LXIX

17.3K 1.1K 9
                                    

Hai... Hai... 🙋
Double up nih....
Berhubung waktu itu pernah bilang bakal up setelah reader nya 1k dan nyatanya baru bisa up tadi. Makanya aku mau up lagi sekarang. Biar cerita Alin dan Arya cepet selesai dan Alhamdulillah hampir selesai
Langsung cuss baca aja yuk.
Jangan lupa vote and komennya ya. Aku tunggu banget loh😀😀😀
Happy Reading 🤗🤗🤗

Kalau kata orang, wanita yang tengah hamil itu akan lebih manja pada suaminya, Alin akan mengatakan jika itu memang benar.  Alin merasakan hal itu. Ia jadi lebih manja pada Arya. Kemanapun Arya pergi, Alin akan selalu mengikutinya. Entah itu bawaan bayi atau memang dasarnya Alin yang tidak ingin terpisah dari Arya.

Saat Arya ke kantor, dengan senang hati Alin ikut. Hanya ikut ke kantor. Dia tidak diperbolehkan untuk bekerja. Selama di kantor, Alin hanya menunggu suaminya sambil menonton TV di kamar yang ada di ruangan sang suami.
Dulu, lemari yang ada di kamar ini hanya berisi keperluan Arya mulai dari jas, kemeja, celana, dasi dll namun saat ini di tempat yang sama, isi lemari itu bukan hanya keperluan Arya tapi ada juga milik Alin dan Marsya.

Arya masih sibuk saat pintu ruangannya diketuk. Ia memberikan akses agar seseorang di luar sana segera masuk.

"Maaf Pak_,"

" Papi!"

Belum sempat sekretaris baru Arya menyelesaikan ucapannya, Marsya masuk dengan lesu. Anak itu terlihat sangat lunglai.

"Kakak kenapa? Kok nggak semangat gitu?" Tanya Arya.
Alin dan Arya sepakat akan memanggil Marsya dengan sebutan Kakak agar Marsya merasa terbiasa jika nanti adik mereka telah lahir.

Bona, sekretaris Arya yang baru kembalikan ke ruangannya setelah mengantarkan anak bosnya.

"Aku capek. Mami mana?"
Arya terkekeh dan mengusak rambut Marsya. Ini hari jumat. Biasanya di sekolah Marsya, hari ini adalah jadwalnya olahraga dan anaknya itu paling malas kalau disuruh olahraga. Ada saja alasannya setiap diajak menggerakkan badannya.

"Mami ada di dalam. Kakak ke dalam aja sana." Marsya mengangguk dan berjalan menuju kamar.

Arya kembali fokus pada kerjaan nya. Ia harus segera mempelajari berkas dengan map warna biru itu karena sebentar lagi ia akan rapat bersama rekan kerjanya.

Di dalam kamar, Alin menyambut Marsya dengan pelukan hangat.

"Udah makan?" Marsya mengangguk.

"Capek ya? Emang tadi olahraga apa di sekolah?"

Marsya mengangguk. "Banyak," Jawabnya.
Alin terkekeh. Anaknya itu kalau sedang capek, untuk berbicara pun enggan. Alin mencium kening Marsya dengan gemas. 

"Ganti baju dulu yuk. Abis itu tidur siang sama Mami." Marsya menurut. Alin mengambilkan baju untuk Marsya di dalam lemari dan menggantikan seragam sekolah anak itu.
Selesai mengganti baju, Marsya minta di kelonin dan dalam hitungan menit bocah itu langsung tidur.

Alin menoleh saat pintu terbuka. Arya berdiri sambil merapihkan jas yang ia pakai.

"Kakak udah tidur?"

"Udah Mas. Mau meeting ya?"

"He'em. Mas pergi dulu ya." Arya mendekati Alin dan mencium kening, pipi dan tak lupa bibirnya.
Arya juga membubuhkan ciuman di kening Marsya dan perut Alin di mana anak keduanya sedang tumbuh di sana.

"Mas!"

"Ada apa sayang?"

"Mmm meeting nya lama enggak?"
Mendengar istrinya ragu-ragu bertanya membuat Arya mengulum senyumnya. Biasanya jika Alin bertanya seperti ini, istrinya itu sedang menginginkan sesuatu.

"Sayang, mau apa? Bilang aja?"

"Hmm nanti kita makan di luar yuk. Aku lagi pengen makan nasi liwet."

"Iya. Nanti kita makan di luar habis aku selesai meeting." Wajah Alin sumringah. Ia terlihat begitu bahagia karena keinginannya di kabulkan sang suami.

"Ya udah kalau gitu, Mas meeting dulu ya. Kalau pengen sesuatu bilang aja sama OG yang bertugas. Dia selalu standby." Alin mengangguk.

Sepeninggal Arya, Alin tertidur sambil memeluk Marsya. Di dalam tidurnya ia memimpikan makan nasi liwet dengan ayam goreng, sambal terasi, lalapan, tempe goreng, tahu goreng. Ahhh rasanya sangat nikmat. Ehh ini masih di dalam mimpi ya.
Huh tunggu Alin bangun dulu dan Arya selesai meeting baru keinginannya itu bisa terwujud.

Alin mengerjapkan matanya. Ia memfokuskan pandangannya pada jam yang bergantung di dinding. Alin terlonjak saat jarum pendek itu menunjukkan pukul 14.30.

"Ya ampun aku belum sholat!!" Alin buru-buru ke kamar mandi untuk mengambil wudhu. Setelah itu ia langsung melaksanakan kewajibannya sebagai umat muslim.

Selepas sholat, Alin keluar dari kamar. Ia harus bertanya pada Arya kenapa tidak membangunkannya. Apa Arya juga ketiduran? Ah rasanya tidak mungkin. Lelaki itu jarang sekali tidur siang karena kesibukannya.

Tuh kan benar. Arya tidak tidur. Lelaki itu sedang fokus pada laptopnya.

"Mas!! Kok nggak bangunin aku sih? Gara-gara Mas! Aku nggak jadi makan siang sama nasi liwet hari ini! Padahal aku udah mimpiin loh makan nasi liwet paket lengkap." Omel Alin tanpa jeda. Arya hanya melirik sekilas dan kembali fokus pada laptopnya.

"Ihh Mas kok nggak dengerin aku sih. Mas kok malah cuekin aku. Aku kesel sama mas. Aku_,"

"Kamu bisa diem sebentar tidak? Saya lagi pusing!!" Mendengar suara dingin suaminya, bibir Alin bergetar. Arya tidak mengatakannya dengan nada keras/tinggi tapi hati Alin merasa sakit karena tatapan yang di berikan suaminya. Lelaki itu terlihat kesal.

"Oh iya. Maaf. Kalau gitu aku masuk dulu."
Alin langsung berbalik masuk ke kamar lagi. Arya menjambak rambutnya karena tidak bisa mengontrol dirinya sendiri.

"Arghhh bodoh!!" Arya menyusul Alin masuk ke dalam kamar. Arya melihat Alin yang tengah membantu Marsya memakai tasnya. Putrinya masih terlihat lemas dan matanya masih sayu karena habis bangun tidur. Alin berusaha menggendong Marsya yang langsung dicegah Arya.

"Sayang, mau kemana? Biar mas aja ya yang gendong Marsya. Kita makan sekarang!" Arya tidak sanggup membayangkan Alin yang tengah mengandung 5 bulan harus menggendong Marsya yang lumayan berat.

"Nggak perlu. Mending kamu urusin kerjaan kamu. Aku bisa makan sendiri kok sama anak ku!" Jawab Alin jutek.

"Sayang, gendong belakang aja ya?". Ucap Alin pada Marsya yang di jawab anggukkan oleh bocah kecil itu.

Alin mempersiapkan diri untuk menggendong Marsya di punggungnya. Marsya pun sudah mengambil ancang-ancang. Ia susah melebarkan kakinya sejajar dengan punggung sang Maminya.
Arya yang melihat menelan ludahnya dengan susah payah. Alin benar-benar nekat.
Saat Marsya sudah nemplok di punggung Alin dan Alin yang mulai berdiri namun perlahan-lahan membuat Arya kalang kabut. Cepat-cepat ia mengambil alih sang putri dan menggendongnya.

"Kita makan sekarang ya. Mas temenin!"

"Nggak usah! Kamu urusin kerjaan kamu aja! Nggak usah ngurusin kami!" Alin mengatakan itu dengan suara yang parau. Matanya sudah berkaca-kaca menandakan sebentar lagi akan ada adegan tangis menangis.

Arya membawa Alin ke dalam pelukan nya dan benar. Terdengar tangisan istrinya.

"Kamu jahat! Kamu lebih mementingkan pekerjaan ketimbang aku sama anak kita! Kamu nggak sayang lagi sama aku! Aku nggak mau sama kamu!"
Alin memukul-mukul punggung Arya karena kesal.

"Iya sayang. Maaf ya. Mas salah. Mas minta maaf ya?" Hanya itu yang bisa Arya katakan. Salahnya juga karena menolak bantuan dari Rico dan memilih untuk turun tangan sendiri.

"Kamu jahat! Huhuhu."

Mendengar Maminya menangis, membuat Marsya ikut menangis juga.

"Papi jahat! Papi buat mami aku nangis! Huhuhu."

Marsya ikut memukuli punggung papinya membuat Arya merasakan perih di anggota tubuhnya itu.
Ingin menangkis tidak bisa. Tangan kanan untuk menggendong Marsya dan tangan kiri untuk memeluk Alin.
Arya hanya bisa pasrah sampai kedua wanita kesayangannya ini berhenti menangis.

Double JobsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang