LIV

16.9K 1.2K 37
                                    

"Kamu nggak ada niatan buat ngejelasin semuanya sama Alin?"

Arya mendesah kesal mendengar pertanyaan Mamanya. Ini sudah kesekian kalinya Mamanya bertanya hal yang sama.

"Niat ada Ma tapi kesempatan nya nggak ada."

"Kenapa? Pintunya masih di kunci?" Arya mengangguk lemah.

Kini giliran Mamanya yang menghela nafas panjang.

"Ini yang Mama takutin dengan keputusan yang kamu buat. Sekarang kalau sudah begini, apa yang bisa kamu lakukan?"

"Berdo'a".

Mata bu Anita memicing.
"Berdoa tanpa usaha akan sia-sia saja kisanak!"

"Benar kata Ibu ratu. Hamba akan berusaha tapi bisakah hamba minta bantuan Ibu ratu untuk membujuk permaisuri hamba agar dia membukakan pintu kamar."
Arya menjawab mamanya dengan dialog layaknya di sebuah drama kerajaan.

"Kisanak ini adalah hasil perbuatan mu, maka selesaikan semuanya sendiri layaknya seorang ksatria yang pemberani!" Bu Anita menepuk pundak anaknya lalu pergi meninggalkan Arya seorang diri.

Arya menghempaskan punggungnya dengan kasar pada sandaran sofa. Kepalanya menengadah ke atas menatap langit-langit rumah.

Arya bingung bagaimana caranya menjelaskan pada Alin jika ia saja tidak diberi kesempatan. Setelah Alin tanpa sengaja mendengarkan pembicaraannya dengan Mamanya, Alin langsung masuk ke kamar dan mengunci diri. Arya sudah membujuk istrinya namun Alin justru mengusir Arya. Wanita itu bahkan mengancam akan pergi dari rumah jika Arya terus memaksa untuk membuka pintu. Akhirnya Arya mengalah. Lebih baik ia menunggu agar emosi Alin stabil baru Arya akan melakukan negosiasi dengan istrinya itu.

Sudah dua jam lebih Arya menunggu di depan kamarnya dan Alin. Ia sangat berharap pintu kamarnya terbuka.

Tanpa terasa mata Arya mulai tertutup. Seharian bekerja di kantor kemudian pergi ke rumah mertuanya untuk menjelaskan mengenai keputusan yang sudah dia ambil. Untung nya keluarga Alin tidak mempersulit walaupun sempat terjadi diskusi alot antara Arya dan Raka. Raka akhirnya setuju karena kondisi Alin saat ini sangat riskan menginginkan Alin tengah hamil muda.
Untuk masalah WO dan lainnya Arya menyerahkan pada Rico untuk menanganinya.

Tengah malam, Arya terbangun dari tidurnya. Ia melihat pintu kamarnya yang terbuka sedikit. Arya bergegas bangun dari duduknya untuk masuk ke dalam kamar.

"Sayang!!" Arya beberapa kali memanggil Alin tapi tidak ada jawaban. Ia terus mencari keberanian sang istri sampai di kamar mandi. Nyatanya, Arya juga tidak menemukan Alin di sana.

"Sayang!" Arya mulai khawatir. Ia berjalan ke arah balkon kamarnya, siapa tahu istrinya sedang menikmati angin malam. Niatnya untuk memeriksa balkon Arya batalkan karena posisi pintu menuju balkon terkunci dari dalam. Itu artinya istrinya tidak ada di luar.

Arya mencoba mencari Alin di kamar Marsya tapi di sana hanya ada Marsya seorang diri. Anak itu masih terlelap dalam tidurnya.

"Sayang!!". Arya terus berteriak memanggil Alin dengan kata sayang.

"Sayang!!Kamu di mana?"

Arya menuruni tangga dengan tergesa-gesa.

"Sayang!"

"Alin!!"

Arya semakin kalut saat suatu hal terlintas dipikirannya. Kepalanya menggeleng dengan cepat untuk mengusir pikiran negatifnya.

"Alin nggak boleh pergi dari rumah! Gue harus nemuin istri gue saat ini juga." Monolog Arya.

Arya mengambil kunci mobil. Jika memang Alin pergi, istrinya itu pasti belum pergi jauh. Ia harus segera menyusul.
Arya melangkahkan kakinya dengan lebar agar cepat sampai ke garasi mobil.

Double JobsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang