XXIX

21.6K 1.5K 11
                                    

Hai... Hai...
Update lagi nih. Semoga nggak pada bosen ya...
Kritik dan sarannya akan di terima.
Kalau tata bahasanya masih jelek, mohon di maklumi. Penulis masih amatir... 🤗

Momen-momen seperti ini selalu membuat Alin bahagia. Bisa berkumpul bersama Ibu, Abang, Kakak ipar serta dua keponakan nya. Tidak banyak yang mereka lakukan. Hanya ngobrol santai di temani klepon yang sudah di buat sore tadi. Tidak lupa sajian dari TV yang hanya di nikmati oleh dua ponakannya.

"Baby aku gimana Mbak? Sehat kan?" Alin tidur tengkurap di depan kakak iparnya. Tangannya mengelus perut buncit itu.

"Sehat. Gerak terus dianya." Dina ikut mengelus perutnya di bagian lain.

"Ya ampun my baby. Udah nggak sabar ya mau ketemu Aunty mu yang cantik ini. Sabar ya nanti kita ketemu kok." Alin tersenyum bahagia.

"Pedenya tingkat dewa!" Sambung Raka.

"Lha emang aku cantik. Pak Arya aja ngakuin kalau aku cantik."

"Ya iyalah, orang dia suka sama kamu. Pasti dia bakal muji kamu cantik. Ngomong-ngomong, menurut kamu, Arya ganteng enggak?" Goda Raka

"Namanya juga laki-laki pasti ganteng, kalau perempuan, baru namanya cantik."

"Ya jadi intinya, Arya ganteng atau enggak?"

"Iya." Jawab Alin malas. Alin mengambil klepon dari atas meja dan memakannya dengan hati-hati.
Makanan berbahan dasar tepung ketan itu sudah menjadi kesukaan Alin sejak ia masih kecil. Gurihnya adonan tepung ketan di campur parutan kelapa di tambah manisnya gula merah adalah perpaduan yang nikmat. Sungguh tidak ada duanya panganan tradisional yang satu ini.

"Kalau sama Vito, ganteng mana?" Alin langsung menatap Raka.

"Ganteng semua."

"Kalau disuruh milih, kira-kira kamu bakal milih siapa?"

"Kepo!"

"Ahh nggak asyik kamu!" Alin berusaha cuek.

"Bang Vito balik ke sini lagi?"
Tanya Alin pada Raka. Dari kemarin Alin ingin menanyakan hal ini tapi ia selalu lupa.

"Enggak. Dia kesini karena ada urusan. Rumahnya mau di jual katanya," Jawab Raka.

"Emang udah nggak di tempatin sama sepupunya?"

"Enggak. Sepupunya pindah tugas di luar kota."

"Ohh gitu. Berarti Bang Vito nggak kan ke sini-sini lagi dong?" Tanya Alin lagi. Dulu, saat sepupu laki-laki itu masih tinggal di sana, Vito selalu datang berkunjung setiap satu tahun sekali.

"Enggak!"

Alin melanjutkan makan klepon nya. Gula merah yang sudah lumer di mulut membuat Alin selalu ketagihan.

Raka memicing menatap Adiknya. "Ngapain kamu tanya-tanya kayak gitu?"

"Tanya aja," Jawab Alin sambil mengunyah klepon di mulutnya.

"Jangan bilang kamu belum move on dari Vito?"

Dengan mulut yang penuh dengan klepon, Alin menoleh pada Raka.

"Move on? Udah dari dulu kali!" Alin menelan kleponnya.

"Kalau aku belum move on, aku nggak akan kasih kesempatan buat Pak Arya ngedeketin aku." Lanjut Alin.

"Jangan goyah. Kamu udah ngasih harapan buat Arya. Kalaupun harapan itu kamu patahkan, bicarakan baik-baik. Jangan main asal tinggal aja."

"Iya. Lagian siapa juga yang mau mematahkan harapan Pak Arya. Kita berdua lagi Sama-sama berjuang untuk hubungan kami kedepannya."

... ... ...

Dua minggu kemudian...

Ulfa sudah mengajukan surat resign nya pada hari ini. Untung nya hal itu langsung disetujui boleh pihak HRD. Manager HRD sempat bertanya alasan Ulfa memilih berhenti dari pekerjaan nya sekarang. Ulfa dengan jujur mengatakan bahwa ia akan menikah dengan Gilang, manager pemasaran di sini. Pihak HRD tidak banyak bertanya. Mereka maklum dengan yang di lakukan Ulfa.

Setelah bertemu kepala HRD, Ulfa dan Gilang akan bertemu Arya. Lelaki itu sudah kembali ke kantor setelah pulang dari perjalanan bisnisnya.

Alin menyambut mereka di depan ruang kerja Arya. Sahabatnya itu sudah memberi tahu bahwa mereka akan bertemu Arya sebelum jam pulang kantor.

"Hai!" Sapa Alin ramah. Ulfa hanya tersenyum tipis. Alin tahu sahabatnya ini gugup karena akan bertemu Arya.

"Bapak di dalam kan Lin?" Tanya Gilang.

"Ada kok. Tadi aku udah bilang kalau kalian mau ketemu."

"Kalian duduk dulu, aku panggilin Bapak di ruangannya."
Sebelum Alin pergi, Ulfa menahan sahabatnya.

"Kenapa?" Tanya Alin.

"Hmm mood Pak Arya gimana? Lagi badmood apa goodmood?"

"Nggak bisa ditebak," Jawab Alin membuat Ulfa menelan salivanya susah payah. Ulfa memegang lengan Gilang.

"Kok aku takut ya?"

"Nggak usah takut. Ada Abang di sini." Gilang mengelus puncak kepala Ulfa.

"Ah elah? Kalian berdua malah romantis-rimomantisan!"

"Hehehe sorry. Kebawa suasana," Jawab Ulfa.

Alin mempersilahkan Gilang dan Ulfa untuk duduk di ruang tamu yang biasa di gunakan Arya untuk menerima tamu. Kemudian ia pamit undur diri untuk memanggil Arya yang ada di ruang kerjanya. 

Tak lama setelah Alin masuk, gadis itu kembali ke luar bersama Arya. Ulfa dan Gilang berdiri untuk menyambut bos mereka.

"Selamat sore Pak." Gilang mengulurkan tangannya yang di sambut ramah oleh Arya.

"Iya selamat sore."

Ulfa mengikuti apa yang di lakukan calon imamnya itu.

"Silahkan duduk." Mereka semua duduk kecuali Alin yang masih berdiri.

"Kamu tidak duduk?"

"Saya mau langsung ke ruangan saya Pak."

"Siapa yang menyuruhmu?"

"Ya nggak ada sih tapi kan ini tidak ada hubungannya dengan saya."

"Kata siapa tidak ada. Dia sahabat mu kan?" Arya mengangkat dagunya ke arah Ulfa. Sikap Arya itu membuat Ulfa semakin gugup.

"Iya Pak."

"Ya sudah duduk." Arya menepuk sofa single di sampingnya.

Setelah Alin duduk dengan tenang, barulah obrolan penting itu di mulai.
Mula-mula Gilang mengutarakan apa yang ingin ia sampaikan. Ia menyodorkan sebuah undangan berwarna biru kepada Arya. Arya melihatnya sekilas lalu meletakkan undangan tersebut dengan kasar ke atas meja.

"Jadi kalian pacaran selama ini?"
Tidak ada bentakan saat Arya mengakukan pertanyaan itu. Raut wajahnya tidak marah. Semuanya normal saja. Tapi untuk Gilang dan juga Ulfa yang mendengar nya, buku kuduk mereka tiba-tiba berdiri.

"I... Iya Pak." Jawab Gilang gugup. Ulfa? Jangan di tanya. Gadis itu meremas kedua tangannya di pangkuan. Ia terlihat sangat takut.

Gilang melirik Ulfa yang duduk di sampingnya. Gilang menggenggam tangan Ulfa di hadapan Arya dan Alin. Ia ingin memberi pada Ulfa yang terlihat ketakutan karena tatapan Arya yang datar.

"Saya tau saya sudah melanggar peraturan kantor. Saya bersedia menerima sanksi dari kantor termasuk jika saya harus diberhentikan dari sini." Ucap Gilang mantap. Sejak awal menjalin hubungan dengan Ulfa, ia berjanji akan menanggung semua resikonya.

Double JobsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang