Happy reading_
•••
Sayang boleh, tapi jangan sampai meninggalkan akal hanya karena alasan sayang.
—Recaka•••
Seorang laki-laki berkulit putih yang tengah menyesap sebatang rokok langsung terkejut begitu melihat seseorang yang datang, bahkan dia langsung menginjak batang rokoknya."Ngapain lo kayak gitu? Santai aja kalau sama gue," kata seorang pemuda mengeluarkan sebungkus rokok dari sakunya beserta pemantiknya. "Lo juga?"
Aegir mengangguk dengan sedikit tawa melihat wajah Nuha yang masih syok, mungkin ini adalah kali pertama melihatnya membawa rokok.
"Aegir yang dulu nggak ngerokok?" Nuha hanya menggeleng, dia masih diam dengan isi kepala yang masih tak menyangka jika Aegir ... ah, sudahlah. "Ini beneran lo, 'kan?"
"Heem!" serunya kemudian mengeluarkan asap dari mulutnya. "Kenapa lo terkejut gitu, gue cowok gobl*k!"
"Nggak papa, tapi lo tahu sendiri gimana Kak Tirta. Dia nggak mau kita-kita ngerokok," jawab Nuha membuat Aegir semakin menghela napas. "Ini hidup kita, ngapain dia yang ngatur! Menyebalkan sekali!"
Nuha hanya mendengarkan tanpa mau menanggapi. "Lo sehat, anjir. Kok ...."
"Kalau gue sakit nggak akan sampai sini kali," kata Aegir melepas kemeja berwarna putihnya, kini dia hanya memakai kaos oblong berwarna hitam dengan celana abu-abu sekolah.
"Iya juga, tapi gue suka perubahan lo. Setidaknya nggak sendirian kalau ke sini," kata Nuha tersenyum dengan penuh arti, akhirnya ada teman yang diajak mengobrol. "Yoi, brodi!"
Mereka berada di salah satu warung langganan Nuha, sebenarnya bukan hanya Nuha. Namun, juga Jovan dan Valdrin, tapi untuk sekarang dia datang sendiri.
"Eh, iya kemarin gue lihat lo jalan sama teman sekelas siapa namanya ...." Ucapan Nuha menggantung, dia ingat bagaimana wajahnya. Namun, sayangnya dia melupakan nama perempuan itu. "Serena?"
"Nah, yak tol! Lo jadian sama dia?" godanya menaik turunkan alis. "Baru kemarin, dahlah lo diem aja. Apalagi pas pelajaran papa awas aja elo cepuin!"
Nuha tersenyum kikuk, kenapa Aegir berubah sangat drastis padahal dulu jangankan pacaran jalan sama cewek aja kayak nggak ada waktu. Jika ada waktu luang pasti akan dihabiskan bersama adiknya.
"Alayya gimana? Dia baik?" tanya Nuha langsung membuat mood Aegir berantakan. Kenapa mereka selalu menanyakan gadis menyebalkan itu, kenapa semua yang ada dalam hidupnya selalu berkaitan dengan Alayya. Bukankah mereka hanya sepupu, tapi kenapa pengaruhnya luar biasa.
"Kenapa nggak mati aja tuh anak," gerutunya pelan membuat Nuha bertanya. "Hah?"
"Nggak papa, dia baik-baik saja."
"Syukurlah kalau gitu, gue cabut dulu mau jemput ayang Yola, bro!" pamit Nuha mengambil motor yang ia parkir di belakang warung, lebih baik pergi dari sana daripada membuat dirinya pusing sendiri, rada mumet kalau dipikirkan.
*****
"Abang!" panggil Alayya sembari menyetarakan langkah dengan Aegir, cowok itu bukannya menggubris malah semakin mempercepat langkahnya menyusuri lorong sekolah. "Lo bisa nggak sih nggak usah manggil-manggil gue!"
"Tapi Pak Air nitip pesen buat Abang," katanya membuat Aegir memutar kedua bola mata, malas. "Apa?"
"Entar sepulang sekolah ambil berkas di rumah Pak Agus, katanya surat tanah," lanjut Alayya ikut menghentikan langkah saat Aegir berhenti. "Cuma itu aja? Okay lo bisa pergi sekarang."

KAMU SEDANG MEMBACA
RECAKA [END]
Novela Juvenil"Syarat hidup cuma satu, Ay." -Aegir Bhairavi. "Apa, Bang?" -Alayya Nalani. "Bernafas." -Aegir Bhairavi. Mereka kakak beradik yang tidak pernah tahu keberadaan orang tua dan dijadikan mesin penghasil uang pamannya. Melodi lautan dan ketenangan langi...