Happy reading_
•••
Saya ingatkan kembali jika apapun yang berlebihan tidaklah baik meski itu kebaikan.
—Recaka•••
"Abang, Aya mau bicara." Alayya mengikuti langkah Aegir yang kebetulan lahi naik tangga, entah mengapa selalu tidak dipedulikan. "Abang!""Abang, Abang, dan Abang! Gue risih tau dengernya!" seru Aegir sebenarnya ingin sekali memukul gadis ini, padahal baru saja pulang kenapa yang ia lihat pertama kali adalah Alayya. Ke mana penghuni rumah lainnya. Apa mereka membuat konspirasi agar dirinya bisa terjebak di rumah ini hanya berdua dengan Alayya.
Gadis itu menelan ludahnya dengan susah payah, ketika Aegir menutup pintu dengan keras bahkan tepat di depan wajahnya.
Alayya meringis sembari mengetuk pintu yang terbuat dari kayu tersebut pelan. "Bang, aku ingin membicarakan sesuatu. Ini tentang Serena!"
Di balik pintu Aegir melepas jaket dan menyalakan AC, siang ini cuacanya begitu panas ditambah emosi yang menguasai diri.
"Berhenti manggil gue Abang! Gue bukan Abang lo!" kesalnya dengan ngasal, tidak peduli apakah lawan bicaranya merasa sakit hati atau tidak. "Okay."
Dia mengalah, tidak baik bertengkar bukan? Apalagi karena alasan sepele seperti ini, lebih baik dia mengalah agar bisa mengobrol dengan abangnya.
Tidak ada niatan lain selain ingin memberitahu Aegir mengenai perbuatan Serena ketika di belakangnya, dia tidak ingin Aegir dipermainkan.
Saat knop pitu terputar, Alayya sedikit mundur pertanda Aegir akan segera keluar.
Wajahnya masih belum bisa rileks, ia masih kesal ditambah mood-nya memburuk sejak pulang tadi.
"Mau ngomong apa?" tanya Aegir sama sekali tidak menatap Alayya, dia menenteng tas kecil dan sebuah sendal.
"Aya cuma mau mengatakan sesuatu." Alayya kembali mengekori langkah Aegir ketika dia turun tangga.
Ting!
Satu notifikasi dari Serena setidaknya membuat hati Aegir merasa lebih baik, dia mengusap ponsel dan membalas pesan yang terkirim dari kekasihnya.
Serena😍
|Aku udah di cafe, Sayang
|Kamu kapan datang?
|Ini mau otw, bentar ya
Setelah memastikan Serena membaca pesannya, Aegir memasukkan ponsel ke tas kemudian menaiki motor masih belum menggubris perkataan Alayya."Abang!" Alayya refleks mengatakan hal itu saat Aegir menyalakan mesin kendaraan. "Gue bukan abang lo, bego! Gue mau cabut!"
"Tapi Aya belum mengatakan ...."
"Kalau lo mau ngomong, entar aja temui gue di cafe deket rumah sakit kota! Entar jam tiga! Sekarang gue mau main bareng temen!" serunya agak mengeraskan suara, khawatir dia tak dapat mendengarnya.
Alayya terdiam di tempat, tadi saja di bengkel dia buru-buru pulang agar bisa memberitahu Aegir secepatnya. Namun, kenapa sekarang sulit seperti ini.
Dia memutuskan untuk masuk rumah yang kosong tak berpenghuni, ya Johan masih belum pulang, pak Air ke rumah temannya, dan satu asisten rumah tangga yang masih belanja bulanan di luar.
*****
Setelah sampai di cafe yang tadi disebutkan Aegir, Alayya memarkirkan motor kemudian berjalan ke terasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RECAKA [END]
Novela Juvenil"Syarat hidup cuma satu, Ay." -Aegir Bhairavi. "Apa, Bang?" -Alayya Nalani. "Bernafas." -Aegir Bhairavi. Mereka kakak beradik yang tidak pernah tahu keberadaan orang tua dan dijadikan mesin penghasil uang pamannya. Melodi lautan dan ketenangan langi...