LXV

15.7K 1K 45
                                    

Akhirnya bisa update lagi😀😀
Terimakasih untuk yang masih nunggu kelanjutannya 🙏
Langsung aja yuk di baca...
Jangan lupa komen dan vote nya yaaa👌👌
Happy Reading 🤗🤗🤗

Tiba-tiba Arya pergi meninggalkan rumah dan membuat semua anggota keluarga kebingungan. Menurut kesaksian security, Arya pergi saat waktu masih menunjukkan pukul 3 pagi. Mereka tidak ada yang berani bertanya karena saat itu Arya pergi dengan terburu-buru. Wajah lelaki itu pun tidak bersahabat. Sehingga para security takut dan segan untuk melontarkan pertanyaan.

Alin tentu saja kebingungan. Sejak tadi ia tidak bisa diam. Sudah berkali-kali ia mencoba menghubungi Arya namun tidak ada jawaban.
Alin mondar-mandir di depan pintu sembari memegang ponselnya. Raut wajahnya terlihat sangat khawatir.

"Alin, makan dulu yuk. Kamu tadi belum sarapan kan?"
Mama Arya berjalan mendekati menantunya. Hari sudah semakin siang tapi menantunya itu belum makan sama sekali. Saat diajak sarapan pagi tadi, Alin bilang ia belum lapar.

"Aku belum lapar Ma."
Mama Arya menghembus nafasnya. Pasrah.

"Sayang, kamu yang tenang ya. Mama yakin Arya pasti baik-baik aja. Mungkin dia sedang ada urusan yang harus dikerjakan." Bu Anita berusaha menenangkan hati menantunya.

Alin menampilkan wajah melas. Sungguh ia tidak bisa tenang saat ini. Suaminya pergi saat mereka sedang ada masalah.

"Mama akan mengerahkan semua pengawal untuk mencari Arya. Jadi kamu yang tenang. Jangan banyak pikiran. Inget ya sekarang kamu lagi mengandung. Baby kamu bergantung sama kamu."

Mendengar kata baby, Alin jadi ingat bahwa kini ia tengah mengandung. Bagaimana bisa Alin melupakan keberadaan anaknya yang saat ini masih bergantung pada dirinya? Egois sekali.

Alin mengelus perutnya. Setitik air membasahi pipinya.

"Maafin Mami ya sayang. Mami hampir melupakan keberadaan kamu." Batin Alin.

"Aku mau makan Ma."

Mama Arya tersenyum bahagia.
"Yuk kita masuk. Mama temani kamu makan ya."
Alin mengangguk.

Alin menelan makanan nya dengan susah payah. Berbagai makanan lezat yang ada dihadapannya terasa hambar di mulutnya. Alin tidak berselera untuk makan tapi ia tetap harus makan. Ia tidak boleh egois. Ini demi anaknya.

"Makan yang banyak supaya si baby cepat besar dan tumbuh sehat."
Alin tersenyum tipis menanggapinya. Mama mertuanya begitu baik. Beliau sangat sayang pada Alin.
Alin bukan hanya dianggap menantu di keluarga ini tapi ia sudah seperti anak kandung bagi Bu Anita dan suaminya.

Setelah makan, Bu Anita meminta Alin untuk istirahat di kamar. Beliau mengatakan agar Alin tidak perlu memikirkan Arya yang saat ini entah pergi ke mana. Pengawal sudah di kerahkan untuk mencari keberadaan Arya.

Alin menyandarkan punggungnya di kepala ranjang. Kedua tangannya memeluk frame yang berisi fotonya dan juga Arya.

Alin mengingat ucapannya pada Arya semalam.

"Supaya Mas bebas mendekati wanita-wanita lain di luaran sana?"

"Nggak sayang. Kenapa kamu bisa berpikir seperti itu?"

"Entahlah tapi menurutku itu adalah alasan yang paling logis atas tindakan yang kamu lakukan ini."

"Enggak. Kamu harus tahu, mas sangat mencintai dan menyayangi kamu. HANYA KAMU!"

"Yahh untuk sekarang memang hanya aku satu-satunya di hati kamu, tapi nanti_,"

"Kamu akan selalu di hati mas, sekarang dan selamanya!" Ucap Arya tegas.

"Apa kata-kata ini juga pernah kamu ucapkan saat bersama Mbak Ana dulu?"

"Kenapa kamu jadi bawa-bawa Ana? Ini nggak ada hubungannya dengan Ana sayang." Arya berusaha untuk bersikap sabar dalam menghasilkan suaminya.

"Jelas ada. Mbak Ana adalah mantan kamu. Selamanya dia akan selalu ada kaitannya dengan kamu. Dalam hidup kamu sudah ada nama dia lebih dulu ketimbang aku."

Arya menggelengkan kepalanya. Arya tidak menyangka istrinya akan mengatakan demikian. Apa sebenarnya yang ada di kepala Alin. Arya tidak bisa menebak itu semua.

"Sayang, please! Jangan membawa orang lain ke dalam rumah tangga kita. Ini urusan kita berdua. Nggak ada sangkut pautnya dengan Ana."
Arya tidak mau Alin menyertakan Ana di dalam masalah ini. Bukan karena Arya masih sayang pada Ana tapi inti dari masalah ini bukanlah wanita di masa lalunya itu.

"Hahaha kenapa? Kamu nggak suka ya kalau aku bahas soal Mbak Ana?Kamu nggak terima kalau aku ngomongin_,"

"Sayang stop! Oke kalau kamu memang ingin pernikahan kita tetap terlaksana. Baik. Mas, akan kabulkan!"

Alin ingat setelah mengatakan itu, Arya keluar dari kamar dan meninggalkan Alin yang menangis hingga ia ketiduran. Alin pikir, Arya keluar hanya untuk menenangkan pikirannya namun nyatanya suaminya itu tidak kembali ke kamar.

Alin jadi menyesal karena menuduh Arya yang tidak-tidak. Harusnya ia berbicara dengan baik agar masalah mereka ini selesai. Bukannya marah-marah dan menuduh suaminya selingkuh.

"Maafin aku Mas. Aku salah karena menuduh kamu selingkuh." Setetes air mata mengalir di pipi Alin.

Pagi hari, Alin seperti mendapat angin segar saat pesan-pesan yang kirim pada Arya akhirnya di baca. Alin segera menghubungi Arya untuk menanyakan keberadaan suaminya saat ini.

Tut... Tut... Tut...

Tut... Tut... Tut...

Tut... Tut... Tut...

Tiga kali Alin melakukan panggilan, belum ada jawaban. Padahal beberapa menit yang lalu Arya masih terlihat sedang online.
Alin tidak menyerah. Ia terus menghubungkan Arya namun hasil sama. Tidak ada jawaban dari seberang sana.
Alin akan mencoba satu kali lagi. Kalau sampai tidak di jawab juga oleh Arya, Alin menyerah.

Tut... Tut... Tut...

" Halo".

Alin terdiam saat panggilannya di jawab. Ia melihat layar ponselnya, apakah ia salah menelpon? Tidak. Ini tidak salah. Alin menelpon Arya, suaminya. Tapi kenapa yang menjawab adalah perempuan.

"Halo". Ucap dari seberang sana.

Deg.... Jantung Alin rasanya berhenti saat mendengar suara perempuan dari seberang sana.

"Ha_halo. I_ni siapa?"

"Arya nya masih di kamar mandi tuh. Kamu mau ngomong sama Arya ya? Tunggu ya dia lagi di kamar mandi". Orang yang menjawab panggilan Alin itu tidak menjawab pertanyaannya. Ia malah memberitahu informasi lain tentang Arya.

"Mas Arya di kamar mandi?"

"Iya. Dia baru bangun tidur. Semalam begadang. Kamu gimana_,"

Tut....

Alin memutuskan panggilannya. Ia meremas ponselnya kuat-kuat. Ia sangat mengkhawatirkan Arya dan Arya justru....
Ah rasanya Alin tidak sanggup memikirkan kelanjutannya.
Tanpa diminta, air mata turun membasahi pipi Alin. Alin menekuk kedua kakinya dan menyembunyikan wajahnya di antara dua lutut nya.

Double JobsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang