XV

30K 2.2K 5
                                    

Di tengah kelinglungan Alin karena wanita di sebelah nya mengatakan tentang Adik untuk Marsya, ada seorang anak yang menghampiri mereka. Alin dan Ibu-ibu yang ada di samping nya memang belum keluar. Mereka masih duduk karena tidak mau berdesak-desakan saat keluar.

"Bunda, Marsya nangis di belakang." Adu anak itu kepada Ibunya.

"Nangis kenapa?" Pertanyaan itu terucap dari mulut Alin karena khawatir. Anak itu melihat Alin dengan sorot matanya yang seakan bertanya-tanya tentang siapakan Alin.

Ibu si anak memegang pundak anaknya. Ia seperti nya paham apa yang ada di pikiran anak ganteng itu.

"Dia Maminya Marsya. Marsya kenapa sayang?"

" Itu Tante, Marsya jatuh waktu mau turun panggung."

"Anterin Tante ke belakang ya". Anak itu mengangguk. Ia menarik tangan Ibunya dan diikuti Alin di belakang.

Di belakang panggung, Alin bisa mendengar suara tangisan Marsya. Ia segera berlari meninggalkan Ibu dan anak yang berjalan di depannya. Ia membelah kerumunan  anak-anak dan beberapa guru yang berusaha menenangkan Marsya.

"Marsya!" Semua menoleh termasuk Marsya. Tangisan Marsya semakin menjadi saat melihat Alin. Seakan mengadu tentang sakit yang di rasakan.
Marsya mengulurkan tangannya dan langsung digendong oleh Alin. Alin mengelus pipi basah Marsya.

"Apa sayang yang sakit?"

"Ini Bu, tadi Marsya jatuh dari tangga waktu turun panggung. Temannya nggak sengaja dorong dia." Ucap salah satu guru yang ada di sana.

"Memangnya tidak ada guru yang memperhatikan anak-anak saat turun panggung!" Sentak Alin. Para guru yang ada di sana diam semua.

"Maaf Bu tadi anak saya nggak sengaja dorong anak ibu." Seorang ibu muda datang menghampiri Alin. Dilihat dari pakaiannya,sepertinya ibu ini salah satu guru juga. Di samping ibu itu ada anak perempuan yang sedang menangis. Sepertinya ia sudah di marahi oleh ibunya.

Melihat anak itu yang menangis Alin jadi kasihan. Kejadian tadi sepertinya benar-benar karena ketidaksengajaan. Anak kecil itu terlihat sangat menyesal.

"Ya sudah tidak apa. Lain kali saya minta, tolong perhatikan apa yang sedang dilakukan anak-anak. Apalagi saat sedang turun tangga seperti itu." Kata-kata itu Alin ucapkan pada semua guru yang ada.

"Baik Bu. Sekali lagi kami minta maaf." Alin mengangguk.

Alin Berjongkok agar tubuh nya sejajar dengan anak yang tidak sengaja mendorong Marsya.

"Udah. Jangan nangis lagi ya. Marsya udah nggak papa kok." Anak itu melihat Alin dengan mata yang masih berair.

"Ifa, ayo minta maaf sama Marsya." Ucap Ibu si anak.

"Mar...sya ma...af". Ucap anak itu sesenggukan.

Marsya masih enggan menoleh. Mungkin dia berpikir bahwa temannya ini nakal hingga membuatnya jatuh.

"Sayang, ayo tangannya mana. Temennya mau minta maaf lho." Marsya masih enggan.

"Temannya kan tadi nggak sengaja." Marsya masih tidak menggubris.

"Ifa emang pernah nakal sama Marsya? " Alin menyebutkan nama sesuai dengan yang di sebutkan oleh Ibunya.

Marsya menggeleng.

"Tuh kan. Berarti tadi Ifa emang nggak sengaja. Ayo maafan." Alin kembali mengulurkan tangan Marsya. Kali ini anak itu tidak menolak. Ia membiarkan tangannya saling berjabatan dengan Marsya.

"Marsya maafin Ifa. Ifa nggak sengaja."

Marsya menoleh dan mengangguk.

" Marsya masih mau main sama Ifa kan?" Lagi-lagi Marsya mengangguk.

"Ya udah sekarang kan udah baikan. Jadi jangan nangis lagi. Nanti cantiknya hilang loh." Alin mengelus pipi Marsya dan Ifa bergantian.

Alin berdiri karena capek juga jongkok sambil menggendong Marsya.

"Ibu, saya sekali mohon maaf atas ketidaknyamanan ini". Ucap salah seorang guru.

" Iya. Saya juga minta maaf kalau ada kata-kata saya yang kurang berkenan."

"Iya tidak apa. Itu hal yang wajar. Ibu mana yang akan diam saja saat anaknya menangis seperti itu." Alin tersenyum. Anak? Lagi-lagi mereka menganggap Marsya adalah anak Alin.

Dalam perjalanan pulang, Alin mengecek bagian tubuh Marsya. Barang kali ada yang lecet atau memar. Jika itu terjadi bisa jadi bapaknya si anak ini akan murka. Beberapa kali Alin melihat, Alin bersyukur karena tidak ada yang perlu ia khawatirkan.

"Kita pulang ke rumah ya Pak."

... ... ...

"Di mana?"

"Di rumah. Lagi nungguin Marsya tidur siang."

"Tunggu dulu. Sebentar lagi saya pulang."

Tanpa menjawab Alin mematikan panggilan telepon nya. Kalian pasti berpikir apa ada sekretaris yang bersikap seperti yang di lakukan Alin barusan? Jika pun ada pasti sekretaris itu harus punya cadangan pekerjaan baru.

Alin tidak takut jika harus di pecat oleh Arya. Menurut kontrak kerja yang sudah di tanda tangani, tertulis Alin tidak boleh berhenti sebelum kontrak kerja habis. Pihak perusahaan juga tidak di perkenankan memberhentikan/memecat karyawan kecuali jika karyawan melakukan kesalahan yang fatal.
Jika pihak perusahaan yang memecat atau karyawan mengundurkan diri sebelum kontrak kerja habis maka akan di kenai sanksi berupa membayar denda.
Kalaupun karyawan melakukan kesalahan ia akan di turunkan jabatannya menjadi karyawan biasa lagi.

Alin dan Marsya pulang ke rumah Arya setelah acara sekolah selesai. Saat mengantarkan Alin ke sekolah Marsya, lelaki itu berpesan agar langsung pulang ke rumah.
Di perjalanan Marsya tertidur. Mungkin ia kelelahan karena menangis.

Alin keluar dari kamar sebab Marsya masih tidur lelap. Ia berjalan ke dapur. Alin ingin mencari teman yang bisa ia ajak ngobrol. Menunggui Marsya yang tengah tertidur membuat ia mengantuk.
Alin sangat menyayangkan, rumah sebesar ini sangat sepi. Selain dapur dan pos satpam ia tidak bisa menemui seseorang di ruangan lain.

Sesampainya di dapur ada beberapa orang yang tengah sibuk memasak.

" Masak apa mbok? " Tanya Alin pada satu-satunya orang yang ia kenal.

"Eh mbak Alin. Ini mbak lagi masak buat makan siang. Ada perlu apa mbak sampai nyamperin ke dapur gini?" Tanya wanita paruh baya itu dengan logat Jawa yang sangat kental.

"Nggak ada apa-apa kok Mbok. Pengen nyari temen aja. Sepi kamar. Marsya nya lagi tidur."

"Oh gitu. Non Marsya mah biasanya kalau tidur lama Mbak."

"Hehehe iya ya Mbok. Mbok udah kenal banget ya sama Marsya?".

"Bukan cuma non Marsya Mbak, papi nya aja mbok kenal dari kecil."

"Oh iya? Berarti Mbok udah lama banget ya kerja sama keluarga Pak Arya?"

Si mbok mengajak Alin duduk. Di dapur ada meja yang berada di tengah-tengah. Meja ini sepertinya dipersiapan untuk meletakkan bahan-bahan yang akan di masak dan masakan yang sudah matang sebelum di letakan di meja makan.

"Iya. Si mbok kerja dari mbok masih gadis sampai sekarang saya sudah punya cucu Mbak."

"Berarti mbok tau banget gimana sifat pak Arya."

"Lho ya jelas. Dari Mas Arya bangun tidur sampai Mas Arya tidur lagi Mbok selalu ada di samping nya."
Alin berpikir seru juga jika ia tahu tentang sifat buruk Arya. Lelaki itu kan selalu ingin terlihat 'sempurna' di mata semua orang. Pasti ada sisi buruk yang selalu di tutupi nya.

"Kebiasaan buruk Pak Arya itu apa sih mbok? Dia selalu terlihat sempurna di mata orang lain tapi yang namanya manusia nggak ada yang sempurna kan Mbok. Sempurna itu kan hanya milik Tuhan".

"Mbak Alin mau tahu kebiadaban buruk si mas?"

"Hehehe iya Mbok. Biar saya punya kartu As buat ngancem dia kalau lagi semena-mena sama saya."

Si Mbok tersenyum. Ia tahu Alin gadis yang baik. "Mas Arya itu_,"

"Kalau ingin tahu lebih baik bertanya pada orangnya langsung."

Double JobsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang