Happy reading_
•
••
Kadang orang tidak sadar apa yang ia perbuat, malah mendekatkannya pada bahaya.
—Recaka•••
Paginya kedua kakak beradik itu mengerjakan rumah bersama-sama, meski masih menggunakan infus tidak menghalangi Aegir untuk mengerjakan beberapa pekerjaan rumah seperti menyapu dan memasak."Bang Aegir kalau capek istirahat," kata Alayya berulang kali, tidak bosan mengingatkan Aegir. "Iya, Bubble."
Jawaban Aegir pun tampaknya seragam selalu berkata iya, tapi masih tetap melakukan pekerjaan itu.
Pas menuang sabun, Alayya melamun masih memikirkan Johan. Dia tidak bisa berhenti sebelum tahu apa yang terjadi sebenarnya.
Gadis itu tidak sadar sabun yang dituang ke wadah kebanyakan membuat Aegir menggeleng kemudian berkata, "Ay, kebanyakan noh!"
Alayya terkejut mendengar suara abangnya, dia langsung menghentikan dan tak sengaja menyenggol gelas yang di sampingnya.
Pyar!
"Astaga!" Alayya meringis melihat wajah cengo abangnya, setelah meletakkan sabun ke tempat semula dia bergegas membersihkan pecahan kaca di lantai agar tidak melukai seseorang. "Hati-hati dong, Ay."
"Iya, Bang. Maaf," balasnya seraya memungut pecahan kaca gelas tersebut. "Aw!"
Begitu ibu jarinya terkena pecahan kaca yang tajam langsung mengeluarkan darah segar, Aegir menoleh. "Aya?!"
Dia menyesap darahnya hingga berhenti, kemudian meludah ke tong sampah. Aegir menghela napas, pagi ini pikiran Alayya tidak fokus.
"Hati-hati, Bubble. Masih sakit?" Aegir mengusap air mata Alayya. "Dikit ...."
"Bentar, gue ambil plester dulu," tutur Aegir beranjak ke kamar. "Nggak usah, Bang. Biar Aya aja."
"Nggak papa." Aegir berjalan pelan agar kepalanya tidak berdenyut.
Aegir menutup luka di ibu jari Alayya dengan plester. "Ay ngerepotin Abang mulu perasaan."
"Kagak, kan udah tugas gue." Laki-laki itu mengambil alih sapu di tangan Alayya. "Biar gue aja yang bersihin."
Alayya pasrah, dia memilih untuk mencuci piring dan gelas daripada berdebat dengan Aegir.
"Bang, tahu nggak kalau Kak Jovan kemarin nggak masuk?" Alayya mengajak ngobrol abangnya seraya mencuci piring, sedang Aegir begitu selesai membersihkan pecahan kaca langsung menghidangkan makanan sederhana di meja makan. Kemarin Tirta membelikan bahan makanan untuk mereka. "Emang ke mana?"
"Nah, itu Aya juga nggak tahu entahlah," pasrah Alayya segera membilas tangannya, kemudian meletakkan piring dan gelas di rak. "Sudah lah, sebandel apapun Jono tetap saja masih dalam pantauan Kak Tirta, dia nggak akan melewati batasan."
"Iya sih, Bang. Emang the best Kak Tirta," serunya kemudian ke kamar untuk mengambil handuk dan seragam. "Ay, makan dulu!"
Alayya yang baru masuk pintu kamar mandi mengangguk kemudian menyampirkan dan seragam di pintu. "Okay, Abang."
Tepat setelah mandi dan siap-siap Tirta menjemputnya dengan mobil, sebelum berangkat Tirta memberi tahu Aegir bahwa nanti ada dokter yang memeriksa perkembangan kondisinya.
"Jaga diri baik-baik, jangan capek-capek dulu. Nih, aku bawain jus jambu," kata Tirta meletakkan sekotak jus jambu dalam kemasan di meja. "Makasih, Kak. Maaf banget banyak ngerepotin."

KAMU SEDANG MEMBACA
RECAKA [END]
Ficção Adolescente"Syarat hidup cuma satu, Ay." -Aegir Bhairavi. "Apa, Bang?" -Alayya Nalani. "Bernafas." -Aegir Bhairavi. Mereka kakak beradik yang tidak pernah tahu keberadaan orang tua dan dijadikan mesin penghasil uang pamannya. Melodi lautan dan ketenangan langi...