Layar proyektor menampakkan gambar dinding yang dicoret-coret sedemikian rupa. Foto setiap bilik toilet mewakilkan kemarahan dan semua bentuk penghinaan. Toilet yang bersih dan wangi, kini dikotori dengan kalimat-kalimat tak pantas yang menimbulkan aroma busuk kebencian. F word, S word, B word, dan hampir semua daftar kata sarkas dan jorok telah 'menghiasi' setiap kamar mandi toilet siswa senior.
"Namun, kuberi tahu bahwa ini bukan tentang betapa seramnya kata-kata yang ditulis di sini. Tapi, bagian terburuknya adalah yang menulis ini semua adalah murid-murid kita." Mr. Grazer menekan tombol untuk mengganti slide secepatnya, karena tak pantas bila semua guru berhasil menangkap setiap kata yang tertera di gambar.
"Kita pernah dihadapkan masalah serupa pada tahun 2013. Begitu pelik, sampai Mr. Jack yang waktu itu masih ikut berkontribusi pada kebersihan sekolah harus mencat ulang toilet sampai empat kali," jelas Mr. Grazer, sedikit mengenang. Jack yang kini menjadi bagian administrasi sekolah hanya mengangguk membenarkan sambil tersenyum pahit, sementara guru yang lain terkekeh prihatin.
"Para siswa senior waktu itu memprotes jadwal belajar kita yang belum bisa diseimbangkan dengan kegiatan ekstrakurikuler mereka. Banyak klub mengalami kegagalan dengan alasan terlalu banyak makalah yang harus diselesaikan. 2013 adalah tahun-tahun awal Saya sebagai kepala sekolah. Saya mewajarkan tindakan mereka sebagai protes yang tidak bisa diutarakan secara langsung. Melalui peristiwa itu, saya bisa mengotak-atik ulang peraturan belajar mengajar yang saya terapkan," ungkap Mr. Grazer. "Kini saya meminta kita semua untuk merundingkan apa alasan ada kejadian seperti ini terjadi lagi. Semua sistem belajar telah diubah dan disesuaikan. Saya rasa semuanya berjalan dengan begitu baik dan berkembang—dan seharusnya semua bisa terkoordinasi dengan baik—mengingat mereka adalah murid beda generasi. Pasti ada alasan lain."
Mrs. Kim, guru sejarah berdarah Jepang itu mengangkat tangannya. "Kau belum menjelaskan bagian toilet perempuan."
"Hanya ada di ujung bilik. Itupun terdiri dari beberapa kata. Bisa dihitung. Namun saya belum sempat mengedit fotonya. Demi kenyamanan nama baik siswa, saya tidak bisa menunjukkannya sekarang, Miss Kim." Mr. Grazer memang sudah mengedit gambar toilet siswa dengan memburamkan nama-nama yang tertera di sana—dengan kata lain, nama anak yang menjadi sasaran penghinaan tidak boleh diketahui para guru guna menjaga harga diri mereka. Tindakan Mr. Grazer patut dihormati, meskipun beberapa guru penasaran siapa gerangan yang dihina di sana.
Ms. Evans mengangkat tangan. "Apakah ada kasus perundungan akhir-akhir ini? Kekerasan fisik atau sebagainya?" tanyanya. "Ms. Darin?"
Semua memandang kepada guru bimbingan konseling yang duduk di kursi tengah, bersebelahan dengan Mr. Taylor.
"Saya mendapati beberapa aduan sejak sebulan pertama semester awal dimulai. Dan saat itu saya langsung memanggil dua pihak yang bersangkutan. Setelah saling bermediasi, anak-anak itu sudah saling meminta maaf. Sejauh itu, saya rasa berhasil," jawab Ms. Darin, sekaligus menerangkan kepada semua guru yang ada di sana.
"Ms. Darin tidak melaporkan apa-apa soal kasus perundungan. Itu artinya, tidak ada yang parah." Mr. Grazer menarik kesimpulan, diikuti anggukan Ms. Darin.
"Tapi tetap saja kita harus mencari tahu. Karena tidak semua anak berani mengadu," sambung Mr. Hans.
Giliran Mr. William mengangkat tangan. "Saya ingin bertanya. Apakah kita memiliki catatan-catatan peserta didik yang mengalami mental issue atau sebagainya?"
"Ya," jawab Ms. Darin, mewakilkan.
"Ya... Kuharap kita semua tahu peserta didik mana saja yang menjadi penyintas mental issue. Dengan adanya perundungan non-verbal seperti ini, kita harus lebih waspada dengan perilaku anak-anak di sekolah. Jangan sampai anak yang memiliki kelainan—maksudku, perbedaan psikis— harus mengalami kejadian yang tidak pantas dari teman-temannya," ujar Mr. William bijaksana. Pemilihan kata yang diungkapkan membuat para guru kagum dengan kesopanannya dalam berbicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
HAUTE VALUER [COMPLETED]
General Fiction🎨WAKE ME UP WHEN I SLEEP 2 🎨 Seorang guru seni lama bernama Mr. Taylor yang baru saja menyelesaikan studi strata duanya kini datang untuk mengajar kembali. Kehadirannya sangat membawa keuntungan bagi sekolah. Salah satunya membuka kembali Klub Tea...