Percakapan di Rumah Tuhan

23 8 0
                                    

Pintu gereja tidak terkunci. Rumah Tuhan selalu menerima siapapun yang sedang membutuhkannya.

Alex berjalan tergopoh-gopoh menuju bangku paling depan. Emma mencoba menuntunnya, namun Alex menolak karena ingin terlihat kuat.

"Keberatan jika duduk di sini?" tanya Alex sambil menunjuk bangku jajaran kelima. Emma mengangguk mantap, paham Alex membutuhkan waktu sendiri.

"Apa aku harus menunggu di taman saja?" tawar Emma.

Alex tidak setuju. "Jangan, Emma. Di sini saja. Aku takut ada orang jahat yang melukaimu."

Emma pun mengangguk dan duduk di tempatnya. Alex mendatangi bangku paling depan, sesekali memegangi perutnya yang terasa sakit.

Emma mengatupkan bibirnya, ia ingin sekali meluapkan semua keluh kesahnya di sini. Sedari tadi, ia tak sadar ada seorang biarawati yang memerhatikan gerak-gerik mereka dari balik salah satu pintu. Emma yang merasa sedang diperhatikan pun menoleh dan mendapati wanita itu tengah tersenyum padanya.

"Suster Aalona," ucap Emma dan berdiri menghampiri suster.

Mereka berpelukan sebagai sapaan, seperti seorang saudara yang sudah lama tidak berjumpa.

"Kau makin cantik saja." Suster Aalona mengusap pelan puncak kepala Emma. Gadis itu hanya tersenyum mendengarnya. Suster Aalona melirik Alex dan berkata, "Kita duduk di dalam saja. Biarkan ia punya privasi lebih."

Emma mengangguk dan berjalan memasuki ruangan di depan mereka. Terdapat sofa empuk dan rak-rak buku berjajar rapi. Suster Aalona mempersilahkan Emma duduk di salah satu sofa.

Suster Aalona memberikan Emma secangkir teh. "Terima kasih," kata Emma.

Suster Aalona menyadari kesedihan di raut wajah Emma. Ia pun bertanya dengan penuh simpati, "Apa kalian baik-baik saja?"

Emma baru selesai menyeruput tehnya dan menjawab, "Seharian ini kondisi kami benar-benar kacau."

Suster Aalona menggenggam tangan Emma. Amat paham dengan sifat tertutup gadis di depannya ini. Mereka berdua sudah lumayan kenal lama. Emma adalah salah satu jemaat gereja yang paling sering datang, sekadar untuk berdoa ataupun memberikan makanan untuk Suster Aalona dan yang lainnya.

"Kau mau cerita?" tawa Suster Aalona.

Emma tidak bisa asal menceritakan masalah yang ia hadapi kepada orang lain. Walau seseorang itu adalah biarawati yang sudah sangat dekat dengannya.

Emma hanya tersenyum dan bertanya, "Suster, bolehkah aku bertanya sesuatu?"

"Tentu saja boleh," ucap Suster Aalona.

Emma menunduk, menatap roknya yang tidak terlalu bersih karena duduk di jalan tadi. "Mengapa kita masih saja dibenci padahal tidak melakukan apa-apa?"

Suster Aalona memiliki intuisi yang cukup kuat. Ia tahu, permasalahan yang Emma dan Alex sedang hadapi pasti mengenai pertemanan mereka.

"Itu tidak aneh," kata Suster. "Dimana pun kita berada, seseorang yang menyukai dan tidak menyukai kita akan selalu ada. Bersikap baik saja masih ada yang membenci. Apalagi bersikap buruk."

"Tapi... Beberapa orang di sekolahku bersikap buruk kepada orang lain. Tapi kulihat mereka malah memiliki lebih banyak teman daripada aku." Emma menelan ludah pelan saat Suster Aalona sedikit melebarkan matanya.

"Temanmu--bagaimana?" pancing suster.

"Hmm..." gumam Emma ragu. "Aku ingin jawabannya yang tadi saja dulu." Emma tersenyum memohon.

Suster Aalona menghela nafasnya. "Kau bertanya kenapa tipe orang seperti perundung lebih banyak teman--begitu?" Emma mengangguk. "Kau tahu bahwa serigala akan berteman dengan serigala, dan lumba-lumba akan berteman dengan habitatnya?" Emma mengangguk lagi.

HAUTE VALUER [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang