61

221 38 3
                                    

Semua tokoh milik J.K Rowling kecuali tokoh yg w buat.

[•••]

Beberapa murid Slytherin berkumpul diruang rekreasi setelah makan malam usai, sibuk membicarakan perkara Quidditch. Lyra duduk menepi disofa, melihat teman laki lakinya melingkar berdiskusi dimeja sebrang.

"Apakah kita harus meminta penjadwalan ulang? Lagipula seeker kita belum sepenuhnya pulih." Montague mencoba memberikan saran. "Mungkin bisa saja. Kita tak harus melawan Potter dan timnya sehingga ada kesempatan besar memenangkan poin untuk piala Quidditch tahun ini." Flint menyetujui perkataan partner Chasernya Adrian.

"Kalian masih memiliki Seeker lama Slytherin, guys." Mereka semua menoleh kearah sofa didekat perapian dimana Lyra yg sedari tadi ikut menyimak mereka berdiskusi. Merasa tersindir, Terence menegakkan sandarannya dengan wajah yg berseri seri. Tidak dengan wajah Flint yg sedikit keberatan dengan ucapan Lyra.

"Tampaknya kita lebih baik mengatur ulang jadwal, bocah." Flint menentangnya. "Kenapa? Terence adalah Seeker yg jauh lebih hebat dibandingkan dengan Malfoy." Ucapan Lyra berhasil menimbulkan pertikaian. Draco yg kebetulan ikut turut serta dalam diskusi kecil itupun beranjak dari kursinya tetapi berhasil ditahan oleh tangan Lucian yg tepat berdiri dibelakang kursi Draco.

Flint cekikikan, mendekat kearah sofa. Lelaki itu mendudukkan dirinya disamping Lyra dengan salah satu tangannya yg mengalung dipundak gadis itu. "Aku kaptennya disini bocah kecil. Aku berhak mengatur segalanya. Atau mungkin kau ingin berpartisipasi dalam olahraga berbahaya ini? Mungkin kau salah satu alasan kita akan menang Lady." Kedipan salah satu mata Flint membuat Lyra mual. Siapa tau usul kapten Quidditch tersebut disetujui oleh Lyra. Gadis itu tentunya mengetahui bahwa Flint mencoba memanfaatkannya sebagai 'tumbal' Leonard. Belum tau saja ia bahwa dirinya dan Leonard sedang bermusuhan.

"Cih bisanya hanya membantah. Bilang saja kalian takut kalah melawan Gryffindor, don't you?" Lyra menantang para lelaki yg ada disana. Tak hanya anggota Quidditch yg terpancing, hampir murid murid yg disana ikut tertantang mendengar pernyataan Lyra.

"No we don't!" Tegas Bletchley, keeper Slytherin. "Lalu kenapa kalian memilih untuk mundur pecundang? Bukankah kalian haus akan kemenangan? Pujian? Dimana ambisi kalian? Wajah kalian terinjak injak hanya karena takut melawan Gryffindor tolol itu!" Semua terdiam mendengar suara Lyra yg sedikit lebih lantang.

Lyra menepis tangan Flint dari bahunya. "Listen to me. Termasuk kau kapten payah! Ini kesempatan kalian menang. Aku yakin dengan atau tanpa si pirang Malfoy pun pertandingan kali ini Gryffindor tidak akan ditakdirkan untuk menang! Masih ada yg meragukan prediksiku?" Lyra dapat melihat 2-3 anak mengangkat tangannya. "5 sickle per anak jika tim Slytherin kalah." Kali ini hampir setengah jumlah murid di ruang rekreasi mengangkat tangannya.

"Alright pegang omonganku. Aku tak ingin tau bahwa Slytherin harus bermain sebelum natal. Malfoy, kau ingin join atau tidak?" Draco yg tak siap dengan panggilan Lyra yg secara tiba tiba hanya gelagapan entah bingung menjawabnya bagaimana. Lyra pun mengambil kesimpulan sendiri bahwa Draco disingkirkan dalam pertandingan kali ini.

"Terence, kau masuk. Flint, pertandingan sebentar lagi dan kau harus membuat jadwal latihan secepatnya. Dan satu lagi pesanku untukmu. Pertegas mereka jika tak ingin aku menggantikan posisimu sebagai coach sekaligus kapten Quidditch tahun depan."

Terence tersenyum senang begitupula Adrian disebelahnya. Flint menggerutu pergi dari sofa dengan wajah masamnya setelah dipermalukan Lyra. Beberapa anak mulai bubar dan masuk kekamar mereka masing masing. Lucian pergi menghampiri Lyra dan duduk disebelahnya.

"Oh my beautiful Herkle. Our new Quidditch Coach." Goda Lucian mengusap kepala Lyra untuk meredakan asap yg sepertinya sudah mengepul di sekitar kepalanya. "Mode pelatih galaknya menyala." Sahut Adrian yg datang dari sisi lain bersama Terence. "Thank you." Terence berterima kasih kepada sahabatnya membuat Lyra tersenyum tipis.

Pain Comes the TruthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang