Hinaan di Loker

32 9 2
                                    

Tangan mungil Emma mengusap-usap telapaknya yang terasa berair. Langit di luar kelas masih terang menderang. Matahari bersinar namun tidak terik. Emma merasa siang ini terasa lebih lama dari biasanya. Ia melirik sekali lagi jam yang berada di kelasnya. Papan tulis menunjukkan tulisan, Page 33. Hari ini pula, hampir semua guru yang berada di jadwalnya absen karena satu dan lain hal. Hanya Ms. Astrid yang mengisi pelajaran kimia.

"Ternyata kau di sini!" Farrah tiba-tiba menghampiri Emma. Emma menurunkan ensiklopedia di depannya dan menatap Farrah, terkejut temannya datang secepat itu.

"Astaga! Hidungmu berdarah!" seru Farrah panik. Emma memegang hidungku yang terasa basah. "Kau mimisan! Ini. Aku bawa tisu!" Farrah memberikan Emma selembar tisu.

Emma langsung menutup lubang hidungnya. Beruntung darah tidak mengucur deras dan hanya setetes dua tetes saja.

"Ada apa Farrah?" tanya Emma menatap Farrah yang tampak bingung untuk mengatakan sesuatu.

"Emma, lokermu," ucap Farrah sambil memainkan jarinya.

"Lokerku kenapa?" Emma berdiri.

"Ikut aku," ajak Farrah.

Emma dan Farrah berjalan keluar perpus dengan langkah terburu-buru. Ketika sampai di koridor loker angkatan tahun sebelas, Farrah menunjuk loker milik temannya itu.

Hati Emma mencelos.

EFFINGHAM'S PRETTY, WEALTHY SMART-ASS SLUT.

Loker biru yang sudah kotor oleh spidol berwarna hitam itu tampak menonjol di antara loker yang lainnya. Emma tak kuasa melihat tulisan itu.

Tanpa pikir panjang, ia berlari menghampiri petugas kebersihan sekolah yang sedang berada di ujung koridor. Emma berhasil meminjam lap dan sabun darinya.

"Mari aku bantu," ujar Mr. Seam membawa roda kebersihannya.

Emma langsung membersihkan tulisan itu walau agak sulit. Farrah terdiam melihat temannya tampak kesulitan.

Seam yang iba ikut membantu menghapus tulisan di bagian bawah loker.

"Terima kasih," ucap Emma menoleh sesaat kepada petugas kebersihan sekolahnya.

Seam tersenyum mendengar hal itu. Jarang sekali ia menerima ucapan terima kasih seperti itu. Malah, beberapa anak lain seringkali melewati lantai yang bari saja ia pel tanpa permisi.

Kriiiing....

Bel yang nyaring berbunyi begitu keras. Emma melihat teman-temannya mulai berhamburan keluar kelas dan sebentar lagi akan melewati dirinya.

Farrah mengambil sisa lap di ember dan ikut membersihkan loker Emma.

Taylor dan Alex baru saja keluar kelas, berjalan bersebelahan seperti biasa. Alex mendapati Emma sedang sibuk mengelap sesuatu di lokernya. Beberapa anak di belakangnya mulai menonton dan bertanya-tanya.

Taylor menangkap hal itu dan langsung menghampiri Seam, Emma dan Farrah. Sebagai guru, ia harus mengetahui ketidakberesan apa yang sedang terjadi.

Slut.

Satu kata terbaca oleh Taylor di bagian bawah loker. Emma yang menyadari gurunya itu datang bersama Alex langsung berpindah tempat dan berjongkok untuk menutupi kata tak pantas itu.

Alex menghampiri Emma yang matanya berkaca-kaca. "Siapa yang berani melakukannya?" tanya Alex.

"Aku tak tahu, Alex. Aku sedang di perpustakaan lalu Farrah datang memberitahuku hal ini," jelas Emma, nafasnya tak beraturan.

"Kau yang menulisnya?" Quinn yang sedang panas menuduh Emma. Sedari tadi ia ikut menonton.

"Demi Tuhan bukan aku yang menulisnya," jawab Emma meyakinkan Quinn, sekaligus semua orang yang ada di sana.

Farrah menurunkan tangannya karena pegal. Tulisan Smart-Ass kini terbaca oleh orang-orang. Suara gaduh terdengar di koridor. Alex menarik lap dari tangan Farrah dengan kasar dan menggesek loker secepat yang ia bisa.

Emma menunduk, menghirup nafas dalam-dalam. Kepalanya seperti mau pecah menghadapi semua ini sekaligus.

"Kalian semua jangan berkumpul di sini. Biar kami yang membereskannya. Ayo pergi. Bubar kalian semua." Taylor memerintah anak-anak yang ada di sana untuk pergi.

Taylor menggerling kepada Seam. "Sir, apa kau tidak lihat siapa yang menuliskan ini?"

Seam berpikir. "Aku tidak tahu pasti, Mr. Taylor. Aku hanya melihat satu orang laki-laki yang berjalan menjauhi koridor ketika aku sampai di ujung sana." Tangan Seam menunjuk pojok koridor. Emma menengadah kepada Seam. "Tapi aku tak tahu pasti. Dia terlihat seperti baru keluar dari ruang arsip. Aku... lupa wajahnya."

Seam memang terkenal dengan memori jangka pendeknya. Agak sulit meminta ia mengingat sesuatu.

Emma berdiri dan mencoba membantu Seam mengingat sesuatu. Ia sudah mencurigai satu orang.

Tak lama, datang guru bimbingan konseling, Ms. Darin dengan sepatu hitam hak tingginya.

"Emma. Ke kantorku. Sekarang," ajaknya, melirik sejenak loker Emma yang tampak menyedihkan.

Emma belum bisa mencerna mengapa ia tiba-tiba dipanggil dengan nada yang tak enak oleh gurunya. Tapi, agar tidak lama-lama menjadi bahan perbincangan, Emma pun mengangguk dan menuruti perintah Ms. Darin dan mengekor di belakang.

"Aku ikut," ucap Alex menyusul. Ekspresinya berubah begitu sangar. Ia sama sekali tidak bisa menerima Emma diperlakukan seperti itu.

Taylor kini bisa membaca dengan jelas tulisan yang berada di loker Emma.

"Ini sangat tidak pantas," kata Taylor. "Mr. Seam, kuharap kau bisa membersihkannya sampai tak tersisa setitik pun tinta di lokernya."

Seam mengangguk-ngangguk patuh. "Baik, Mr."

Taylor berpikir keras. Siapa yang berani berkata tidak senonoh kepada murid didiknya itu? Apa penyebabnya?

Taylor yakin, pasti segala sesuatu ada sebabnya. Seseorang yang berani menuliskan kalimat itu di loker Emma memiliki alasan sampai berbuat seperti itu.

Pikiran Taylor mengakar. Memangnya apa yang sudah Emma lakukan? Bagaimana itu bisa terjadi?

Selain bertanya-tanya tentang kejadian Emma, Taylor pun mulai khawatir Alex akan meluapkan emosinya sekaligus suatu hari nanti. Sama seperti dirinya ketika dulu.

Taylor berharap Alex akan menceritakan lebih soal Emma kepadanya. Entahlah. Taylor membutuhkan informasi lebih dalam mengenai Emma. Siapa lagi kalau bukan melalui saudaranya sendiri.

"Hey," panggil Ms. Ronan melihat Taylor masuk ke ruang guru memasang wajah yang masam. "Baru saja kau terlihat sangat bersemangat."

Taylor tidak menjawab dan duduk di bangkunya.

HAUTE VALUER [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang