikut bersalaman.

"You're so stunning, Mr. Taylor!" puji Ms. Tahlia sambil menatap pakaian yang Taylor kenakan.

"Anda juga, Miss." Taylor tersanjung.

"Siapa yang merancang busana sekeren ini?" tanya Mr. Wulf.

"Hyden Graham," jawab Taylor rendah hati.

Guru-guru itu terpesona mendengarnya. Mereka mengucapkan wow bersamaan, bahkan Mr. Graham sampai bertepuk tangan.

Hyden Graham? Emma bertanya-tanya dalam hati. Dimana Mr. Taylor bisa mendapatkan kontak desainer terkenal itu?

"Emma, ini adalah guru-guru seni dari Grand Public School, Brooklands, Stays, Gosden House dan The Royal Alexandra." Taylor memperkenalkan mereka kepada Emma.

HAUTE VALUER [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang