LVI

17.1K 1.3K 218
                                    

Hai guy's... 🙋
Maaf ya kemarin nggak bisa double update. Lagi nggak bisa mikir.😃
Silahkan di lanjutkan baca cerita Alin dan Arya. Maaf kalau tidak sesuai dengan ekspektasi kalian semua.
Happy Reading 🤗🤗🤗

Tubuh Alin menegang saat melihat Mama mertuanya masuk ke dalam food court dengan diikuti oleh dua orang yang Alin hindari. Siapa lagi kalau bukan Arya dan Ana. Mereka berjalan menunduk dikawal beberapa bodyguard berbadan besar. Kalian pernah melihat adegan penjahat yang ditangkap oleh polisi?? Nah seperti itulah mereka.

Pelan tapi pasti, langkah mereka semakin dekat pada Alin yang masih terpaku dengan kedatangan mereka.

Saat Arya mengangkat kepala, tatapan matanya bertemu dengan tatapan mata Alin. Namun Alin buru-buru memutus kontak mata di antara mereka.

Alin berdiri mendekati Mama mertuanya. "Mama."

Dari ekor matanya, Alin melirik sekilas pada Arya. Ia ingin melihat ekspresi lelaki itu. Tapi ia mengalami kesulitan karena Arya lebih sering menunduk.

"Kamu kaget dengan hasil buruan yang Mama dapatkan?" Alin tersenyum. Mama Anita menghembuskan nafas kasar.

"Kita langsung pulang aja ya sayang. Kita makan siang di rumah. Masih kuat kan nahan laparnya?" Alin mengangguk. Jelas bisalah. Sebenarnya kan Alin tidak lapar. Alasan itu dia gunakan agar Mama mertuanya tidak melihat keberadaan suaminya. Eh tidak taunya justru Mamanya yang membawa Arya dihadapannya.

Mereka pergi meninggalkan food court sebelum menikmati makanan yang sudah di pesan. Makanan-makanan yang sudah terlanjur di pesan menjadi urusan pengawal mereka. Entah itu mau mereka makan semua atau di berikan pada orang yang membutuhkan.

Alin, Mama Anita, Arya, Marsya dan Ana berada dalam mobil yang sama. Alin duduk di samping Mama mertuanya sambil memangku Marsya. Arya duduk di depan bersama supir sedangkan Ana, duduk sendirian di belakang.
Di dalam mobil hanya ada keheningan. Tidak ada satupun diantara para orang dewasa itu membuka mulutnya. Hanya Marsya yang sibuk berceloteh mengomentari adegan kartun yang dilihatnya.

"Mami."

"Iya sayang."

"Kata Mami, kita nggak boleh bohong kan?" Alin mengangguk.

"Tapi kenapa kancil ini berbohong mi. Dia udah bohongin buaya." Marsya menunjukan tablet nya yang sedang memutarkan cerita si kancil dan buaya.

"Apa yang dilakukan kancil tidak sepenuhnya salah sayang. Dia melakukan hal itu untuk menyelamatkan diri. Coba kalau dia berkata jujur, pasti dia bakalan di makan sama buaya."

"Jadi kita boleh bohong supaya nggak di makan buaya ya Mi?" Alin tersenyum mendengar pertanyaan polos putrinya.

"Berbohong itu memang dilarang sayang, tapi kalau berbohong untuk kebaikan sepertinya tidak masalah. Asalkan kita bisa mempertanggung jawabkan apa yang kita ucapkan. Tapi Mami tetap nggak mau anak Mami ini melakukan kebohongan. Nanti kalau Marsya sering bohong hidungnya panjang loh kayak Pinokio." Alin menjawil hidung Marsya dan membuat anaknya itu tertawa.

"Pinokio yang hidungnya panjang kayak gajah ya Mi? Hahaha lucu. Hidungnya panjang."
Alin tertawa pelan. Ia tahu situasi kali ini bukanlah saat yang tepat untuk tertawa terbahak-bahak. Biarkan saja Marsya yang tertawa untuk mengisi keheningan di antara para orang dewasa.

Sampai di rumah, mereka semua turun satu per satu dari dalam mobil. Arya ingin membantu Alin yang kesusahan karena menggendong Marsya yang tertidur tapi bu Anita melarang nya dan menyuruh baby sitter sang cucu untuk membantu menantunya.

"Silahkan kalian semua duduk." Perintah Bu Anita yang di turuti oleh ketiganya. Mereka berbicara di ruang kerja Arya. Bu Anita tidak ingin ada yang mendengar pembicaraan mereka. Pembicaraan ini tertutup dan hanya boleh di ketahui oleh mereka saja. Permasalahannya sudah jelas. Arya bermain api di belakang istrinya.

Double JobsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang