LVII

18.1K 1.4K 161
                                    

Haiii semua....
Ini buat yang minta double up.
Di baca dengan teliti ya. Jangan pakai emosi 👌
Oh ya kalau boleh follow akun aku dong😄
Langsung aja lah cuss dibaca
Happy Reading 🤗🤗🤗

@warsinah1121 (barang kali ada yang mau follow aku IG aku😄😄)

"Kalau kamu ingin bertemu Alin, selesaikan masalah mu dengan Ana!!"

Kata-kata Mamanya masih teringat jelas dipikiran Arya. Arya tidak diperbolehkan bertemu Alin sebelum ia menyelesaikan masalahnya dengan Ana. Arya bingung, bagian mananya yang harus ia selesaikan? Ia dan Ana tidak memiliki hubungan apapun. Hatinya memang masih berdesir saat berada di dekat Ana, tapi hanya sebatas itu. Apakah hal itu bisa di katakan bahwa ia masih mencintai sang mantan??

Sudah dua hari ini Arya tidak diperbolehkan bertemu dengan Alin. Istrinya itu dibawa oleh Mamanya ke rumah orang tuanya.

Arya tidak tahu penyebab Alin pingsan. Saat dokter datang memeriksa istrinya, bu Anita menghalangi anaknya untuk ikut masuk ke kamar. Arya hanya dibolehkan membopong Alin ke kamar mereka. Setelahnya Arya diusir keluar dengan bantuan pengawal Mamanya yang berbadan besar.

Arya tidak hanya berdiam diri. Ia sudah mencoba untuk menemui Alin di rumah Mamanya, tapi lagi-lagi langkahnya digagalkan. Saat Arya berada 50 meter dari rumah Mamanya, saat itu pula para pengawal Bu Anita mencegahnya. Arya langsung diusir untuk menjauh.

Tidak ada Alin, artinya tidak ada Marsya juga di sisinya. Anak kandung Arya itu tidak mau pisah dari Maminya. Saat tahu Maminya akan dibawa oleh sang Oma, Marsya melangkah lebih dulu masuk ke dalam mobil. Ia tidak mau ditinggal di rumah. Bocah kecil itu ingin selalu menempel pada Alin.

Kangen?? Tentu saja Arya kangen dengan momen-momen kebersamaannya dengan anak dan istrinya. Menyesal? Jelas. Ia sangat menyesal. Kalau bisa, Arya ingin mengembalikan kebahagiaan yang baru dirasakannya sesaat.

"Aa'" Arya tersadar dari lamunannya saat mendengar suara Ana.

"Iya An. Ada apa?"

"Enggak!Kamu kenapa? Ada yang lagi kamu pikirin ya?" Tanya Ana lembut.

"Aku lagi mikirin anak dan istriku An."

"Maaf ya a'. Gara-gara aku, aa' harus berpisah dari mereka."

"Enggak An! Ini semua hanya kesalahpahaman saja. Aku hanya perlu bersabar dan menunggu waktu yang tepat untuk bisa menjelaskan pada istriku."

"a'" Ana memegang tangan Arya yang berada di atas meja. Saat ini mereka ada  di sebuah cafe untuk makan siang bersama.
Arya menatap tangannya yang digenggam Ana.

"Aa' benar-benar udah cinta ya sama si Alin?"

"Kenapa kamu bertanya seperti itu An? Aku sangat mencintai Alin. Kalau aku tidak mencintainya untuk apa aku menikahinya?"

"Lalu yang kemarin itu apa a'? Kenapa aa' memberikan perhatian padaku dan juga anakku? Aa' ingin mempermainkan kami?"

"An, aku tau aku sudah melakukan kesalahan. Aku kemarin khilaf. Aku terlalu excited saat bertemu kamu sampai-sampai aku tidak bisa mengendalikan perasaanku sendiri."

"Kalau seperti itu, tandanya di dalam hati aa' masih ada nama aku. A'a masih cinta sama aku."

"Enggak An! Aku_aku udah nggak cinta sama kamu!"

"Aa' jahat!! Aa' Memberikan harapan palsu ke aku!!" Ana memekik. Untung mereka memesan ruang yang kedap suara.

"An, aku tidak bermaksud memberikan harapan sama kamu. Seperti yang tadi aku bilang. Aku tidak bisa mengontrol diriku saat kita bertemu. Aku terlalu senang saat bertemu kamu. Lalu setelah adanya kejadian ini,aku jadi sadar aja perasaanku. Perasaan ini hanya kesalahan."

" A'a aku_ aku masih cinta sama Aa'."

Arya langsung menarik tangannya dari genggaman Ana.

"An, apa maksud kamu? Kita nggak ada hubungan apa-apa."

"Kita memang nggak ada hubungan apa-apa a' tapi aku beneran masih cinta sama kamu. Awalnya aku tidak berharap apapun dari kamu. Aku pikir kamu udah bahagia sama orang lain. Saat aku ngajak kamu makan siang dan kamu mengiyakannya aku sangat senang. Aku merasa ada angin segar dalam hidupku. Aku tidak berharap banyak saat itu tapi aku lihat respon kamu yang kamu berikan ke aku sangat baik. Rasa cinta yang sempat hilang itu kembali muncul a'. Aku cinta sama kamu a'a."

Arya menggelengkan kepalanya.
"Enggak An! Aku nggak cinta sama kamu. Cintaku hanya untuk Alin saat ini. Maafin aku karena sudah mempermainkan mu an. Cintaku hanya untuk istriku,Alina Pramesti!"

Air mata Ana luruh begitu saja. Arya harus tega melihat orang yang pernah ia sayang menangis di hadapannya. Ia tidak boleh lemah. Ia harus menghalau perasaan yang ingin timbul dalam dirinya. Ini semua demi menjaga perasaan istrinya.
Alin memang tidak melihat tapi akan sangat menyakitkan jika ia melakukannya di belakang Alin.

🍀🍀🍀

Arya menunggu di depan rumah orang tuanya. Ia tidak sendiri. Para pengawal mama nya berada di kanan-kiri nya. Bukan untuk menjaga Arya dari orang-orang jahat tapi untuk menjaga Arya agar tidak berbuat jahat. Mereka di tugaskan untuk mengawasi Arya agar tidak berbuat onar yang bisa menganggu penghuni rumah.

Untuk bisa ke tahap ini, Arya harus mengemis pada mama nya. Ia merendahkan dirinya serendah-rendahnya agar sang mama mengizinkannya mendekati rumah orang tuanya.

Arya menyandarkan badannya di gerbang besi itu. Matanya menelisik ke dalam rumah. Siapa tahu ia bisa melihat Alin dari kaca jendela besar di rumah mamanya.

"Den Arya, lebih baik pulang. Hari sudah gelap." Ucap salah seorang pengawal.
Pengawal ini yang tadi memberikan akses pada Arya untuk berbicara dengan Mamanya.

"Enggak Pak. Saya mau menunggu Alin di sini sampai dia mau menemui saya."

"Maaf Den. Menurut saya, percuma Den Arya melakukan ini. Nyonya tidak akan membiarkan non Alin bertemu dengan Aden."

Arya melirik pengawal itu dengan tajam. Ia maju satu langkah mendekati pengawal yang berbicara padanya. Dicengkramnya kerah baju lelaki itu.

"Jaga mulutmu atau saya akan membungkam mulutmu selama-lamanya!!"

"Maaf den. Saya hanya mengatakan yang sebenarnya. Apa yang aden lakukan ini percuma karena aden tidak akan pernah bisa bertemu dengan non Alin"

Bugh... Bugh.... Bugh...

"Kurang aja!" Arya terus memukuli wajah pengawal itu dengan brutal. Pengawal lain yang berada di sana segera melerai. Mereka hanya menjauhkan tubuh Arya agar tidak memukuli rekannya lagi. Sebenarnya mereka di beri kebebasan jika ingin memukul Arya tapi mereka tidak menggunakan kesempatan itu. Mereka tau diri. Mau bagaimana pun Arya adalah anak bos mereka.

"Lepas! Lepaskan saya!"

"Aden tidak akan bertemu dengan non Alin ataupun non Marsya!" Arya menghempaskan tangannya yang di pegangi kedua pengawal itu.

"Jaga ucapan kalian!Saya pasti bertemu dengan anak dan istri saya!" Arya mencengkram kerah baju si pengawal.

"Tidak. Aden tidak akan bertemu dengan mereka karena nyonya sudah membawa non Marsya dan non Alin pergi dari sini."

"Apa maksud kalian!?"

"Tadi pagi nyonya membawa semua keluarga meninggalkan rumah ini."

"Kalian bercandakan? Hahaha kalian ingin membohongi saya agar saya pergi dari sini kan?"

"Tidak den! Apa yang saya katakan ini benar. Tidak ada orang di dalam rumah kecuali asisten rumah tangga." Melihat kesungguhannya dari wajah para pengawal, Arya berpikir bahwa apa nyang mereka ucapkan benar adanya.

"Kemana Mama membawa anak dan istriku pergi?"

"Maaf den. Kami sendiri tidak tahu kemana nyonya dan yang lain pergi.
Nyonya pergi mendadak tadi pagi."

Cengkraman Arya mengendur. Tubuhnya melorot jatuh ke lantai. Masalahnya dengan Ana sudah selesai. Tapi kenapa Mamanya justru membawa sang istri pergi jauh dari nya.

Pantas Mamanya memberikan izin padanya untuk menunggu di depan rumah. Ternyata rumah ini kosong.

Arya menonjok lantai berubin paping itu sambil berteriak.

"Aaaaaa.... MAMA KEMBALIKAN ANAK DAN ISTRIKU!!"

Double JobsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang