XXIII

25.3K 1.6K 5
                                    

"Pakl!"

"Hmm"

"Gimana perasaan Bapak sekarang?".

"Biasa aja." Jawab Arya cuek. Alin memutar bola matanya malas.Saat menjawab pertanyaannya, lihatlah gaya laki-laki itu. Menyebalkan. Kaki kanan disilangkan di atas kaki kiri. Tangannya bertautan ia letakan di atas paha. Tatapan nya datar ke depan.

"Yakin?"

"Iya. Memang perasaan saya harus bagaimana?"

"Bapak nggak sakit hati atau iri gitu liat mantan bersanding dengan lelaki lain di pelaminan?"

"Enggak. Saya sudah pernah melihat seperti itu sebelumnya." Arya mengarahkan dagunya ke atas pelaminan.

"Mantan istri Bapak aja udah dua kali, masa Bapak belum sama sekali? Emang nggak pengen jadi pengantin baru lagi hmm? Atau jangan-jangan, Bapak belum move on ya?" Alin tahu bahwa Clarissa pernah menikah lagi setelah bercerai dari Arya. Ini adalah pernikahan ketiga baginya.

Arya memutar badannya hingga kini ia dan Alin saling berhadapan.

"Sebelum saya menjawab pertanyaan kamu, boleh saya bertanya lebih dulu?"
Dengan mantap Alin mengangguk.

"Emang kamu sudah siap untuk berdiri seperti Clarissa dan Gusti di atas sana?"

Mendapat pertanyaan seperti itu, Alin justru bingung.
"Kenapa nanya ke saya?"

"Ya karena jawaban saya, bergantung pada jawaban yang akan kamu."
Alin hanya menatap Arya dengan tatapan bingung.

"Kok gitu?"

"Saya lagi berusaha mendekati kamu artinya saya serius sama kamu. Saya ingin hubungan kita berujung seperti itu." Arya menunjuk ke atas pelaminan.

"Kalau saya menolak Bapak gimana?"

"Emang kamu berani menolak saya?" Tanya Arya seolah menyepelekan Alin.

"Berani!"

Arya memajukan wajahnya tepat di depan wajah Alin. "Coba katakan sekarang! Saya mau dengar!"

Alin menatap bola mata Arya yang tidak bergerak sama sekali. Laki-laki itu selalu fokus saat memandangi sesuatu.

"Kenapa? Nggak berani nolak saya kan? Sebenar kamu sudah jatuh cinta sama saya tapi kamu yang terlalu gengsi mengutarakan hal itu."

Alih mendesis. Ia mendorong wajah Arya agar menjauh. Lebih baik ia diam saja. Malas jika di teruskan. Dia akan selalu kalah jika beradu argumen dengan Arya.

Hari ini adalah hari pernikahan Gusti dan Clarissa. Pagi tadi mereka sudah melaksanakan akad nikah. Suasana haru begitu terasa saat Clarisa minta doa restu pada Mama Anita. Walaupun diantara keduanya sudah tidak memilih hubungan apa-apa, baik Mama Anita ataupun Clarissa tetap menjalin silaturahmi dengan baik. Clarissa sudah menganggap Mama Anita seperti ibu kandungnya sendiri.

Ini bukanlah pernikahan pertama untuk Clarissa tapi yang namanya momen sakral seperti ini selalu ada hal yang tidak bisa dilupakan.
Alin sempat bertanya pada Clarissa sebelum akad nikah dimulai. Apakah ia deg-degan? Clarissa menjawab ya. Dia deg-degan. Ia takut Gusti tidak bisa mengucapkan ijab kabul dengan lancar.

Alin sejak pagi sudah berada di gedung pernikahan. Ia menemani Marsya dan juga Anita, Mama Arya. Papa Arya tidak bisa hadir karena kesehatan beliau sedangkan Arya memilih untuk tetap bekerja dan datang di acara resepsinya.

Arya dan Alin duduk berdua saja. Mama Arya sudah pulang karena beliau tidak tega meninggalkan suaminya terlalu lama. Marsya?? Anak itu ikut duduk di pelaminan bersama Mama dan juga Papa barunya.
Ini yang Alin suka dari Arya. Lelaki itu tidak membatasi Clarissa untuk bertemu anak mereka. Clarissa benar-benar di berikan waktu untuk bisa dekat dengan Marsya. Sejak pertemuan mereka waktu itu, Marsya lebih sering bertemu dengan Clarissa tapi harus ada Alin di sampingnya. Jadilah Alin tidak pernah bekerja dengan maksimal. Jam berapapun Clarissa ingin bertemu dengan Marsya, Alin juga harus menyiapkan dirinya.

"Pak, Bapak ngasih kado apa buat mereka?" Tanya Alin iseng.

"Kenapa bertanya? Bukannya kamu sudah tahu." Kedua alis Alin menyatu. Ia bingung apa maksudnya?

"Saya tau darimana? Bapak aja nggak ngasih tau!" Alin tidak terima. Walau begitu ia tetap berpikir ucapan Arya. Ia mencoba mengingat-ingat. Setelah hampir satu menit, memori otaknya tidak menemukan adegan atau rekaman Arya telah memberitahunya tentang kado.

Arya menghembuskan nafas pelan dan melirik Alin secara perlahan.

"Kamu inget setelah meeting malam itu kita pergi kemana?" Alin mencoba mengingat dan kemudian mengangguk.

"Showroom?" Alin menjawab dengan ragu. Ia sedikit lupa.

"Kamu juga kan yang udah milih hadiahnya?" Alin mencoba mengingat kembali.

"Nggak usah ngarang deh Pak. Milih apa coba. Waktu itu kan Bapak nanya mob_ Jangan bilang mobil yang waktu itu buat kado?"

"Heem. Itu memang buat kado buat mereka."

"What!!" Alin tidak sadar berucap dengan keras. Para tamu yang duduk tak jauh dari mereka menoleh. Alin yang tak enak hati meminta maaf dengan menangkup kedua tangannya di depan dada.

"Bapak nggak lagi bercanda kan?" Kali ini Alin akan mengontrol perkataannya. Ia tidak boleh kelepasan seperti tadi. Bisa malu dia.

"Saya tidak suka bercanda."

"Pak, tapi mobilnya mahal banget lho."

"Bagi saya itu tidak mahal. Malahan mobil itu terbilang murah."

" Shombong amat!"

Alin geleng-geleng kepala sendiri. Gila. Kado pernikahan mobil? Wow banget.

"Bukannya setelah menikah Mbak Clarissa sama suaminya bakalan tinggal di luar negeri? Terus mobilnya gimana?? Mau dibawa ke sana?"

"Enggak. Mungkin mobilnya akan mereka jual."

"Terus kenapa dibeliin mobil, kalau ujung-ujungnya dijual?" Tanya Alin geregetan.

"Ya nggak pa-pa. Buat kerjaan mereka aja."
Alin menggelengkan kepala. Haduhhh. Kepalanya terasa pusing karena ulah absurd Arya.

Alin ingat saat itu, ia dan Arya baru saja selesai meeting. Alin ingin langsung pulang karena ia sudah sangat lelah,tapi Arya memintanya untuk menemani lelaki itu pergi ke showroom mobil. Akhirnya alin mengikuti perintah bos nya itu. Lagipula Alin kan pergi dengan Arya,jadi menurutnya ia juga harus pulang dengan Arya. Lumayanlah bisa menghemat pengeluaran.
Sampai di tempat yang mereka tuju, Arya bertanya mobil mana yang harus ia beli kepada Alin. Kondisi badan yang sudah lelah, membuat Alin dengan asal menunjuk mobil yang akan di beli Arya.

Resepsi pernikahan Clarissa sudah selesai. Pasangan pengantin baru itu turun dari pelaminan dengan si lelaki menggendong seorang anak kecil yang tak lain adalah Marsya.

"Elo jahat banget Ar! Kenapa elo nggak datang di acara akad nikah gue!" Semprot Clarissa saat mereka sudah tiba dihadapan Arya dan Alin.

"Males. Gue sibuk."

"Cih. Sok sibuk. Alin, Mama sama Marsya aja bisa datang dari pagi. Untuk Papa gue maklumat lah karena beliau lagi masa penyembuhan. Elo malah mentingin pekerjaan! Sahabatku macam apa elo?"

Mulai. Rasanya Alin ingin menutup kedua telinganya. Jika sudah bertemu, pasti Clarissa akan mengomel pada Arya. Kebiasaan baru yang Alin baru ketahui dari seorang Clarissa Aurelia si model terkenal.

Arya dan Clarissa sudah bersahabat sejak lama. Tepatnya saat mereka masih sama-sama duduk di bangku taman kanak-kanak. Mereka menikah karena perjodohan. Pernikahan mereka berakhir karena diantara mereka tidak ada kecocokan. Mereka sering bertengkar hanya karena masalah sepele.
Bukannya mereka tidak mau mempertahankan, mereka pernah mencoba. Demi anak. Itulah kata yang terucap dari mulut masing-masing. Namun lama kelamaan pertengkaran mereka semakin menjadi apalagi Clarissa saat itu mengalami baby bluse. Emosi nya mudah tersulut hanya karena masalah kecil.

Tiga bulan setelah Marsya terlahir ke dunia, keduanya memutuskan untuk berpisah.

Double JobsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang