Krieet...
Pintu kamar membuka sedikit demi sedikit. Emma yang hampir jatuh ke dalam mimpi sepenuhnya kini sadar kembali. Ia masih terpejam saat seseorang terasa mendekati kasurnya, lalu berdiri sambil menunduk menatap Emma yang setengah tertidur.
Dalam sadarnya, Emma bisa menebak yang berdiri memerhatikannya sekarang pasti salah seorang di antara kakaknya.
Ada hembusan nafas. Seseorang itu duduk di sisi ranjang, menimbulkan suara deritan kecil karena bertambah beban. Sebuah telapak tangan semi kasar menyentuh dahi Emma yang hangat, mengusapnya penuh kelembutan dan dengan cepat satu kecupan mendarat begitu lama di dahi Emma.
Gadis itu masih belum menyadari apakah ia Albert yang sudah pulang dari Toronto ataukah Robert yang memang rindu kepadanya. Ia terus menebak dan mengira, siapa yang memiliki tangan bertekstur seperti itu.
Ia merasakan selimut semakin menutupi lehernya, dan seketika seseorang itu pergi, menutup pintu tepat saat Emma membuka sedikit matanya.
Sekali lagi, ia tak bisa menebak.
~~~
Pagi itu mendung, tapi cukup hangat untuk dipakai Alex bermalas-malasan. Emma tak pergi ke sekolah karena demam. Alex terdengar merengek kepada Miller agar ikut membolos.
"Kau bilang ada test hari ini," ujar Miller, suaranya terdengar setengah menahan tawa di tengah rumah.
"Cuman test limit trigonometri, kok!" Alex memohon.
Emma tersenyum. Materi kalkulus seperti itu sebatas 'cuman'?
Ia memiringkan kepalanya ke arah tembok, menikmati setiap suara-suara yang timbul dari rumah besar yang sepi itu. Emma menutup mata, kemudian membuka sekaligus saat ingat bahwa hari ini ada test pelajaran seni. Ia sedikit mengangkat tubuhnya ke pintu, menunggu Alex masuk agar ia bisa menanyakan perihal ujian.
Sesuai harapan, tak lama Alex membuka pintu, wajahnya sumringah. Ia sudah memakai baju oblong putih dan celana sporty pendek. Tangannya membawa nampan berisi buah-buahan. Dan ia berhasil membujuk Miller agar tidak sekolah.
"Selamat pagi!!" Sapaan ceria dari wajah setampan itu membuat Emma tersipu sendiri.
Emma duduk dan bersandar. "Bagaimana bisa berhasil?"
Alex mengangkat bahu sombong. "Yeah, ada lah!"
Emma menggeleng dan langsung bertanya ke inti. "Miller sudah menelopon sekolah, 'kan?"
"Oh yeah sudah! Maksudku, lagi."
Benar, Miller terdengar bersahut-sahutan dengan seseorang di telepon.
"Syukurlah," gumam Emma. "Hari ini aku juga ada test. Pelajaran Mr. Taylor."
Alex mengupas jeruk. "Tidak masalah."
"Aku harus susulan," ujar Emma meregangkan kedua tangannya yang pegal karena semalaman penuh terus tertidur.
"Antara bagus dan tidak." Alex memasukkan jeruk ke mulutnya.
"Kenapa bagus?"
"Ya itu tadi. Kau susulan," kata Alex.
Emma mengerutkan dahinya. "Demi Tuhan aku tidak mengerti." Ia sedikit gemas karena Alex tidak pernah mengatakan pokoknya secara langsung.
Alex mengeluarkan biji jeruk ke telapak tangannya. "Kau tahu 'kan jika ada siswa susulan test pasti akan memiliki privasi lebih bersama guru."
Emma menggaruk pipinya. "Bilang saja aku akan berdekatan dengan Mr. Taylor!" serunya, setelah itu langsung menutup mulut takut ada orang yang mendengar ucapannya tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
HAUTE VALUER [COMPLETED]
General Fiction🎨WAKE ME UP WHEN I SLEEP 2 🎨 Seorang guru seni lama bernama Mr. Taylor yang baru saja menyelesaikan studi strata duanya kini datang untuk mengajar kembali. Kehadirannya sangat membawa keuntungan bagi sekolah. Salah satunya membuka kembali Klub Tea...