Rumah Sooyoung

7.4K 740 69
                                    

Kim Dokja mengerjapkan matanya saat cahaya matahari pagi masuk melalui sela-sela tirai jendela. Melirik sisi kanan-Han Sooyoung masih tertidur dengan ekspresi lembutnya, siapa sangka anak kurang ajar itu bisa setenang ini saat tidur. Disebelah kiri-Yoo Jonghyuk masih menutup matanya dengan posisi menghadap Kim Dokja. Bajingan sialan ini tetap tampan walau rambutnya sudah acak sana sini.

Kemarin mereka bertiga menginap di rumah Han Sooyoung setelah menonton film Ways of Survival. Tadinya Kim Dokja dan Yoo Jonghyuk ingin pulang ke rumah tapi karena mengantuk berat dan jarak rumah mereka yang jauh, mereka memutuskan untuk menginap di rumah Han Sooyoung. Han Sooyoung justru senang karena selain beberapa pembantu hanya dirinya yang menempati rumah besar itu, orangtuanya tinggal diluar negri dan jarang sekali pulang.

"Hei Han Sooyoung bangun! Apa kau ingin tidur terus sampai mati?" Ucap laki-laki bermarga Kim itu sambil menggoyangkan tubuh Han Sooyoung yang mungil.

"Mmm, sebentar lagi" Han Sooyoung membuka mata dan menutupnya lagi.

Sialan.

Tanpa aba-aba Kim Dokja mendorong tubuh Han Sooyoung sampai terjatuh dari tempat tidur.

Bruk!

"HEI BOCAH KIM SIALAN APA YANG KAU LAKUKAN?" teriak gadis itu dengan ekspresi kaget, yang ditatapnya hanya memasang ekspresi polos seperti bayi tak berdosa.

"Sudahlah, kamu mandi dulu! Bercermin dan lihatlah dirimu sudah seperti orang gila di depan kompleks!"

"A-apa kamu bilang?!"

"Ck! Kecilkan suaramu, kamu bisa membangunkan Yoo Jonghyuk!" ucap Kim Dokja, sedangkan Han Sooyoung berekspresi seperti akan menjatuhkan rahangnya. "Hei kamu selalu pilih kasih antara aku dan bocah liar itu! Lagi pula apa pedulimu! Ini rumahku! Suka suka aku!"

"Apa kamu mau pagi ini melihat Yoo Jonghyuk marah?!"

"Ah, benar juga, dari pada melihat bocah liar itu marah lebih baik aku pergi saja. Kau saja yang bangunkan, aku mau kabur!" ujar Han Sooyoung sambil berjalan keluar kamar dengan ekspresi ngeri.

Tentu saja! Yoo Jonghyuk ini kalau ketenangannya di usik bisa menjadi singa kelaparan secara mendadak!

"Hey Jonghyuk-ah, bangun sudah pagi" Kim Dokja menepuk pipi kanan Yoo Jonghyuk lembut, si empu hanya mengeliat dan membuka sebelah matanya, menatap Kim Dokja yang tersenyum.

"Sekarang pukul berapa?" tanya Yoo Jonghyuk dengan suara serak. "Pukul enam tiga puluh"

"Kalau begitu bangunkan aku 15 menit lagi" ucapnya sembari menutup matanya lagi, mencari posisi nyaman untuk kembali menyapa alam mimpi.

"Baiklah, kalau begitu aku turun dulu, aku mau membantu anak cebol itu" kata Kim Dokja sambil bangkit dari tempat tidur, sebelum sebuah tangan besar menghentikan pergerakannya.

"Disini saja, biarkan Han Sooyoung menyelesaikan semuanya sendiri"

Anak sialan.

"Baiklah, tapi hanya 15 menit saja" Kim Dokja bersandar pada sandaran tempat tidur, dengan posisi setengah duduk.

"Jonghyuk-ah, kemarilah"

Merasa terpanggil, Yoo Jonghyuk membuka mata dan mendekatkan tubuhnya. Meletakkan kepalanya di dada laki-laki itu, dan sebelah tangannya melingkar di perut Kim Dokja.

"Baumu enak" komentar Yoo Jonghyuk dengan suara teredam.

"Apa? Hahahhaha, ternyata kamu bisa bercanda juga, aku kira kamu hanya sebongkah es yang diberi nyawa"

"Aku tidak bercanda" balas Yoo Jonghyuk sambil mengeratkan pelukannya. "Kim Dokja, kenapa badanmu kecil sekali? Apa kamu tidak pernah diberi makan oleh orang tuamu?"

Pletak!

"Apa yang kamu barusan katakan?! Badanku memang kecil! Tapi orang tuaku selalu memberikan aku makan!" protes Kim Dokja setelah memukul kepala pria yang ada di dadanya.

"Baiklah" balas Yoo Jonghyuk pasrah, kalau dilanjutkan bisa bisa mereka berdebat sampai waktu yang tidak bisa di tentukan karena sifat laki-laki imut yang tidak pernah mau mengalah itu.

Setelah keheningan yang lumayan lama Kim Dokja membuka mulutnya, "Jonghyuk-ah kamu sudah tidur?" tanyanya sambil meletakkan tangan kanannya dan mengusap kepala Yoo Jonghyuk lembut.

"Belum"

"Apa kamu tidak mau turun kebawah?"

Yoo Jonghyuk mendongak, menatap Kim Dokja yang sedang menatapnya juga. "Tidak, kalau kamu mau turun turun saja, Tidak usah pedulikan aku" jawabnya dingin.

"Ckck! Baiklah, aku juga akan tetap disini. Kamu ini sedikit sedikit marah, seperti bocah cebol itu"

"..."

"Jonghyuk-ah, apa akhir akhir ini kamu tidur nyenyak? Kelihatannya kamu lebih bersemangat dari biasanya" sambil menunggu jawaban, Kim Dokja meletakan tangan kirinya ke pundak Yoo Jonghyuk dan menepuk-nepuknya pelan.

"...Iya"

Walaupun dijawab seperti itu Kim Dokja tau kalau kondisi mental Yoo Jonghyuk tidak pernah baik-baik saja, baru 3 tahun setelah Yoo Mia-adiknya meninggal. Dan Yoo Jonghyuk selalu menyalahkan dirinya sendiri atas apa yang menimpa adiknya. Karena rasa bersalah itu terkadang Yoo Jonghyuk menjadi overprotektif terhadap Kim Dokja dan Han Sooyoung, walapun tidak pernah mengatakannya dengan gamblang karena Yoo Jonghyuk selalu memperlihatkan dengan perbuatannya.

Pelukan di perutnya tiba-tiba mengerat.

"Hei Jonghyuk-ah? Kamu kenapa?" tanya Kim Dokja cemas, berusaha melepaskan diri tapi gagal. Pelukan itu semakin erat.

"Hei? Jonghyuk?"

"Yoo Jonghyuk?"

"..."

"Kenapa kamu tidak menjawabku?"

"Apa kamu tidak akan melepaskanku? Itu agak menyakitkan" Yoo Jonghyuk agak tersentak kemudian melonggarkan pelukannya. Dengan kesempatan itu Kim Dokja meraih wajah Yoo Jonghyuk untuk menatapnya.

Tatapan itu lagi. Tatapan penyesalan. Tatapan kerinduan yang tidak bisa di tuliskan.

Kim Dokja merasakan dadanya sesak.

Grep.

Tangan besar itu merengkuh tubuh yang lebih kecil, membenamkan wajahnya di perpotongan lehernya.

"Maaf, aku pinjam bahumu sebentar" katanya.

Kim Dokja mengangkat tangannya untuk menepuk punggung lebar yang nampak rapuh itu, bertepatan dengan pintu kamar yang terbuka memperlihatkan perempuan yang membawa nampan berisi gelas yang siap memberikan cengiran lebarnya. Tapi Han Sooyoung merasakan hawa dingin kemudian menatap Kim Dokja yang juga menatapnya dengan ekspresi sedih.

Han Sooyoung yang mengerti situasinya kemudian meletakkan nampan itu di nakas sediam mungkin dan ikut naik ke tempat tidur. Melingkarkan tangan kecilnya ke kedua bahu yang sebelumnya sudah berpelukan, ikut menguatkan jiwa-jiwa yang tidak lagi utuh.

Mereka adalah manusia yang terluka.

Keheningan menjadi teman mereka saat ini. Tidak ada yang bersuara, tapi mereka tau ini adalah cara mendukung satu sama lain. Cara mereka bertahan hidup.

Dan setelah ini mereka akan berpura-pura tidak terjadi apa-apa dan hidup seperti biasa.

Karena ini adalah cara mereka bertahan hidup.

***

Kok jadi angst yyy :')

best buddies [ORV FANFICTION]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang