Laura di Effingham

13 4 0
                                    

Kepulan asap keluar dari mulut yang mengerucut. Dalam satu tiupan, partikel tersebut menghilang secara perlahan. Sang pengisap tembakau menikmati kegiatannya, tanpa terganggu dengan tatapan orang-orang disekitar yang memandangnya dalam waktu yang lama.

Wanita itu menjentikkan rokoknya, lalu menyadari rokoknya sudah berada di ujung batang. Ia pun melempar, menginjaknya dan mengambil sebatang rokok lainnya dari sakunya. Begitu santai ia kembali menyalakan koreknya, menyulut rokok dengan api yang langsung beraksi.

Rebecca memilih untuk tetap berada di balik jendela dan memakai kacamata hitam. Ia memiliki rasa malu jika anak-anak Effingham melihat baju yang dipakainya. Lain halnya dengan Laura.

Ia bersandar di kop mobil, sama sekali tak terusik dengan bisik-bisik menjengkelkan dari semua sudut. Begitu tinggi keberanian dan lemah rasa malunya. Ia nekat memarkirkan mobil di seberang gerbang yang terbuka, yang menghamburkan anak-anak berseragam yang akan pulang ke rumah.

Murid-murid Effingham secara cepat menyebarkan berita bahwa ada seorang wanita cantik perokok yang sedang menjemput seseorang.

"Siapa dia?" Mr. Davis mengetuk jendela pos satpam sekolah. Sang satpam yang memiliki sebutan Mr. Stunned—karena sering tertegun—pun keluar dan benar saja, ia terheran.

"Ada apa, Sir?" tanyanya penuh ketidaktahuan.

Mr. Davis menunjuk. "Itu. Wanita itu. Dia merokok di wilayah sekolah. Tak tahukah Anda?"

Sang satpam terpana dalam beberapa saat. Mr. Davis berkata lagi, "Dia harus pergi. Tidak baik dilihat anak-anak."

Benar, laki-laki dari kelas senior tampak membicarakan Laura dengan penuh harap bisa menghampiri wanita itu jika Mr. Davis tidak ada di sana.

"Aku akan membicarakannya," ujar Mr. Stunned dan menghampiri Laura. Laura menegakkan diri tanpa menyembunyikan rokoknya.

"Nona harus pergi," perintah Mr. Stunned.

Laura menatap mata satpam itu dan berkata dengan yakin. "Aku menunggu seseorang," ucapnya. Sementara itu, beberapa anak ingin curi-curi dengar.

"Siapa?" tanya Mr. Stunned tegas, sekaligus meyakinkan apakah yang dikatakan Laura benar adanya.

"Taylor," jawab Laura dan mengisap lagi rokoknya.

Mr. Stunned berjengit. Pertama, karena nama Taylor disebut, dan yang kedua, rokok itu malah dipamerkan.

Ada apa hubungan wanita ini dengan Mr. Taylor?

"Kuharap kau bisa memakai sweatermu dan mematikan rokok itu," Mr. Stunned mengucap dengan lebih tegas. Mr. Davis mengawasi dari jauh dengan dahi yang berkerut.

Laura membuka pintu mobil, mengambil sweater hijau limunnya. Rebecca berbisik, "Kau menyebut Taylor? Kukira kau tidak sampai hati mengatakannya!"

Laura melirik. "Memang."

Rebecca membuka mulutnya, terkejut.
Laura membuang rokok dan menginjaknya dan mengangkat dagu kepada Mr. Stunned. "Sudah?"

Mr. Stunned, yang pada awalnya ingin berlemah lembut kini sangat kesal dengan wanita itu.

"Kuberi kau waktu sepuluh menit lagi dan pergi dari sini. Atau aku akan hancurkan mobilmu," Mr. Stunned mengancam lalu berbalik pergi. Untuk beberapa saat Laura merinding mendengar suara tegas dan mengerikan itu. Tapi ia mengangkat bahu dan mengetuk jendela Rebecca.

Rebecca membukanya sedikit agar wajahnya terlihat. "Apa?"

Tiba-tiba, Ms. Lili sudah menghampiri dan berada di sana. "Untuk apa kalian datang ke sini?" tanya Ms. Lili sambil melirik ke kanan dan ke kiri, mencoba sebisa mungkin agar tidak terlihat berteman dengan para wanita itu.

HAUTE VALUER [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang