68: Hope

8 5 1
                                    

❄️Happy Reading❄️

❄️☃️❄️

"Aish, pasti jatuh dah ini" Ghibran merogoh semua kantong yang tersemat di seluruh pakaiannya. Hasilnya, nihil. Benda pipih yang ia cari tidak kunjung ketemu, "jen, kamu bawa ponsel gak?"

"Ada" balas cewek itu memberikan ponsel punyanya pada Ghibran.

Lantas cowok itu mengeluh kecewa saat melihat ponsel tersebut tidak ada jaringan.

"Aish, gak ada sinyal" dia memberikan benda persegi itu kepada pemiliknya. Padahal disaat genting begini, diperlukan adanya telpon darurat.

"Masa sih?" Jenny menyalakan ponsel lalu mengacungkan tinggi-tinggi, namun hasilnya tetap sama. Tidak ada jaringan. Pikirannya terputar kembali dimana ia bisa mengirim foto ke Alea. Semoga gadis bule itu segera membacanya sebelum terlambat.

"Senapan punya siapa?"

Cowok itu baru menyadari kalau gadis di depannya ini memegang senapan yang mirip dengannya----ralat, maksudnya milik orang-orang berpakaian hitam itu.

"Kai" gumam pelan gadis itu sampai nyaris tak terdengar.

"Apa?" Tanya cowok itu tidak yakin dengan pendengarannya.

"Malikai" ulang gadis itu tidak membalas tatapan cowok itu. Dia menunduk ke bawah sambil mengusap bercak noda darah pada senapan itu, "teman sekelas kita. Dia anggota Golden Bullet"

Netra Ghibran kembali melebar. Seolah tak menyangka dengan fakta yang satu ini.

Malikai??

Si cowok mulut ember itu adalah bawahannya mbak Ayu??

Omong kosong!!

Ghibran menatap lamat Jenny yang menunduk dalam diam. Dia sulit mempercayai omongan gadis ini. Namun, kalau dipikir-pikir, buat apa Jenny membohonginya? Toh, tidak memberikan dia keuntungan. Justru, jika di renungi kembali, kemungkinan bisa saja. Mbak Ayu yang dikenal sebagai wanita baik hati, penyayang dan ramah bisa menjelma menjadi sosok yang kejam. Terkadang, orang yang kita kenal baik dari luar, belum tentu di dalamnya, dia akan baik pula.

Ghibran menggeleng cepat seraya memijat pelipisnya yang pening, tidak mau ambil pusing , fokusnya adalah mencari cara mereka keluar dari neraka ini.

"Kamu tunggu disini aja ya!!" Cowok itu menyelipkan helaian rambut Jenny di belakang telinga, "aku mau lihat keadaan di luar"

Baru ingin pergi namun Jenny menahan lengan kekarnya, seolah cewek itu tidak menginginkan Ghibran jauh dari sisinya, "aku ikut"

"Jen, please" tidak tahu kenapa, dia merasa Jenny menjadi lebih keras kepala sekarang.

"Aku mohon, aku ikut" rengek Jenny memohon seraya menggoyang-goyangkan lengan kekar yang dipegangnya.

Sebenarnya ingin berpendirian tetap pada keputusan sebelumnya, tetapi muka memelas Jenny justru membuat Ghibran tidak tega. Pemuda itu menghela nafas pasrah, dia memalingkan muka ke arah whiteboard, "iya deh. Tapi-----

Dia menatap lamat netra hitamnya dan mencubit pipi gembul mulus milik cewek gemas itu, "janji ya!! Kalau kamu tetap ada di belakang aku, jangan pergi kemana-mana"

EPIPHANY| Jeon Jungkook {On-Going}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang