-Taylor-
Ting!
Aku meraih ponselku yang berbunyi nyaring. Membangunkanku yang baru saja beberapa detik terlelap tidur.
Lovely Mum : Bagaimana hari-harimu? Sudah lama tidak berkunjung.
Aku tertawa kecil membacanya. Sambil menggeleng, aku membalas pesan manisnya.
Ada-ada saja. Baru dua hari aku tidak ke sana.
Lovely Mum : tapi aku rindu sekali😊
Aku mengetik, lalu menghapusnya lagi. Aku memikirkan jadwal kosong untuk bertemu sepenuhnya dengan Mum.
Besok aku kembali melatih pentas. Mungkin lusa sore aku baru bisa berkunjung. Tak apa, 'kan? 🥺
Lama Mum tidak membalas. Aku mulai khawatir ia akan curiga.
Lovely Mum : YES! Aku akan membuatkanmu shouffle cake kesukaanmu.
Mum... Jangan lagi🙈 bosaaan...
Lovely Mum : hahaha baiklah. Hubungi saja makanan yang sedang ingin kau makan biar aku buat untukmu🤗
Yeayyy thank you!!!
Lovely Mum : Have a nice day big boy! 🥰
Love youu!
Aku mematikan ponsel lalu berdiri dari sofa. Buku kecil dengan sampul keras terjatuh ke kakiku. Aku memungutnya.
Ah, buku Emma.
Aku yang berniat beranjak entah kemana pun memilih duduk kembali dan membaca halaman terakhir yang kubaca sebelum ketiduran.
Kipas Angin Itu Tidak Menyala.
Tak ada angin di musim panas.
Tapi matahari terik membakar permukaan tanah.
Atap rumahku saja rasanya seperti besi yang dipanggang.
Listrik di rumah tiba-tiba mati.
Untung saja, masih ada air di keran.
Juga beberapa batang es krim untuk sore nanti.
Tapi aku kegerahan.
Begitupun dengan semut-semut di balik dinding kamarku.
Kipas anginku tak menyala.
Tetiba aku ingat, masih punya kipas oleh-oleh dari negara sebelah.
Aku mengeluh lagi.
Kipas itu patah.
Tapi aku mengangkat bahu, mulai mencari benda datar penghasil angin untuk tubuhku.Tak terasa, kedua ujung bibirku tertarik membentuk sebuah senyuman. Aku langsung paham dengan arti puisi yang satu ini. Pesannya begitu mendalam. Aku akan mendiskusikannya bersama Emma ketika selesai latihan. Aku tak sabar menunggu hari itu.
Eh? Tapi tak sabar kenapa? Ah sudahlah. Lebih baik aku membuka puisi selanjutnya.
Kubuka lembar berikutnya. Ada gambar yang dilukis oleh cat air, berupa dua tangan yang sedang mengusap seekor kucing persia.
Aku mulai membaca.
Mata Lautan.
Sulit dikatakan.
Bagaimana seekor kucing bisa menuntun jalan.
Aku memberinya makan dari belakang punggungnya.
Kucing berbulu cokelat ini terus mengeong.
Berjalan dengan semangat dengan aku yang setengah mengejarnya.
Lalu ia sampai di kakimu.
Tanganmu turun mengusapnya.
Mata lautan menyorot sapu pandang.
Kau tersenyum dengan ragu.
Aku tidak tahu harus berkata apa hari itu.Aku tidak tersenyum setelah membacanya. Dahiku malah sedikit bergerak untuk merapat. Aku mengernyit dan meneliti gambar di sebelah puisi yang satu ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
HAUTE VALUER [COMPLETED]
General Fiction🎨WAKE ME UP WHEN I SLEEP 2 🎨 Seorang guru seni lama bernama Mr. Taylor yang baru saja menyelesaikan studi strata duanya kini datang untuk mengajar kembali. Kehadirannya sangat membawa keuntungan bagi sekolah. Salah satunya membuka kembali Klub Tea...