Gosip Tentang Alex

22 9 0
                                    

Emma sedang duduk di dalam kelas, menikmati lantunan musik di airpodnya. Jauh dari belakang bangkunya, Edward sedang memerhatikan gadis itu. Seperti biasa, akhir-akhir ini ia tak pernah lagi menyapanya. Edward hanya bisa diam melihat rambut Emma yang lebat terurai menutupi punggungnya.

Dari belakang saja, kau sudah cantik... Puji Edward dalam hati.

Edward merasa akan canggung sekali jika harus melanjutkan akting bersama gadis itu. Menjadi pangeran yang harus terlihat selalu terpukau mungkin lebih mudah baginya karena Edward sudah menjiwainya selama ini. Ia hanya takut, perasannya kembali timbul ke permukaan.

Katherine memerhatikan Edward yang melamun dan tak melakukan apa-apa selain menatap Emma seperti itu. Hatinya sedikit sakit melihat pemandangan itu. Percakapan tadi malam dengan Emma membuatnya terhujam. Apa yang dikatakan Emma tidaklah salah. Dan ia pun sadar bahwa selama ini ia hanya terlalu membenci gadis itu saja karena ia lebih memiliki segalanya dibanding dirinya.

Emma membuatku kehilangan kepercayaan diri!

Tapi, tak ada yang bisa disalahkan akan hal itu. Sejauh ini, sikap Emma memang normal dan tidak menunjukkan narsisme apa pun. Jika ia ingin bertindak jahat, tetap tak ada alasan bagi Katherine untuk membuat berita buruk untuk tenang Emma.

"Hahahahaha!" Sebuah tawa mengalihkan perhatian semua orang di dalam kelas. Harry masuk menabrak pintu kelas karena tak sabar memperlihatkan sesuatu di ponselnya yang menyala.

"Everyone!" panggilnya. "Alex is gay!"

"The what??" Zee yang sedang membuang sampah diujung kelas bertanya.

Emma melotot, langsung berdiri dan menghampiri Harry. Lelaki bermata hijau itu dengan percaya dirinya mengulurkan tangan untuk memperlihatkan sebuah foto.

"Lihat. Ini saudaramu, 'kan?" tanya Harry menggoda.

Alex sedang berada di depan kaca toilet dengan Jude yang memeluknya dari belakang.

"Mana aku lihat!" Willy ikut berdiri dan berlari menuju Harry. "Waaaaah hahahahhaa! Pasangan teromantis tahun ini!"

Emma menyambar ponsel Harry dengan kasar, lalu menghapus gambar tersebut dan mengecek kembali folder sampah untuk menghapus foto kedua kalinya.

"Ini tidak benar. Alex tidak gay. Barangkali Jude sedang jahil saja!" Emma berusaha membela. Dadanya sudah bergemuruh.

"Bagaimana kau tahu apa yang mereka lakukan setelahnya? Aku sering lihat mereka pergi ke ruang matematika berdua." Harry mencoba mempermalukan Alex. Alex memang sering pergi ke ruangan itu. Tetapi Emma tidak pernah tahu ia pergi bersama Jude. Ia memang tidak mengenal Jude, anak klub futsal Effingham berambut pirang itu. Yang ia tahu, Jude juga pernah mengikuti olimpiade matematika antar sekolah tahun lalu.

"Jangan berpikir macam-macam soal Alex. Ia sering pergi ke ruang matematika untuk melihat soal-soal. Dan karena Jude menyukai pelajaran yang sama, mereka sering berdiskusi soal itu!" kata Emma menekan setiap katanya, menahan marah. Ia boleh saja menerima perlakuan apa pun dari teman-temannya. Tapi tidak untuk Alex.

Harry tertawa renyah. Masih tak mau kalah. "Kau yakin hanya berdiskusi tentang pelajaran? Memangnya kau tahu Jude sering pergi bersama Alex?" tes Harry.

"OF COURSE I KNOW THAT!" jawab Emma lantang. Walau tak jujur, inilah cara ia untuk memperlihatkan pembelaannya di depan yang lain.

Harry merasa akan skakmat sebentar lagi. Berhadapan dengan gadis ini memang membuatnya agak ciut. Ia pun berkata, "Check saja kerahnya." Tangannya terjulur, "Tolong ponselku, cantik." Ia mengambil ponselnya di tangan Emma.

HAUTE VALUER [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang