XLII

18.5K 1.3K 19
                                    

Ayu melihat ada hal aneh dari kakak sepupunya. Dilihat dari luar memang tidak terjadi apa-apa. Alin masih melakukan kegiatannya seperti biasa. Bekerja, bermain dengan kedua keponakannya dan membantu Ibunya memasak. Tidak ada yang berbeda.

Tapi kejelian Ayu memang patut di acungi jempol. Hal yang tidak orang lain lihat ia bisa melihatnya. Ia bisa menebak ada yang tidak beres dari Alin. Alin sering melamun. Jika di tanya, ia akan menjawab dengan jawaban yang tidak nyambung dengan pertanyaan yang diberikan.
Jika Ayu bertanya ada apa,Alin pasti akan mengatakan tidak apa-apa. Oh ayolah. Ayu juga perempuan. Kata tidak apa-apa untuk perempuan memiliki arti sebaliknya.

Hasil analisa Ayu, perubahan itu terjadi setelah mendengar omongan tiga karyawan perempuan tempo hari.
Alin tidak memperpanjang masalah itu. Ia sudah memaafkan ketiga perempuan itu. Bahkan rekaman yang Ayu miliki, di hapus oleh Ayu atas permintaan Alin. Ayu juga tidak boleh melaporkan mereka bertiga pada Arya.

Arya belum pulang. Ia masih mengurusi pekerjaan yang ternyata masih membutuhkan campur tangannya. Rico, asisten pribadi Arya tidak bisa menanganinya sendiri.

Setiap hari Arya masih menelpon Alin. Mereka seperti biasanya

"Mbak!" Alin terkesiap mendengar Ayu yang berteriak di dekat telinganya.

"Ayu, jangan teriak-teriak gitu. Mbak nggak budek! Kamu nggak malu tuh diliatin banyak orang!"
Mereka berdua sedang berada di kantin yang cukup ramai. Mendengar Ayu berteriak tentu saja membuat orang-orang di sekitar menatap mereka.

"Ayu nggak akan teriak kalau Mbak langsung ngerespon omongan Ayu."

"Emang kamu ngomong apa?"

"Tuh kan! Mbak kenapa sih. Ada yang lagi di pikirin?" Ayu memegang kedua tangan Alin.

"Mbak nggak pa-pa." Jawaban andalan Alin saat ada yang bertanya.

"Dibalik kata nggak pa-pa pasti ada apa-apa. Ayolah Mbak! Cerita ke Ayu. Biasanya Mbak selalu curhat kalau ada masalah."

"Ya kan kalau ada masalah. Saat ini, Mbak nggak ada masalah kok. Jadi tenang aja." Senyum yang terbit di bibir Alin bukanlah senyum tulus seperti yang biasa Ayu lihat. Ayu tahu ada sesuatu yang disembunyikan oleh Kakak sepupunya.
Oke. Tidak masalah. Ayu akan mencari tahu sendiri.

Saat jam pulang kantor, Alin tak sengaja bertemu dengan ketiga perempuan yang pernah mengatainya. Mereka menyunggingkan senyum pada Alin. Alin tentu saja membalasnya.

"Selamat sore Bu." (A)

"Iya selamat sore. Mau pulang?" Tanya Alin ramah. Ketiganya mengangguk.

"Hati-hati di jalan ya."

"Iya Bu. Kami duluan." Alin mengangguk.
Setelah kepergian mereka, Alin tersenyum sambil jingkrak-jingkrak sendiri.
Ia sangat senang dengan respon yang diberikan mereka bertiga. Mereka tidak lagi membenci Alin. Mereka juga memberikan senyum yang membuat Alin sangat bahagia.

"Mbak sehat?"

"Astaghfirullah. Ayu kamu udah di sini dari tadi?"

"Lumayan! Dari Mbak ngobrol sama mereka bertiga sampai jingkrak-jingkrak nggak jelas gini."

"Hehe Mbak seneng banget karena mereka udah nggak ngata-ngatain Mbak lagi. Mereka tadi juga senyum loh sama Mbak."

"Idih segitu senengnya dapat senyum dari mereka."

"Ya jelaslah. Mereka kemarin ngomongin Mbak sampek segitunya. Mbak jadi kepikiran terus. Mbak bertanya-tanya kenapa mereka sampek ngomong gitu. Mbak salah apa ke mereka."

"Jadi dari kemarin Mbak sering ngelamun itu gara-gara mikirin kata-kata mereka?" Alin mengangguk.

"Iya tapi sekarang Mbak udah nggak pa-pa. Mbak seneng karena mereka udah nggak ngata-ngatain Mbak lagi."

"Ya jelaslah. Mbak lagi ada di depan mereka, nggak mungkin mereka berani buka mulut di depan Mbak. Siapa tahu, di belakang Mbak, mulut mereka masih lancang kayak kemaren."

Bibir Alin mengerucut. "Jangan su'udzon kamu. Nggak baik. Siapa tau mereka beneran berubah. Lagian kamu kayak seneng banget Mbak jadi bahan omongan mereka."

"Bukan gitu. Kuping Ayu masih panas loh kalau ingat omongan mereka kemarin. Kalau bukan karna Mbak, udah Ayu jambak-jambak mereka semua. Bakalan Ayu laporin Bang Arya supaya mereka dihempas dari sini."

"Ih jahat banget. Cocok kamu jadi pemeran antagonis. Ya udah deh kita langsung pulang aja yuk."

"Eh Mbak, kita mampir ke mall dulu ya. Baju putih aku udah jadi kuning nih karena keseringan dipake."

"Iya."

Alin menemani Ayu membeli kemeja putih yang akan di pakai ke kantor.

Mereka sudah sampai di mall dan mulai menjelajahi setiap sudut pusat perbelanjaan itu.

"Yu, belum ketemu baju yang cocok?" Alin sudah mulai kesal karena sudah setengah jam mereka berkeliling Ayu belum menemukan kemeja yang cocok menurut Ayu.

"Belum Mbak. Kemejanya pada aneh-aneh." Ayu berbisik pada telinga Alin karena ada pramuniaga di samping mereka.

"Jadi kita keliling lagi nih?" Tanya Alin yang sudah merasa lelah.

"Iya. Sampai Ayu nemu baju yang cocok pokoknya!"

Alin mendesah. Kemeja seperti apa sih yang inginkan Ayu. Sudah banyak kemeja putih yang mereka temukan tapi tak ada satupun yang menarik hati Ayu.

"Kamu cari sendiri aja ya. Mbak mau ke food court aja. Mbak capek ngikutin kamu."

"Ya udah tapi Mbak jangan pulang dulu ya. Awas aja kalau Ayu ditinggal."

"Iya. Udah sana! Nanti kita kemalaman pulangnya."

Alin memutuskan untuk pergi ke food court. Ia tidak sanggup jika harus menemani Ayu. Bisa naik darah karena semua pilihannya pasti akan di tolak Ayu dengan berbagai alasan.

Alin memesan satu porsi pisang crispy dan minumnya satu cup boba.

"Akting lo boleh juga tadi."

"Ya jelaslah. Gue gitu loh. Harusnya gue jadi artis aja ya ketimbang jadi karyawan."

"Iya. Elo cocok banget jadi artis. Udah cantik, seksi lagi."

"Tapi sayang, cantik dan seksi yang elo punya nggak bisa buat nge luluhin hati Pak Arya."

"Iya emang sialan tuh laki. Gue yang sempurna gini ditolak justru milih upik abu kayak si Alin itu."

Alin kenal dengan suara itu. Suara orang yang pernah menyakiti hatinya dengan omongan pedas mereka.
Jadi ini alasan mereka membenci Alin. Mereka menyukai Arya dan menginginkan Arya?
Tadi mereka bilang apa? Akting? Jadi yang mereka lakukan hanya akting semata. Senyum itu hanya kebohongan? Keramahan itu hanya sebuah bualan? Sungguh kejam mereka semua.

Alin menolehkan kepalanya. Benar kan. Mereka orang yang sama.

"Eh gue baru tahu, cewek yang kemarin itu ternyata sepupunya si Alin." (C)

"Oh pantesan. Berani gitu dia sama kita yang senior ini." (A)

"Iya sebel banget gue kemarin liat dia. Apalagi pas dia nyuruh kita buat minta maaf sama Alin. Ogah banget sebenarnya gue ngelakuin itu" (B)

"Emang loe aja? Gue nangis bombai cuma buat nyari simpatinya Alin aja. Ternyata membodohi dia sangat mudah ya." (C)

"Jelaslah! Dasarnya emang dia bodoh." (A)

"Hahahaha!"

Alin sudah tidak sanggup lagi. Ia segera beranjak dari sana. Ia menunduk agar tidak dilihat oleh mereka.

"Dasar ular! Bermuka dua! Tidak bisa dibiarkan yang seperti ini. Harus segera dimusnahkan!"

Seseorang yang bersembunyi dibalik pilar besar dan tinggi, menggeram marah saat melihat dan mendengar ucapan ketiganya.

Double JobsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang