Happy reading_
•••
Tidak ada yang bisa dirubah dari kata penyesalan.
—Recaka•••
Hampir dua kilometer Aegir membawa lari Alayya hingga sampailah ke sebuah rumah sakit dengan cekatan Aegir meminta agar adiknya segera ditolong.Sedang Valdrin dan Johan langsung menyusul, Valdrin sudah menawari dia akan mencarikan taksi atau tumpangan. Namun, Aegir tidak mau.
"Lo tenang, abis ini ditangani lo harus bertahan Ay ...," lirihnya mengiringi sebuah brankar hingga masuk sebuah ruangan.
Sebenarnya Aegir ingin menemani Alayya, tapi beberapa perawat menghentikannya membuat Aegir hanya bisa pasrah dengan kemeja putih yang banyak terdapat bercak darah.
Setelah memberi info kepada asbara full team sekaligus meminta Nuha untuk mengambil motor Aegir sepanjang lorong jantung Valdrin berdetak tak karuan, tak henti-hentinya dia memohon perlindungan kepada Tuhan agar senantiasa menjaga Alayya.
"Semoga Aya nggak papa." Valdrin selalu merapalkan kalimat itu seraya berdoa agar gadis itu baik-baik saja.
Di depan ruang IGD terlihat seorang laki-laki berantakan sedang duduk dengan wajah tertekuk, tanpa banyak bicara Valdrin duduk di samping Aegir.
Tidak ingin menganggu ketenangan, ia hanya ingin menemani Aegir dan menunggu Alayya.
"Bego banget gue nggak bisa menghentikan Alayya!" tuturnya menyalahkan diri sendiri, tepat di hadapannya Alayya terjun bebas dari lantai dua dan menghantam kerasnya tanah.
Melihat asbara full team yang berdatangan silih berganti, Johan memutuskan keluar. Entahlah. Namun, ia rasa tempatnya bukan di sini.
"Kenapa gue nggak menahan! Kenapa gue membiarkan Alayya! Kenapa gue nggak berhenti saat Aya datang!"
Rasa bersalah terus menyelimutinya, Aegir berpikir bahwa kondisi Alayya saat ini adalah tanggung jawabnya. Dia teledor dalam hal menjaga adiknya.
"Gir," kata Tirta membuat laki-laki itu mengangkat kepala. "Gue gagal jadi abang, Kak."
Tirta menghela napas. "Aya akan baik-baik saja."
Berbeda dengan Aegir, Tirta lebih memilih memikirkan hal-hal positif.
Pikiran Aegir sudah tak bisa dikontrol, hal-hal yang semestinya tidak ia pikirkan pun menjadi beban pikiran tersendiri. "Bagaimana kalau tidak?"
"Lo ngomong apa sih, Aya tuh cewek kuat! Stop meragukannya," kata Nuha yang tak kalah cemas ikut greget mendengar ucapan Aegir yang malah meruntuhkan harapannya. "Jika Tuhan masih baik."
Valdrin berdecak kekhawatirannya semakin bertambah sedang Nuha menyahut, "Wajah lo kenapa babak belur gitu? Abis berantem?"
"Sama Johan?" tambah Tirta membuatnya mengaku. "Ini semua salah gue! Gue yang bertanggung jawab atas tragedi ini!"
"Kalau Aya nggak ada, gue akan tiada apapun caranya, Kak." Hal ini memancing emosi Valdrin, hampir saja dia memukul Aegir jika tidak dihentikan Tirta.
Valdrin membenci orang yang putus asa bahkan tidak percaya dengan dirinya sendiri. "Aya akan baik-baik saja."
"Tenang, oy. Pikiran Aegir kacau. Kalau lo main fisik entar lo sendiri yang nyesel karena udah nyakitin sahabat lo sendiri," bisik Nuha menenangkannya, dia menahan Valdrin agar tak berbuat aneh-aneh.

KAMU SEDANG MEMBACA
RECAKA [END]
Teen Fiction"Syarat hidup cuma satu, Ay." -Aegir Bhairavi. "Apa, Bang?" -Alayya Nalani. "Bernafas." -Aegir Bhairavi. Mereka kakak beradik yang tidak pernah tahu keberadaan orang tua dan dijadikan mesin penghasil uang pamannya. Melodi lautan dan ketenangan langi...