XVIII

28.6K 2K 11
                                    

Alin mengernyit begitu sadar bahwa mobil yang dikendarai Arya tidak melaju ke rumah laki-laki itu. Alin hapal jalan ini. Ini jalan menuju ke rumahnya. Buru-buru Alin menyentuh lengan Arya. Ia harus memperingati Arya. Ini jalan yang salah.

"Pak, ini salah jalan." Ucap Alin lirih.

Arya melihat Alin lalu menggelengkan kepala. "Enggak."

"Ish Bapak gimana sih? Ini bukan jalan ke rumah Bapak tapi ke rumah saya." Ucap Alin ketus.

"Ya memang kita mau ke rumah kamu." Jawab Arya santai.

Alin melotot. "Mau ngapain? Mau nganterin saya? Nggak perlu!! Nanti saya bisa pulang sendiri. Mama dan Papanya Pak Arya harus segera sampai rumah untuk beristirahat," Ucap Alin panjang lebar.

"Saya tidak berniat mengantarkan kamu. Kami berkunjung ke rumah kamu untuk silaturahmi."

"Nggak usah! Lain kali aja."

"Wahh parah! Ada orang mau bersilaturahmi ditolak mentah-mentah."

"Bukan ditolak Pak, tapi lain kali aja."

"Kalau bisa sekarang, kenapa harus lain kali?" Ucap Arya ngeyel.

"Ya lain kali aja. Sekarang Bapak pul_,"

"Enggak!!" Arya memotong ucapan Alin.

"Bapak!!! Putar balik enggak?!" Ucap Alin penuh peringatan. Alin menggoyang-goyangkan lengan Arya. Merengek seperti anak kecil agar keinginannya dipenuhi.

"Putar balik Pak!"

Arya menoleh lalu menatap tepat di bola mata Alin. "Enggak!" Ucapnya lalu fokus pada jalanan.

"Ish Awas ya!"

Arya melirik Alin dari ekor matanya. Ia tersenyum sangat tipis tanpa disadari oleh Alin.

Arya memilih mengendari mobilnya sendiri tanpa seorang supir. Di dalam mobil yang ia kemudikan, ada Alin, Marsya, Mama dan Papanya dan tentu saja Arya sendiri. Para pengawalnya mengikutinya di belakang dengan mobil lain.

Kedua orang tua Arya tertidur di belakang. Jarak yang lumayan jauh membuat Mama dan Papanya memilih untuk tidur terlebih dulu.

Semakin mendekati rumahnya, Alin semakin deg-degan. Ia harus memastikan alasannya pada Arya.

"Pak?"

"Hmm."

"Saya mau tanya nih."

"Tanya aja."

"Kenapa Bapak tiba-tiba mau ke rumah saya dengan kedua orang tua Bapak?"

"Sebenarnya saya mau ke rumah kamu dengan membawa kedua orang tua saya, bukan hari ini. Tapi Mama kekeh ingin ke rumah kamu hari ini juga."

"Tunggu-tunggu! Kok menurut saya ada yang aneh ya. Kenapa Bapak membuat planning untuk berkunjung ke rumah saya bersama kedua orang tua Bapak? Memangnya mau ngapain? Jangan aneh-aneh ya!"

"Apa Mama tidak boleh berkunjung ke rumah kamu?"

Deg...
Jantung Alin rasanya berhenti berdetak saat mendengar pertanyaan itu belakang. Pelan-pelan Alin memutar kepalanya dan meringis saat Papa dan Mama sedang menatapnya. Bukankah tadi mereka tidur? Batin Alin.

"Hehehe, bukan gitu maksud Alin, tan_eh Ma." Alin langsung membenarkan panggilannya pada Mama Arya karena mendapat peringatan dari wanita paruh baya itu.
Mama Arya meminta Alin untuk memanggil beliau dengan sebutan Mama. Alasannya apa? Alin juga tidak diberitahu. Beliau hanya mengatakan biar kamu terbiasa dengan panggilan itu.
Alin hanya menurut. Toh tidak ada salahnya. Walaupun terkadang ia merasa aneh karena memanggil orang tua bosnya dengan sebutan itu.

"Jadi gimana? Bolehkan kalau Mama bersilaturahmi ke rumah kamu?"
Mendapat pertanyaan itu kang dari Mama Arya membuat Alin tidak dapat menolak. Akhirnya ia menganggukkan kepala.
Melihat Alin tidak berkutik membuat Arya menahan senyumnya.

Semakin dekat dengan rumahnya, Alin jadi semakin deg-degan. Ia menenangkan dirinya sendiri dengan berkata, tidak apa-apa. Mereka hanya ingin berkunjung untuk bersilaturahmi.

Mobil Arya sudah memasuki area pekarangan rumah Alin. Kening gadis itu mengernyit saat mendapati Ibu, Abang serta iparnya sedang duduk di teras depan rumah. Mereka langsung berdiri saat mobil ini semakin dekat dengan rumah. Alin semakin dibuat bingung karena keluarganya berbaris seperti hendak menyambut kedatangan mereka. Dari raut wajahnya, keluarga Alin seperti tidak kaget dengan kunjungan tiba-tiba ini. Mereka bahkan terlihat sudah akrab.

Alin menoleh saat jendela di sampingnya diketuk dari luar. Ia menurunkan kaca jendelanya.

"Kenapa Pak?" Tanya Alin.

"Kamu nggak mau keluar?" Tanya Arya balik.

"Mau!" Alin menutup kaca jendelanya dan membuka pintu mobil.
Arya mengambil Marsya dari gendongan Alin karena anaknya tertidur saat dalam perjalanan.

"Tuan rumah bukannya masuk duluan eh masuknya malah belakangan," Ucap Raka saat Alin hendak masuk rumah. Alin menatap Abangnya dengan tatapan sinis.

"Marsya tidurin kamar saya aja Pak. Kasihan kalau Bapak harus gendong dia terus. Nanti Bapak capek."

"Ciee yang perhatian." Raka menggoda Alin.

Alin mendengus. Ia menuntun Arya untuk membaringkan Marsya di kamarnya.
Setelah membaringkan Marsya, Alin dan Arya keluar lagi. Arya bergabungnya bersama yang lain sedangkan Alin menuju ke dapur.

Alin kaget saat melihat banyaknya makanan yang ada di atas meja.

"Makanan sebanyak ini untuk apa Mbak?" Tanya Alin pada Dina.

"Kamu gimana sih Dek. Masa iya kita kedatangan tamu tapi nggak disuguhi apa-apa."

Alin manggut-manggut. "Ohh buat tam_ bentar Mbak! Ini disiapin untuk mereka?" Tanya Alin dengan ekspres kaget yang tidak bisa ia sembunyikan.
Dina mengangguk.

"Emang Mbak sama yang lain udah tahu kalau aku Pak Arya sama kedua orang tuanya mau ke sini?"

"Iya. Udah tahu. Kan Arya nelpon Abang mu."

Mata Alin melotot. Darimana Arya punya nomor telepon Abangnya. Alin merasa tidak pernah membagi nomer Raka pada bosnya itu.
Tidak mungkin kan, Arya mencuri nomor telepon Raka dari ponselnya??

"Heh! Malah bengong. Ayo bantuin Mbak bawa ini ke depan."
Alin membawa nampan minuman sedangkan Dina membawa makanan ringannya.

Alin dapat mendengar gelak tawa dari ruang tamu. Alin semakin heran, kenapa mereka langsung akrab begitu ya? Bukankah ini pertemuan pertama mereka?

Saat Alin menyajikan minuman itu, Alin merasa orang-orang yang ada di sana sedang menatapnya. Bukannya Alin terlalu percaya diri, tapi kenyataannya memang seperti itu. Mereka seperti sedang mengintai Alin.

Ketika tugasnya dalam menyajikan makanan sudah selesai, Alin berpamitan ingin kembali ke dapur lagi. Panggilan dari Arya membuatnya mengurungkan niatnya.

"Saya mau ngobrolin dengan kamu sebentar, bisa?"
Alin menatap wajah-wajah para orang tua dan Abangnya. Raut wajah mereka sama. Sepertinya mereka sangat berharap Alin mau menerima ajakan ngobrol yang di tawarkan Arya.

"Iya. Di depan aja." Alin berjalan lebih dulu. Ia masih bisa mendengar saat Raka memberi semangat pada Arya.

"Semangatnya bro!! Niat baik, akan selalu berakhir dengan baik."

Sampai di taman depan rumah, Alin duduk di ayunan yang ada di sana. Arya pun melakukan hal yang sama. Ia duduk di samping Alin.

"Bapak mau ngomong apa? Jujur aja saya bingung dengan apa yang terjadi hari ini. Terlalu banyak pertanyaan di kepala saya."

"Kamu bisa menanyakan itu setelahnya saya mengatakan hal penting ini." Alin menatap Arya dengan seksama. Ia mempersilahkan laki-laki itu untuk mengatakan apa yang katanya penting terlebih dahulu.

Arya menarik napas dalam. Ditatapnya bola mata Alin dengan penuh kelembutan.

"Kedatangan saya bersama Mama dan Papa bermaksud ingin melamar kamu."

Double JobsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang