Keadaan Berbalik

664 111 19
                                    

Satu minggu kemudian..

Saat ini Shani sedang berada di sebuah cafe yang sering ia kunjungi. Tapi itu dulu, ketika dirinya masih menjalin hubungan bersama Viny. Karena Vinylah yang selalu merekomendasikan kedai kopi atau cafe dengan tata ruang yang nyaman dan menu yang enak. Namun dia sesekali mengajak Gracia ke sini.

Sudah hampir 30 menit Shani duduk sendirian sembari memainkan ponselnya. Sesekali dia membuka kameranya untuk selfie. Namun karena mood-nya sedang tidak bagus, dia terus menghapus hasil fotonya yang menurutnya tidak enak dilihat.
Bahkan dia belum memesan minuman apapun sedari tadi.

Terlihat seseorang berambut sebahu berjalan menuju meja Shani, tentu membawa totebag kesayangannya.

"Shan, maaf ya lama." Ujar orang itu sembari duduk di kursi seberang meja Shani.

Shani melirik dan menghela nafasnya.

"Gak marah kan?"

Shani menggeleng cepat masih dengan wajahnya yang murung.

"Kenapa Kak Viny lakuin itu?"

Spontan Shani bertanya pada Viny namun masih berkutat pada ponselnya. Entah apa maksud dari pertanyaannya itu.

Viny terdiam. Raut wajahnya menunjukkan bahwa dirinya sangat merasa bersalah.

"Dan selama seminggu ini Kak Viny kemana aja?? Aku tanya sekarang."

Shani menatap wajah Viny dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

Tangan Viny bergerak hendak menyentuh tangan Shani, "Shan.."

Namun Shani segera menjauhkan tangannya perlahan.

"Kenapa lakuin itu Kaak? Kenapa?" Lirih Shani sembari menunduk bersama air matanya yang mengakir begitu saja.

Viny semakin merasa bersalah dan tentu sakit hati melihat Shani seperti ini.

"Aku emang salah, Shan. Semua salah aku. Tapi kamu harus dengerin penjelasan aku kenapa aku lakuin inii. Please.. Aku tau ini nyakitin, dan gak cuma kamu yang ngerasain sakit tapi aku juga.."

"Kak Viny yang emang niat jauh dari aku kan?? Aku udah mutusin Erzo, Kaak. Aku mutusin Erzo demi Kakaak.. Dan lagipula Kak Viny tau aku gak pernah cinta lagi sama dia kan?? Kenapa lakuin ini??"

"Shan, sebenernya waktu malem-malem aku nganterin kamu pulang.."

Flashback on.

Shani menutup pintunya dan segera menaiki tangga. Namun suara seseorang menghentikannya.

"Ci, baru pulang?" Tanya Papa Shani yang sedang menonton TV.

"Hehe iya, Pah. Biasa latihan."

"Pulang sama siapa? Naik taksi?"

"Umm, tadi dianter Kak Viny. Kebetulan tadi ketemu. Y-yaudah Pah, aku ke kamar dulu ya, capek."

Papa Shani tersenyum mengangguk.
Kemudian langsung meraih ponselnya dan menghubungi seseorang.

Sementara di luar rumah Shani, Viny yang belum benar-benar melajukan mobilnya sedikit terkejut karena suara dering ponselnya.

Papa Shani is calling..

"Ada apa?" Batin Viny.

"Halo, Pah.."

"Kamu baru nganterin Shani ya?" Tanya Papa Shani dengan nada halusnya.

"Iya Pah. Ada apa ya?"

"Begini, kamu tau sekarang Shani sama Erzo?"

Perasaan Viny mulai tidak enak.

"I-iya tau.."

"Maaf ya sebelumnya Papa harus ngomong ini. Tapi, Papa minta kamu buat jangan ada rasa lagi ya ke Shani.."

Deg!

Tubuh Viny mematung. Maksud Papa Shani apa?

"Papa tau, kamu tuh anak yang baik, baik banget malah buat Shani. Apalagi kamu udah Papa anggep kaya anak sendiri. Papa gak masalah kalo kamu masih deket sama Shani. Tapi sebagai kakak aja bisa kan? Kamu tau kan Mama Shani juga udah ngejodohin Shani sama Erzo. Dan kalo sampe gagal, Mama Shani bakalan malu sama Mama Erzo, karena mereka sudah lama sahabatan dan gak mau ngecewain. Tolong ngerti ya, Viny. Kali ini Papa mohon, biar Mama Shani gak kepikiran lagi soal ini.. Tapi Mama Shani sayang kok sama kamu. Dia seneng sebebenernya Shani ada temen kaya kamu. Tapi Mama Shani juga gak mau kalo anaknya melawan takdir. Kamu paham kan maksudnya?"

Air mata Viny sudah menetes sedari tadi. Dia benar-benar tidak kuat menahannya. Rasanya ingin teriak saat ini juga.

Viny menarik nafasnya dalam-dalam sebelum menjawab Papa Shani.

"Iya Pah. Viny ngerti kok. Viny paham. Makasih karena udah gak benci Viny karena hal ini. Dan maaf, Viny udah bawa Shani ke dalam dunia kaya gini. Tapi.." Viny menghentikan pembicaraannya sembari menguatkan dirinya sendiri.

"Tapi apa, Vin?"

"Viny bakal usahain buat gak ada rasa lagi sama Shani."

Flashback off.

Tangis Shani semakin pecah mendengar kebenaran dari mulut Viny. Untung saja, cafe tidak begitu ramai karena pandemi. Dan karyawan di sana sudah mengenal keduanya. Jadi, mereka pikir tidak akan jadi masalah jika ada kejadian ini.

"Dan soal seminggu ini aku gak respond chat dan telfon kamu karena aku bener-bener stress mikirin hal itu, aku beber-bener kaya mau ngejauhin hp aja rasanya. Ditambah aku dikejar deadline kerjaan sama tugas akhir. Kamu tau kan pandemi makin parah, semuanya harus kelar sebelum aku work from home."

Shani hanya bisa menangis saat ini. Rasanya ingin teriak, namun dia masih tahu tempat.

"Maafin aku, Shani. Aku juga gak mau ini terjadi sama kita. Tapi, ini harus kita lakuin."

"Kak Viny pikir aku bisa?? Aku bukan Kak Viny yang bisa segampang itu lupa sama mantan!"

"Shaan.. siapa bilang? Mungkin iya mantan aku yang lain aku gampang. Tapi kamu tau kan kita uda berapa lama? Kamu yang paling lama sama aku. Bahkan kamu tau kita tuh selalu putus nyambung. Kita masih bisa sampe sekarang."

"Sampe sekarang?? Kita uda putus dari 2 bulan lalu kak."

"Okee oke. Tapi buktinya kita masih bisa deket kan? Kita masih bisa jadi temen, atau bahkan kakak adek kaya yang papa kamu bilang."

Shani berdiri daei duduknya, "Gak segampang itu kak."

Kemudian berjalan cepat keluar dari cafe.

"Shan.. Shani!"

Tentu Viny mengikutinya. Dan dia berhasil menarik tangan Shani walau sedikit berontak.

"Kamu mau kemana?? Kita selesain dulu. Cari jalan kelua—"

"Kita udah selesai!" Shani memotong ucapan Viny.

"Shani tunggu bentar.."

"Kak lepas."

Tbc.

Hello, I'm back.
🌚




Detik Terakhir [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang