039 - Terbongkar

298 32 6
                                        

Happy reading_

•••

Apa artinya sebuah harta, jika di dalamnya tidak ada belas kasih?
—Aegir Bhairavi

•••

Di rumah dia dikejutkan dengan amplop berwarna coklat, tak perlu menunggu banyak waktu laki-laki langsung membukanya daripada nanti ketahuan Alayya. Sekarang adiknya masih mandi.

Aegir, maafin bibi harus ninggalin kalian. Tadi Airlangga datang dia ngancam sampai mau bunuh bibi seumpama tidak diberitahu siapa anak-anaknya. Maaf, banget tadi semuanya terbongkar dan hari ini kami ke stasiun untuk balik kampung, bibi juga khawatir Airlangga akan mengancam si kembar. Kamu kalau mau nyusul entar bibi kasih tau alamatnya, tapi kalau mau masih stay di sini ga papa yang penting kalian hati-hati.

Di balik ini ada foto makam mama kalian beserta alamatnya, siapa tahu kalian ingin mengunjunginya.

-Tertanda Riska

"Mama?" Aegir langsung menyipitkan mata ketika melihat foto sebuah nisan atas nama Anggita.

Tak lama Alayya masuk kamar, membuat Aegir mau tak mau harus menyembunyikan suratnya. "Foto apa, Bang?"

Gadis itu menyempil di pinggir abangnya ikut melihat secara seksama foto berwarna hitam putih. "Makam mama kita."

"A—apa? Mama udah nggak ada darimana Abang tahu?" tanyanya dengan kedua bahu merosot sedang menghela napas pasrah. "Aya nggak punya kenangan sama mama, Aya pengen sekali saja ketemu mama."

"Dari bibu, Bubble?" Aegir mendekap bahu Alayya, dia sendiri pun tidak memiliki ingatan bersama mamanya. "Nanti kita ke sana, kita doain mama."

Mama depresi gara-gara perselingkuhan yang dilakukan Airlangga dan sekarang orang itu mau ngusik hidup gue, batin Aegir sembari menggelengkan kepala.

"Udah sekarang lo tidur gih, udah malam," pintanya dengan membereskan foto tersebut dan meletakkannya di laci. "Abang, besok Aya ke Kak Tirta, ya."

"Tapi gue harus buka angkringan, Aya. Entar lo sama siapa?" Meski tidak mendapat perintah dari Luwis, dia ingin tetap melanjutkan bisnis ini. Selama ia bisa membagi waktu, bukankah lumayan untuk nambah uang saku.

Aegir membersihkan tempat tidurnya, kemudian mematikan lampu kamar dan menyalakan lampu tidur. "Sama Kak Valdrin nggak papa?"

"Okay, hati-hati. Entar gue jemput setelah angkringan tutup." Alayya mengangkat jempol ke udara kemudian berkata, "Nanti pas pulang sekolah Aya bantuin Abang beres-beres angkringan dulu."

"Iya, Aya," jawab Aegir sembari merentangkan tangan kemudian Alayya menggenggam telapak tangannya. "Jangan pernah ninggalin gue, Aya ...."

"Aya selalu di samping Abang," katanya sedari tersenyum merekah.

Keesokan paginya kedua kakak beradik itu berangkat sekolah, awalnya semua baik-baik saja sebelum langkah Aegir dihentikan oleh seorang pria di parkiran yang kebetulan masih sepi, ya sepertinya mereka berangkat terlalu pagi sedang Alayya sudah duluan masuk kelas.

Pria dengan kemeja berwarna biru tua itu langsung memeluk Aegir, membuatnya mengepalkan tangan.

"Ternyata anak yang kucari selalu ada di depanku," ujarnya tak mendapat balasan hangat dari Aegir justru cowok itu segera melerai. "Ryu!"

"Nama gue Aegir bukan Ryu!" kesal Aegir mengeratkan tangan pada pegangan tas, laki-laki itu tampak tidak suka dengan panggilan itu.

"Ryu Aerta Airlangga," sebut pak Airlangga menyebut nama lengkapnya. Aegir hendak berlalu, tapi ucapan pria itu mampu merusak suasana hatinya.

RECAKA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang