LVIII

18K 1.3K 95
                                    

Hai guy's.... 🙋
Maaf ya baru bisa upload 🙏
Langsung lanjut aja yuk ceritanya.
Happy Reading 🤗🤗🤗

Kalau kata Rhoma Irama, hidup tanpa cinta bagai taman tak berbunga tapi kalau kata Arya hidup tanpa Alin bagaikan raga tanpa nyawa.

Semangat hidup Arya hilang bersamaan dengan perginya sang istri. Arya tak memiliki gairah hidup lagi. Ia sering tidak makan dan sering melamun di manapun ia berada. Hari-harinya ia lalui dengan merenungi nasibnya yang naas.

Tak terasa sudah lebih dari dua minggu Alin tidak berada di sisinya. Hidup Arya terasa hampa. Kebahagiaan yang dulu pernah ia idam-idamkan telah sirna karena kesalahan nya sendiri.

Setiap hari, Arya selalu berjaga di depan rumah mamanya. Ia menunggu di sana berharap bisa bertemu dengan istrinya. Walaupun para pengawal sudah mengatakan mereka semua pergi, Arya tetap melakukan hal itu.
Ada rasa tidak percaya dengan apa yang di katakan oleh orang suruhan mamanya itu.

Pekerjaan Arya jadi terbengkalai karena kegiatan barunya. Alhasil Rico yang menjadi asisten pribadinya jadi keteteran karena semua pekerjaan di limpahkan padanya.

Selain punya kegiatan baru, Arya juga memiliki kebiasaan baru. Ia selalu memandangi foto yang berisi keluarga kecilnya. Dirinya, sang istri dan putri kecilnya. Foto dengan frame berwarna putih ini diambil setelah pernikahan mereka waktu itu.
Arya sering mengajak foto itu berbicara yang tentu saja tidak akan mendapat respon dari lawannya.

"Sayang kalian dimana? Papi kangen sama kalian? Kalian nggak kangen ya sama papi. Udahan dong main petak umpet nya. Papi di sini nunggu kalian. Papi sayang kalian." Arya mencium foto itu berulang kali.

Matanya menatap rumah besar di hadapannya. Hanya ini yang bisa ia lakukan. Ingin masuk ke sana, Arya masih belum mendapatkan izin.

Seorang pengawal keluar dari rumah dan menghampiri Arya yang berada di dalam mobil. Ia segera keluar dari mobil berharap mendapatkan titik terang dimana keberadaan istrinya.

"Den, nyonya ingin bicara dengan Aden."

Pengawal tersebut memberikan ponselnya pada Arya.

"Halo Ma?"

"Arya!! Untuk apa kamu menunggui rumah mama setiap? Apa idak ada pekerjaan yang bisa kamu lakukan selain itu?"

"Ma, aku nggak akan pergi dari sini sebelum Mama memberi tahu dimana anak dan istriku!"

"Hahaha kenapa kamu menghawatirkan mereka. Mereka aman bersama Mama. Lebih baik kamu pikirkan selingkuhan mu itu!"

"Ma, kami tidak berselingkuh. Kami hanya_,"

"Seperti itu bukan selingkuh? Kamu bermain dengan wanita lain di belakang istrimu? Apa sebutannya jika bukan selingkuh!"

"Ma, Arya tidak selingkuh_,"

"Ah sudahlah. Mama malas berdebat sama kamu. Lebih baik kamu pergi dari rumah Mama dan urus kantor dengan baik. Jangan sampai kantor yang sudah Papa mu rintis dari nol, bangkrut karena ulahmu!"

Arya ingin mencela ucapan mamanya tapi bu Anita langsung menutup teleponnya. Satu kalimat terucap sebelum panggilan itu di matikan.

"Setidaknya, jika kamu gagal menjadi pemimpin rumah tangga yang baik maka jadilah pemimpin perusahaan yang bijaksana."

"Arghhhh sial."

Arya berjalan mendekati gerbang rumah Mamanya dengan langkah lebar. Ponsel milik pengawal ia berikan dengan asal. Jika pengawal itu tidak sigap bisa di pastikan ponselnya jatuh karena Arya memberikan dengan cara di lempar. Arya mencengkram pagar yang terbuat dari besi itu dengan erat.

Double JobsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang