XXVI

24.3K 1.5K 5
                                    

"Cemburu tanda cinta... Marah tandanya sayang.... Kalau curiga itu karena ku takut kehilangan... Kalau dekat bertengkar... Kalau jauh ku rindu jadi serba salah... Buatku dilema tapi aku slalu aishiteru..."

Lirik lagu itu berputar sepanjang hari. Telinga Alin rasanya pengang mendengar Abangnya bernyanyi tiada henti. Raka bahkan sampai searching lagu yang booming sekitar tahun 2013 lalu itu. Penyebabnya tentu saja karena peristiwa kemarin. Alin jadi menyesal. Kenapa dia kemarin bertindak bodoh seperti itu ya. Benar ternyata. Penyesalan itu datangnya selalu di akhir.

"Cemb_,"

"Bisa diem enggak? Berisik tau Bang!"

"Idih sewot amat. Lagi PMS ya??"

"Bukan PMS Bang tapi Mbak Alin lagi malu tuh gara-gara kemarin. Nggak nyangka, Mbak ku bisa seberani itu. Ckckck."

"Halah pakai segala malu. Biasanya juga malu-maluin."

"Iya juga. Hahaha!"

Sabar... Sabar... Sabar...
Alin harus banyak sabar. Kata yang terdiri dari lima huruf itu, Alin rapalkan berkali-kali.
Menghadapi Raka saja sudah naik darah. Ini di tambah satu makhluk yang sama menyebalkannya  dengan laki-laki itu. Alin harus banyak bersabar.

"Ayo dong Yu, lawan Alin. Katanya kamu berani melawan siapapun demi mendapatkan Arya. Sekarang buktikan dong!"

"Enggak deh Bang. Mundur teratur Ayu mah kalau lawan yang ini."

"Yah cemen kamu! Nggak inget sama omongan kamu tadi yang akan berjuang sekuat tenaga untuk mendapatkan Arya."

"Biarin lah. Stok Ayu juga masih banyak. Yah walaupun yang kayak mas Arya itu belum ada."

"Nah! Belum ada kan yang kayak Arya? Walaupun dia duda, tapi dia masuk dalam jajaran duda hot."

"Emang bener sih. Tipe yang kayak Mas Arya emang belum ada tapi kalau Ayu harus berjuang melawan Mbak Alin, mending Ayu pikir-pikir lagi deh."

"Lagipula, apa sih yang kamu takutin dari dia?" Raka menunjuk pad Alin.

"Badan, masih gedean badan kamu. Dia mah, didorong juga udah jatuh." Alin melotot. Seringan itukah dia dimata Raka? Perasaan Alin, badannya bagus dan tidak terlalu kerempeng. Raka memang lebay.
Ngomong-ngomong mereka membicarakan Alin seperti tidak ada ia di depan keduanya.

"Pokoknya kalau lawan Mbak Alin, Ayu mundur. Nggak berani. Sebenernya ada alasan lain sih yang membuat Ayu memilih mundur."

"Apa?" Tanya Arya.

"Supaya Mbak Alin cepet dapet jodoh. Habisnya jomblonya kelamaan."

"Hahaha iya juga ya."

Sejak kejadian kemaren, Ayu dan Raka bersatu untuk menggoda Alin. Untungnya Laras, kakak Ayu tidak ikutan gabung dalam grup mereka. Laras itu sikapnya sedikit lebih baik ketimbang adiknya.
Laras dan kedua orang tuanya sudah pulang ke rumahnya sedangkan Ayu, memilih untuk tinggal di rumah Alin lebih lama.

"Tuhan tolong aku ingin dirinya,
Rindu padanya, memikirkannya.
Namun mengapa saat jatuh cinta,
Sayang sayang dia ada yang punya."

Mulai. Ayu kembali bernyanyi dengan penuh penghayatan yang sengaja di buat-buat. Kini lirik yang dibawakan adalah potongan lagu Merindu Lagi dari Yovie and Nuno.

"Kamu tak akan mungkin mendapatkannya, karena dia berikan aku pertanda juga
Janganlah kamu banyak bermimpi ooh. " Kini Raka membalas dengan potongan lirik dari lagu Dia Milikku masih dari penyanyi yang sama.

Ayu diam sejenak, entah apa yang ada di otaknya itu saat ini.

"Ayo Yu bales lagi."

"Bentar Bang, Ayu mikir dulu. Lagu apa ya yang kira-kira cocok buat kondisi hati Ayu yang belum berperang sudah kalah duluan." Mimik wajah Ayu benar-benar membuat Alin kesal. Bibir mencebik, mata sayu, wajah memelas. Bisa tidak sih itu wajahnya biasa saja. Nggak usah lebay gitu.

"Hahaha lagak kamu Yu."

Alin buru-buru menyelesaikan makannya. Ia tidak mau berlama-lama ada di dekat dua manusia ini. Bisa habis ia di ledek terus-menerus.
Padahal Alin sengaja sarapan paling akhir agar tidak bertemu dengan mereka tapi nyatanya. Sial memang nasib mu nak...

Selesai makan, Alin membawa piringnya ke dapur dan langsung mencucinya. Itu sudah menjadi kebiasaan yang di tanamkan ibunya sedari kecil.
Saat kembali ke meja makan untuk mengambil tas, dua manusia yang tadi menghuni tempat ini sudah pergi.
Syukurlah, batin Alin.

Satu notifikasi muncul dari ponsel nya. Rupanya itu dari Arya. Lelaki itu mengatakan sudah menunggunya di depan.

Terdengar jelas suara cekikikan dari teras depan. Alin melangkahkan kakinya dengan cepat. Ia tahu betul suara siapa itu.

"Ahh Mas Arya mah gitu. Ayo dong bolehin aku buat magang di perusahaan itu."

"Kalau kamu magang di perusahaan Arya, apa nggak kejauhan Yu?" Tanya Raka.

"Enggak Bang. Selama magang aku bisa nginep di sini, nggak berangkat dari rumah. Nantinya kan Ayu bisa berangkat bareng Mbak Alin."

"Kalau kamu berkeinginan magang di sana, silahkan datang saja."

"Nanti Ayu pasti ke sana tapi bantuin yah biar urusan di sana lancar. Perusahaan segede dan bonafide kayak gitu, pasti kriteria masuknya nggak mudah."

"Itu urusan kamu. Kalau kamu mau ke sana, urusin sendiri. Jangan minta bantuan orang, apalagi sama yang punya perusahaan." Alin datang dan bergabung bersama mereka. Ia bukannya tidak suka Ayu akan magang di perusahaan Arya akan tetapi ia tidak suka jika Ayu benar-benar minta bantuan pada Arya.

"Mumpung ada orang dalam Mbak. Di manfaatin dikit-dikit," Jawab Ayu santai.

"Enggak! Kalau mau magang di sana, urusin sendiri! Mbak bakal bantu sebisa Mbak tapi kamu juga harus usaha."

"Idih aku kan minta bantuan Mas Arya, bukan Mbak. Wlee!"
Alin sangat geregetan melihat kelakuan Ayu. Melihat posisi gadis itu yang sangat dekat dengan Arya membuat darahnya mendidih.

"Ayo berangkat. Kita ada meeting penting pagi ini." Alin menarik lengan Arya dan membawa lelaki itu menjauhi Abang dan juga sepupunya.
Meladeni Ayu dan Raka tidak akan ada habisnya. Sudah cukup tenaga yang ia buang pagi ini dengan sia-sia.

Alin mendorong Arya agar masuk ke mobil. Sebelum ia sendiri masuk, ia sempat melirik pada dua manusia yang masih tetap mengejeknya dari kejauhan sana.

"Ayu itu anaknya seru ya. Gokil sih kalau kata anak jaman sekarang." Arya membuka pembicaraan karena mereka berdua sedarkan tadi hanya diam.

"Biasa aja!" Jawab Alin judes. Alin melipat tangannya di dada, posisi duduknya mepet pada pintu mobil.

"Kayaknya perlu saya perlu mempertimbangkan dia untuk magang di perusahaan. Lumayan buat hiburan. Kalau ngobrol sama dia jadi seru." Omongan Arya barusan seperti tidak ada beban. Lihatlah hasilnya, gadis yang duduk di sampingnya memandangnya dengan sengit. Penuh dengan aura permusuhan.

"Jadi selama ini, kalau ngobrol sama saya nggak seru gitu?!"

"Eh ya bukan gitu. Kamu kan kalau di kantor nggak bisa di ajak ngobrol santai. Bawaannya serius terus. Giliran saya seriusin balik kamu nya nggak mau."

"Saya profesionalitas aja. Di kantor kan kita sebagai atasan dan bawahan."

"Iya saya juga tau tapi diluar jam kantor saat istirahat misalnya, kamu sama saja. Kaku dan jarang senyum. Padahal kalau lagi senyum, kamu terlihat sangat manis dan juga cantik."
Pipi Alin merona mendengar ucapan Arya barusan.
Sial, umpat Alin.

Double JobsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang