XLIII

18.5K 1.4K 20
                                    

"Sayang kenapa kok matanya sembab gitu. Mata dan hidung kamu juga merah? Kamu habis nangis?"

"Enggak Mas. Aku nggak nangis. Aku baru bangun tidur makanya mata aku merah." Elak Alin.

"Suara kamu kenapa serak?"

"Aku lagi pilek. Makanya suara aku serak. Ini hidung aku juga jadi merah kayak badut. Hehehe." Alin berusaha meyakinkan Arya dengan alasan yang ia buat.

"Beneran?"

"Iya. Mas nggak percaya sama aku??"

Arya tengah menelpon Alin. Ia terkejut karena mata Alin yang sembab dengan hidung dan mata yang memerah.

"Kerjaan di sana belum selesai Mas?"

"Belum sayang. Kenapa kangen ya?" Alin hanya tersenyum.

"Mas..,"

"Iya sayang. Kenapa?"

"Aku mau ngomong sesuatu. Boleh?"

"Tentu saja. Kamu mau ngomong apa?"

"Soal pernikahan kita." Wajah Arya menampakan binar kebahagiaan. Jika membahas pernikahan, Arya sangat semangat.

"Kenapa sayang? Kamu mau usul sesuatu untuk pernikahan kita nanti?" Jika memang iya, Arya pasti akan mengabulkan keinginan Alin. Justru ini yang ia tunggu-tunggu.

"Bukan itu yang mau aku omongin."

"Terus kamu mau ngomong apa hmm?"

"Ekhem....apa nggak sebaiknya pernikahan ini kita bicarakan lagi ya kelanjutannya?" Tanya Alin hati-hati.
Senyum yang tadi terpancar jelas di bibir Arya, seketika luntur.

"Maksud kamu apa sayang?"

"Ya dibicarakan lagi. Dipikirkan lagi. Keputusan ini sudah benar atau belum?"

Raut wajah Arya langsung berubah.
"Kamu istirahat saja. Sepertinya kamu beneran sakit. Omongan kamu ngelantur."

"Aku nggak_,"

"Kita sudahi pembicaraan ini. Mas masih ada kerjaan."

Baru kali ini Arya mematikan teleponnya terlebih dulu. Biasanya Alin yang melakukan hal itu.

Arya meremas ponselnya. Ia tidak percaya dengan apa yang Alin katakan tadi. Ada apa dengan gadis itu? Tidak ada angin dan tidak ada hujan tiba-tiba membahasa hal aneh ini. Arya penasaran apa yang membuat Alin seakan ragu untuk melangkah ke jenjang agar pernikahan bersamanya. Ia harus segera mencari tahu alasannya.

Arya mendial nomer seseorang di ponselnya.

"Rico, siapkan pesawat sekarang juga. Saya akan pulang malam ini."

Tidak mau mendengar sanggahan dari asistennya, Arya langsung mematikan sambungan teleponnya. Ia harus segera pulang untuk bertemu dengan Alin.

Berbeda dengan Arya yang marah, Alin justru menangis sendirian di dalam kamar. Ia tahu Arya pasti akan marah dengan pembicaraan mereka tadi. Ia sendiri tidak yakin dengan keputusan nya kali ini. Apakah itu keputusan yang benar atau tidak.

"Maafin aku Mas."

Pagi hari rumah Alin dibuat geger dengan kedatangan Arya. Alin tidak menyangka jika Arya ada di rumahnya sepagi ini. Bukankah semalam Arya masih ada di London sana?

"Ada apa elo pagi-pagi ke sini?"

"Gue ada urusan sama adik loe. Boleh gue ajak dia pergi?"
Raka melihat ada sesuatu yang telah terjadi antara adiknya dan sahabatnya ini.
Tadi saat tahu Arya yang datang, Alin justru masuk ke dalam kamar dan berkata ingin bersiap-siap pergi ke kantor. Padahal ini masih jam setengah 6. Terlalu pagi untuk bersiap bekerja.

Double JobsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang