Kebijakan Alex

16 7 0
                                    

"Jadi, kau ini autis atau apa?" tanya Harry.

Alex melotot dan mendengus kesal. "Candaanmu tidak lucu, Harry."

Harry membuang muka, ia menggerling sekilas ke seluruh teman-temannya yang sedang berdiskusi dengan pasangan kelompok mereka. "Dengar, aku serius."

"Aku 100% normal," jawab Alex lalu mulai menggambar prisma dengan penggarisnya.

"Lalu kenapa kau tidak datang ke pesta Franch tadi malam?" tanya Harry sambil menopangkan dagunya.

Alex mengangkat sebelah alisnya. "Pesta?"

Harry melepaskan tangannya dan menaruhnya di belakang kepala. "Kau benar-benar ketinggalan zaman, Alex."

Alex mengangkat bahu. "Lagipula aku bukan orang yang datang ke pesta."

Harry terkejut mendengarnya. Baru kali ini ia melihat anak orang kaya yang enggan menikmati masa remajanya.

"Kau kehilangan waktu terbaik dalam hidupmu," ujar Harry berusaha menarik Alex ke pergaulan yang tidak kaku seperti itu.

Alex menaruh pensilnya dan menatap Harry serius. "Apa kabar baik yang bisa kudapatkan dari pesta seperti itu?"

Harry sedikit bersiul. "Woah, jangan merendahkan, buddy. Itu dunia kami."

Alex mengangguk. "Aku hanya bertanya. Apa manfaatnya?"

Harry langsung terdiam. Ia tak menyangka akan ditanya seperti itu oleh Alex.

Astaga, orang ini membuatku segan, batin Harry agak terguncang.

"We were having fun there, man!" Walaupun begitu Harry masih ingin bertahan.

"Tidak juga," jawab Alex masih terus membuat perhitungan sembari menggambar bangun datar lagi. "Kalian datang saat orang tua Franch tidak di rumah dan membuat sofanya berantakan dengan plastik soda. Akui saja. Kalian muntah-muntah setelah meminum wine secara illegal, 'kan? Mr. Grazer pasti akan kaget mendengar hal ini. Kalian tidak akan bisa mengikuti ujian akhir."

Harry melotot. "Hah? Bagaimana kau tahu soal itu?"

Alex memiringkan bibirnya. "Mudah. Clooney siaran langsung di Instagramnya."

Harry mengangkat tangannya, menghentikan ucapan Alex. "Please don't tell this to principal Grazer."

Alex mengangkat kedua alisnya sesaat. "Mudah saja," kata Alex. "Berhenti menawariku rokok dan yang lainnya. Cara bersenang-senangku dengan kalian berbeda."

Harry mengembungkan pipinya. Sisa alkohol di perutnya masih membuatnya sedikit mual. "Deal," kata Harry. "Aku tak menyangka masih ada orang sepertimu."

"I am."

~~~

Emma dan Alex tengah bersantai di pohon besar taman sekolah. Mereka saling membelakangi, dengan punggung terhalang batang pohon.

Emma tengah mencorat-coret sebuah sketsa. Namun, kali ini lebih berwarna. Bibi Jade memintanya untuk menggambarkan perasaannya kapanpun ia butuh. Emma mulai menikmati pertemuannya dengan Bibi Jade. Walau awalnya memang canggung dan malu karena kondisi mentalnya, namun sikap Bibi Jade yang begitu tulus dan tak memedulikan kekurangan Emma yang satu itu membuatnya lebih tenang menjalani terapi.

"Emma?" panggil Alex, seperti biasa jika ia mau memulai percakapan.

"Hm?"

"Orang melihatku seperti apa, sih?" tanya Alex.

"Tampan, cerdas dan baik hati," jawab Emma jujur.

Alex memiringkan kepalanya. "Itu terlalu universal."

HAUTE VALUER [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang