Happy reading_
•••
Saat kamu melanggar aturan, maka kamu harus siap menerima konsekuensinya.
—Recaka•••
"Lo kenapa diem aja, Ha?" tanya Valdrin heran saat remaja laki-laki yang biasanya petakilan mendadak menjadi pendiam seperti ini, pantas untuk dicurigai.Tangannya terulur menyentuh dahi Nuha, merasa risih dengan tingkah Valdrin cowok itu menepisnya. "Apaan sih, Njir!"
Tidak kuasa menahan kesal, Nuha terus menggerutu, "Kalau gue banyak tingkah di mata lo salah, kalau gue diem salah. Serba serebu gue."
Tidak hanya mereka yang nongkrong di koridor kelas X IPS 1, kelas mereka. Namun, juga ada Jovan dan Aegir di sana. Mereka membuat cewek-cewek menjadi sungkan melewati gerombolan itu meski hanya berempat, tapi percayalah malu sendiri lewat di tengah-tengah mereka.
"Anjay murah banget, dibandrol di mana lo?" sahut Jovan malah terkekeh. "Bukan gitu konsepnya, bego!"
"Lo kalau diem kita-kita khawatir lo kesurupan barongsay. Ya gak, kan kasihan anak-anak pulang pagi karena ada kesurupan." Aegir menaikkan salah satu alis dengan tawa renyah seraya meminta persetujuan Valdrin. "Nah, eta!"
"Ckckck, kagak! Lo nyadar nggak sekolah nggak adil sama Aegir," ujarnya menghentikan tawa mereka. "Maksud lo?"
"Berita lo nggak di post di medsos sekolah njir, terus tadi pas penyebutan cuma nama doang. Kenapa nggak disebutin prestasinya!" kesalnya menggelengkan kepala.
Valdrin mangut-mangut, akhirnya pikiran Nuha tidak hanya terisi dengan kebucinan saja.
"Santai, mungkin tadi protokol upacara kelupaan terus wi-fi sekolah mati makanya nggak di post, nggak usah dibuat pusing. Toh, gue udah dapet hak," kata Aegir menanggapi permasalahan ini, tidak ingin terlalu memusingkannya. "Tapi nggak adil, Gir. Rasanya lo di anak tirikan."
Sadar Nuha berbicara serius Valdrin menyahut. "Tumben punya otak lo!"
"Biasanya aja otak lo ketinggalan di rumah," tambah Jovan, pasti ada aja bahan untuk candaan.
"Sekata-kata kalian, emang otak gue bongkar pasang apa!" kesalnya tidak tanggung-tanggung. "Nah, akhirnya lo nyadar juga."
"Astaga." Jika di sekolahnya ada laut, sudah dipastikan Nuha akan menenggelamkan kedua teman laknatnya. "Gir nggak ada niatan belain gue gitu?"
Melihat wajah lesu sahabatnya Aegir menggeleng. "Mengandung unsur sensitif."
"Lha, lo kira gue konten apa," ujarnya bertambah kesal, kenapa harus dia yang menjadi sasaran mereka. "Lha ngambek?"
"Diem lho setan sultan!" celetuknya bersedekap. "Nggak usah ngambek kali, kek cewek aja!"
"Lo juga Jono diem!" Nuha meliriknya sekilas. "Masuk skuy, takut kerasukan beneran!"
"Heh, duda anak satu!"
Mereka tertawa keras sembari masuk ruang kelas, meninggalkan Nuha sendiri.
******
Hari ini Alayya pulang terlambat, kelasnya ada kegiatan bersih-bersih. Jadi, dia meminta Aegir untuk pulang duluan daripada abangnya menunggu lama.
"Lo yakin?" Dengan mantap Alayya mengangguk, tidak ada rasa takut sekalipun. "Jaga diri baik-baik, Ay. Entar gue jemput sekitar jam empat okay?"
Pandangan Alayya mengerjap. "Okay, hp-nya Abang bawa aja nanti seumpama pulang cepet Aya bisa pinjem hp-nya Chana buat ngabarin Abang."
KAMU SEDANG MEMBACA
RECAKA [END]
Teen Fiction"Syarat hidup cuma satu, Ay." -Aegir Bhairavi. "Apa, Bang?" -Alayya Nalani. "Bernafas." -Aegir Bhairavi. Mereka kakak beradik yang tidak pernah tahu keberadaan orang tua dan dijadikan mesin penghasil uang pamannya. Melodi lautan dan ketenangan langi...