Happy reading_
•••
Gue udah berusaha sebisa gue, untuk urusan gagal belakangan.
—Aegir Bhairavi•••
Jantungnya serasa berdisko sendiri, melihat Alayya naik secara brutal dan berulang kali menunjukkan aksi memang kalau seperti ini didikan Nuha tidak pernah gagal. Ya, Nuha yang mengajari Alayya naik sepeda motor dan hasilnya seperti ini.Barulah setelah menghentikan motor, Valdrin bisa menghampirinya. "Asyik, ya, Kak?"
Laki-laki itu melepas helm fullface kemudian mengekori Alayya menuju sebuah ujung bukit, gadis itu duduk di sana, menyaksikan alam yang sedang bekerja sesuai tugasnya.
Dari sini seluruh bangunan kota terlihat termasuk juga sekolahnya, jalanan kota yang ramai orang berlalu lalang dan pohon rimbun di sekitarnya seakan berada di alam yang berbeda.
"Aaaa! SAKIT!!" teriak Alayya keras, mengeluarkan semua kekecewaannya. "GUE HANYA NGGAK MAU ABANG TERLUKA BUKAN MENGHALANGI JALANNYA!"
Valdrin tidak menghentikan, justru dia menemani gadis itu di sini membiarkan Alayya hingga merasa puas berteriak.
"Teriak yang kenceng lagi, lepasin semua kecewanya," tambahnya menatap manik Alayya dalam, gadis dengan sorot mata teduh itu tersenyum kecil.
"GUE NGGAK PENGEN KEHILANGAN ABANG!!"
"AYA CUMA PUNYA BANG AEGIR!!"
Suaranya berpadu dengan angin yang berembus pelan ditambah kicauan burung seakan menjadi instrumen pengiringnya.
Alam terbuka yang membuat siapa saja tenang, karena dengan cara inilah Alayya bisa melepas semua bebannya meski bagi sebagian orang berteriak di alam bebas itu hanya akan sia-sia karena tidak bisa mengurangi beban. Memang benar, tapi bagi Alayya rasanya akan jauh lebih baik dalam menanggapi masalah itu.
Setelahnya dia tertawa dengan air mata yang meluruh semakin deras, merasa puas sekaligus teringat kembali kejadian semalam.
Perdebatan yang sesungguhnya tidak mereka inginkan, tapi keduanya punya ego masing-masing dan tidak ada yang mau mengalah untuk hanya sekadar tidak bermusuhan seperti ini.
"Udah puas?" Alayya mengangguk. "Makasih, udah nemenin Aya ke sini, Kak."
"Udah tugas gue," jawabnya singkat membuat lekung indah di wajahnya segera terbit. "Habis ini baikan sama Aegir?"
Mendengar nama itu disebut Alayya memalingkan wajah, dia masih kesal. Mungkin saja dia akan meminta maaf ke Aegir asal cowok itu membatalkan perlombaannya.
"Nggak tau, udah lha jangan bahas Bang Aegir." Final-nya melihat Valdrin dengan serius, tak lama keduanya memilih kembali ke sekolah. Pasti Jovan sudah selesai ekskul dan waktunya pulang.
"Jangan ngebut!" Valdrin mengusap pelan kepala Alayya, kemudian memasangkan helm yang tadi dia pakai. "Lho kok Aya yang pakai? Kakak saja!"
Dia awalnya menolak, tapi melihat Valdrin menggeleng dan tetap memasangkan pengaitnya membuat Alayya diam. "Lo aja, biar aman."
"Tapi entar Kak Valdrin nggak aman," tuturnya melihat cowok yang sedang mengambil motor tak jauh dari dirinya. "Nggak papa."
"Kak!"
"Setidaknya nanti kalau gue ada apa-apa di jalan hanya gue yang merasakan sakit, kalau elo yang terluka yang sakit kita." Valdrin mengode dirinya agar segera menyalakan mesin. "Lo jalan duluan, gue ngawal di belakang! Tapi inget jangan kebut-kebutan lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
RECAKA [END]
Ficção Adolescente"Syarat hidup cuma satu, Ay." -Aegir Bhairavi. "Apa, Bang?" -Alayya Nalani. "Bernafas." -Aegir Bhairavi. Mereka kakak beradik yang tidak pernah tahu keberadaan orang tua dan dijadikan mesin penghasil uang pamannya. Melodi lautan dan ketenangan langi...