Rencana

14 3 0
                                    

Alex memperbaiki tali sepatu di sisi koridor yang penuh dengan anak-anak. Sebuah surat terjatuh tepat didekat Alex langsung melihat siapa yang menjatuhkannya. Ternyata Angela yang memberikan itu untuknya. Rambut keriting gadis itu bergerak-gerak saat ia berjalan menjauh.

Alex berdiri dan membuka surat itu.

I hope you'll come :)
I want to say something to you.

Alex menelan ludah dengan pahit. Lubuk hati paling dalam, ia sangat ingin ikut. Ia ingin merasakan bagaimana rasanya pesta khas anak SMA seperti yang lainnya. Ia sudah tidak khawatir lagi ada yang merendahkan pergaulannya. Karena ia sudah memiliki banyak teman. Setidaknya, ada yang membelanya jika orang lain berani berbuat macam-macam.

"Ayo."

Alex menoleh. "Eh?" Ia menyimpan surat itu di saku. "Kita dijemput?"

Emma mengerutkan dahi. "Sekarang 'kan kita pakai scooter."

Alex memejamkan mata. "Ah, iya benar."

Emma menatap Alex lekat-lekat. "Kau kenapa?"

"Aku ingin cerita," katanya. "Sambil jalan saja."

Mereka pun berjalan menuju pintu luar gedung.

"Aku tidak menyangka Mr. Taylor galak," ucap Alex.

"Hahahaha tatapannya ya?" terka Emma.

Alex menoleh tak menyangka. "Kau mendapat tatapan itu juga?"

"Tentu! Kita semua mendapatkannya."

"Oh, wow... Aku tak menyangka. Kupikir aku saja yang mendapat tatapan itu. Aku agak terbata-bata saat memulai. Reaksi Mr. Taylor tidak seperti yang kubayangkan," Alex tertawa renyah.

"Pelajaran bagimu," kata Emma.

Alex mengangguk. "Aku tidak mau meremehkan pelajaran apapun lagi. Yang kukira guru itu ramah saat di kelas dan di luar kelas, ternyata bisa sekejam itu kalau sedang ujian."

"Profesional." Emma mengoreksi ungkapan Alex yang terlalu berlebihan.

Alex menjentikkan jari. "Terima kasih."

Mereka berjalan menuju parkiran. Matahari menghangatkan tubuh mereka yang sudah ingin sekali merebahkan diri di atas kasur yang empuk. Hari yang sangat melelahkan. Hari terburuk di kelas seni juga untuk Alex.

Alex menarik scooter miliknya, dan membantu Emma membuka kunci gembok yang agak macet. Selagi Alex membetulkan rantai, Emma menatap kosong aspal parkiran.

"Entah kenapa aku merasa Mr. Taylor menatapmu terlalu lama," Karina berkata saat mereka menjauh dari kelas seni.

"Maksudmu?" Emma meminta penjelasan lebih panjang dari Karina.

"Maksudku, ia sepertinya menyukaimu."

"Ah masa," sanggah Emma, walau ia sedikit terkejut mendengar pendapat itu.

"Aku tak tahu, sih. Mungkin kagum dengan wajahmu atau benar-benar menyukaimu."

Emma menggeleng. "Tidak mungkin."

Karina menampik. "Tapi mungkin saja 'kan?"

Emma kini berpikir, apakah Mr. Taylor benar-benar menaruh perasaan padanya? Ia pernah berkata kepada dirinya sendiri bahwa jika ada temannya yang berpendapat Mr. Taylor menyukainya, maka ucapan dan terkaan Alex soal itu bisa saja benar.

"Sudah." Alex melepas tangannya dari rantai. Dilihatnya Emma yang tak bergerak dan hanya melamun. Telapak tangan Alex pun bergerak melesat di depan mata Emma dan membuatnya terhenyak.

HAUTE VALUER [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang