Happy reading_
•••
Dia tidak bisa berbohong, apapun yang telah terjadi tetap saja Aegir adalah abangnya.
—Recaka•••
"Kalau bukan karena Tirta, mana mau gue balik ke sini lagi mana papa pesen nggak usah bawa rokok, menyebalkan!" Dari parkiran hingga masuk lobi rumah sakit Aegir terus mendumel sendiri, antara kesal dan mau marah mengapa hidupnya selalu diatur oleh orang. Kenapa dia tidak bisa menentukan apa yang ia mau."Apa gue balik aja, ya?" ujarnya sedikit ragu, langkah Aegir kini berhenti sebelum menaiki anak tangga. "Bodo, udah sampe sini juga."
Aegir tetap ke ruangan Alayya, sampai sana dia terkejut melihat seorang suster sedang merapikan selimut di brankar Alayya.
Pandangannya mengedar, tak ia temui sosok Alayya. Jadi, Aegir memutuskan untuk menanyakan ke suster tersebut.
"Pasien meminta pulang paksa. Maaf, Anda siapanya?" Aegir hanya tersenyum kemudian segera keluar.
Dia harus menemukan Alayya bagaimana pun caranya, dia takut jika gadis itu mengadu ke asbara full team.
"Sebenarnya dia tuh manusia jenis apa! Bisanya bikin repot orang, ke mana lagi?" tanyanya bermonolog sendiri, kini yang ia tahu hanya satu tempat yakni rumahnya. "Pasti ke sana, kalau ke sekolah juga nggak mungkin udah jam segini."
Aegir memakai helm sebelum berkendara, dia menggelengkan kepala bisa-bisa setelah kejadian kemarin Alayya masih berusaha untuk meloloskan diri.
Tanpa pikir panjang Aegir langsung tancap gas ke rumah, mana dia belum menepati janjinya kepada Ray.
Sesampainya di teras rumah, Aegir tersenyum miring ternyata dugaannya tidak meleset terlihat dari pintu rumah yang terbuka lebar menandakan ada orang di dalam. Bahkan, sandal berwarna hijau yang kemarin Tirta belikan untuk Alayya ada di sana.
"Lo mau ke mana? Mau ngehindar!" Tanpa banyak bicara Aegir mencekal pergelangan lengannya kuat-kuat hingga gadis yang tadinya melipat baju meringis kesakitan. "Abang, sakit!"
"Jawab dulu lo mau ke mana, bangsat!" Nadanya meninggi saat melihat pakaian dan beberapa buku yang tertata rapi di tasnya. "Bukan urusan, Bang Aegir!"
"Oh, sekarang lo berani sama gue?"
Alayya berusaha melepaskan tangannya dengan sekuat tenaga, tapi sayang masih belum terlepas. "Lepas, Bang!"
"Nggak! Sebelum lo dibawa Ray. Gue nggak akan pernah biarin lo hidup tenang." Aegir menyeretnya keluar kamar.
Di rumah sakit Alayya memaksa untuk pulang, niatnya setelah pulang ke rumah akan membereskan barang-barangnya. Dia akan menyusul Riska di kampung bahkan satu tiket kereta api sudah ia beli online tadi malam saat Aegir tertidur.
"Itu hal menjijikkan! Aya nggak mau!" tandasnya dengan keyakinan penuh. "Lo harus mau ngelayani dia!"
"Enggak! Bagi Aya lebih baik mati terhormat daripada melakukan itu," tuturnya masih memberontak dengan keras.
Brak!
Aegir mendorongnya hingga pelipis Alayya terbentur ujung meja, selepas itu dia mencengkeram dagunya. "Lo bisa nggak sih nurut sama gue, cih!"
"Sakit ...."
"Jangan pura-pura sok lemah!" Aegir memaksanya untuk berdiri lagi, kemudian menyeretnya keluar tak memedulikan luka di kaki yang lukanya semakin terbuka. "Kalau Ray nggak ke sini, gue sendiri yang akan nganter lo ke dia."

KAMU SEDANG MEMBACA
RECAKA [END]
Teen Fiction"Syarat hidup cuma satu, Ay." -Aegir Bhairavi. "Apa, Bang?" -Alayya Nalani. "Bernafas." -Aegir Bhairavi. Mereka kakak beradik yang tidak pernah tahu keberadaan orang tua dan dijadikan mesin penghasil uang pamannya. Melodi lautan dan ketenangan langi...