LXVIII

17.2K 1K 17
                                    

Bahagia menurut Arya itu sederhana. Ia bahagia karena melihat istrinya tersenyum. Ia bahagia karena melihat istrinya tertawa. Ia bahagia karena bisa mengabulkan keinginan istrinya.

Jika Arya tidak mempunyai pikiran yang pendek dengan membuat keputusan sepihak maka senyum inilah yang ia lihat hari-hari kemarin. Arya sungguh menyesal karena keputusan yang ia buat bukan membuat Alin senang tapi justru sebaliknya. Alin sedih dan meneteskan air matanya.

Arya bisa merasakan bahwa istrinya benar-benar bahagia. Sejak tadi wanita hamil itu terus saja menebarkan senyum di bibirnya. Para tamu yang hadir tak hanya mengucapkan selamat atas pernikahannya tapi juga atas kehamilan Alin sekarang.
Yah Arya dengan bangganya mengumumkan bahwa saat ini isterinya sudah hamil. Ia tidak ingin di lain waktu akan ada kesalahpahaman tentang kehamilan istrinya. Ia mengantisipasi pikiran orang-orang yang berasumsi bahwa Alin hamil diluar nikah. Sebenarnya Arya bukan tipe orang yang suka memikirkan omongan orang tapi saat ini ada perasaan Alin yang harus ia jaga sepenuhnya. Ia tidak mau Alin mendengar omongan buruk dari orang-orang di sekitar.

Arya merasa puas dengan pesta pernikahannya. Tidak sia-sia uang yang di gelontorkan cukup banyak untuk membuat pesta megah ini tetap terlaksana. Ia harus berterima kasih pada orang-orang yang sudah membantunya.

Arya tak main main-main dengan pernikahannya. Selain dekorasinya di buat mewah dan meriah, pernikahan Arya juga mengundang banyak artis-artis ibu kota.
Di pernikahannya ini Arya tidak menerima sumbang dalam bentuk apapun. Entah itu uang atau kado atau apapun itu namanya. Selain acara resepsi pernikahannya, Arya juga membuat acara ini sebagai ucapan rasa syukur atas kehamilan istrinya. Ia berharap orang-orang yang hadir sudi memberikan doa yang tulus untuk kelancaran Alin dalam proses mengandung dan juga keharmonisan dan kebahagiaan di dalam rumah tangga nya.

Di tengah kebahagiaannya, Arya merasa kesal karena kehadiran seseorang. Sejak tadi matanya menatap pada satu sosok yang tengah menaiki pelaminan bersama seseorang.

"Kamu kenapa ngeliat nya sampek gitu banget. Terpesona ya sama kecantikannya?" Ucapan sinis dari bibir istrinya mengalihkan atensi Arya pada sosok itu.

"Enggak sayang. Bagi mas kamu yang paling cantik."

"Gombal!"

"Beneran yank. Mas cuma heran, kenapa dia bisa ke sini?"

"Bukannya Mas yang ngundang dia ya?" Cibir Alin. Ia

Arya langsung menggelengkan kepala dengan cepat. Gawat. Dari nada bicara nya yang ketus dan tatapan sama istri yang sinis, bisa di pastikan mood istrinya dalam kondisi tidak baik.

"Bukan sayang. Mas nggak pernah ngundang dia. Lagi pula masalah undangan kan bukan urusan Mas."
Bibir Alin komat-komit tidak jelas. Sebenarnya memang benar yang di katakan suaminya. Masalah undangan memang bukan urusan mereka. Kedua pasangan itu hanya menyetor beberapa nama agar tercantum di dalam undangan. Itupun hanya nama sahabat terdekat mereka. Selebihnya adalah tamu dari keluarga.

"Arya selamat ya." Pak Erik memberikan selamat pada kedua mempelai. Arya tersenyum membalas ucapan lelaki paruh baya itu.

"Iya Pak. Terima kasih."

"Jodoh itu benar-benar rahasia Tuhan. Tidak tahu kita berjodoh dengan siapa. Saya kaget waktu tahu Alin lah yang menikah dengan kamu. Awalnya niatnya saya ingin menjodohkan Alin dengan anak laki-laki saya." Mata Arya melotot. Pak Erik tertawa melihat reaksi Arya.
"Hehe tapi sekarang saya nggak akan melakukan itu karena Alin sudah menjadi milik kamu. Kalian memang serasi. Saya doakan semoga kalian langgeng dan hanya maut yang bisa memisahkan". Doa tulus dari pak Erik diaminkan oleh Arya dan Alin.

Selesai pak Erik beramah tamah sedikit dengan kedua mempelai, kini giliran seseorang yang sejak tadi berdiri di belakang lelaki itu.

"Hai a'"

"Ha.... Hai!" Entah mengapa Arya malah gugup. Sial. Ia melirik sang istri yang justru mengalihkan pandangannya ke arah lain.

"Nggak usah gugup gitu kali a'. Aku nggak akan ngerebut aa' kok." Ucap Ana sambil terkekeh.
Yah tamu yang datang adalah Ana. Arya tidak tahu kenapa wanita ini bisa ada di sini. Arya merasa tidak mengundang dia. Beneran deh. Percaya sama Arya ya readers 👌.

"Aku beruntung karena Om Erik ngajak aku buat nemenin dia datang ke pernikahan a'a." Ana memberikan senyuman manisnya dan malah membuat mempelai wanita rasanya mual.

"Iya." Hanya itu jawaban yang di berikan Arya. Alin? Wanita hamil itu tidak mau menengok. Ia berbincang santai dengan Pak Erik.

"Aku mau ngucapin selamat buat a'a karena udah nemuin kebahagiaan a'a. Walaupun aku pernah berharap aku yang berdiri di samping a'a, tapi nggak pa-pa. Aku ikhlas kok a'a nikah sama dia." Ucap Ana sambil melirik Alin. Lirikannya itu lho, menurut Alin sangat menyebalkan. Dicolok boleh enggak sih.
Eh.... Nyebut Alin. Kamu lagi hamil. Jangan marah-marah. Jangan mendumel tidak jelas.
Sabar....

"Asal a'a tahu, selamanya di hati aku ini hanya ada a'a seorang. Nggak ada nama lain a' di dalam sini. Cuma a'a seorang." Ana meletakkan tangannya di dada. Alin melirik sekilas.
Wajah wanita yang menurut Alin titisan medusa itu seolah-olah merasa paling disakiti. Cih menyebalkan. The queen of drama.

Dalam hatinya Alin ingin menjambak rambut wanita yang ada di hadapan suaminya.
Alin menarik nafasnya dalam. Wanita seperti Ana memang harus diberi pelajaran.
Saat Pak Erik sudah bergeser menyalami Papa dan Mamanya, Alin mengalungkan tangannya di leher Arya. Arya tentu saja kaget. Ia segera menengok ke arah Alin yang juga tengah menatapnya. Alin tersenyum manis dan mengedipkan yang menurut Arya sangat menggoda. Jika bukan di pelaminan, sudah Arya terkam istri cantiknya ini. Arya melingkarkan tangannya di pinggang sang istri agar keduanya semakin terlihat romantis.

Tanpa aba-aba, Alin memberikan kecupan di pipi Arya. Tindakan Alin tentu saja mendapat tepukan dan sorakan dari para tamu undangan yang melihat adegan itu. ( bukan sorakan huuu tapi sorakan yang menggoda).

"Gas bro. Jangan kasih kendor!!" Teriakan Reno membuat Alin jadi malu tapi ia berusaha bersikap acuh dengan sekitar. Alin membuang rasa malu nya untuk kali ini. Arya sudah memilihnya dan Arya juga sudah menjadi miliknya. Maka ia harus mempertahankan apa yang ia miliki.

Alin kembali memandang Ana yang berdiri dengan resah di depannya.

"Makasih ya mbak udah datang dan do'ain kami tapi doa nya jangan panjang-panjang. Kasihan tamu saya, tuh udah pada ngantri." Alin menunjuk para tamu yang berada di bawah pelaminan.

Ana menatap Alin dengan aura penuh permusuhan. Tanpa memberikan selamat atau sekedar salaman pada Alin, Ana turun dari pelaminan dengan tergesa-gesa. Alin terkekeh saat melihat Ana yang hampir jatuh. Ya ampun Alin jahat sekali anda.

"Kamu seneng banget sih ngeliat dia sengsara."

"Kenapa? Nggak suka di sengsara?" Jawab Alin judes. Alin ingin menjauhkan dirinya dari Arya tapi lelaki itu malah menahan tubuhnya. Arya memeluk Alin dengan erat.

"Bukan gitu sayang. Mas hanya nggak mau istri mas yang biasanya baik dan manis jadi jahat dan arogan. Kamu tenang aja. Walaupun di menggoda mas dengan cara apapun, di hati Mas cuma ada kamu."

"Niruin kata-kata dia hm?" Cibir Alin.

Arya was-was. Wahh Alin benar-benar marah inimah. Tidak dibiarkan.

"Enggak sayang. Beneran kok. Dia yang niruin Mas." Alin memutar bola matanya. Mana ada Ana yang meniru sedangkan yang wanita itu yang lebih dulu berbicara ketimbang Arya.

Arya mendekatkan bibirnya pada pipi sang istri. Ia memberikan kecupan di sana lalu ia bawa bibir itu mendekati telinga Alin.

"Jangan ngambek ya. Kalau kamu ngambil, kita nggak bisa melakukan ritual malam pertama."

Double JobsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang