Happy reading_
•••
Tidak semua kata maaf bisa menjadi ganti kesalahan.
—Aegir Bhairavi•••
Aegir menatap Alayya intens, sedang gadis itu hanya menunduk ia hanya memikirkan bagaimana meredam kemarahan abangnya.
"Lo sadar apa yang lo lakuin itu salah?" Alayya mengangguk, tapi masih belum berani mengangkat kepala lebih-lebih menatap langsung kedua mata Aegir. "Apa?"
"Aya buat Abang marah?" jawabnya sedikit ragu ditambah wajah datar Aegir seakan membuatnya takut jika apa yang ia lakukan adalah kesalahan fatal.
"Ckckck, ternyata belum paham," sahut Aegir membuang muka sembari berdecih. "M—maaf."
"Nggak usah ngomong maaf dulu, lo tau akibat nggak ngasih kabar ke gue pas paman di rumah sakit padahal Bi Riska udah WA?" Pandangan Alayya langsung mendongak, begitu tersadar inti masalahnya. "Abang marah karena itu? Aya punya alasannya, Bang."
"Alasan apa?" tantang Aegir masih belum tersenyum, membuat gadis itu semakin ketar-ketir sendiri. "Paman sering nyiksa kita, terus kenapa kita harus nolongin mereka?"
Bugh!
Mendengar alasan yang cukup klise, Aegir membogem tembok di sebelah Alayya sampai-sampai gadis itu memejamkan mata terkejut sekaligus takut jika Aegir main tangan kepadanya.
"A—abang ...," rintihnya saat jarak di antara mereka semakin dekat, punggung Alayya sudah membentur tembok sedangkan Aegir terus mendekat.
"Gue nggak pernah ngajarin lo setiap perbuatan buruk dibalas dengan buruk pula! Kapan gue ngajarin itu!" serunya terdengar mencekam, untuk pertama kalinya Alayya melihat sisi kemarahan Aegir yang tak main-main.
"Lo tahu saat Bi Riska WA paman masuk RS kenapa lo nggak langsung ngomong ke gue, lo malah menyembunyikan kabar ini! Lo tau urusannya dengan nyawa Alayya Nalani." Sekali lagi jantung Alayya tak berirama seperti biasanya, mau menangis takut Aegir tambah marah mau memendam dia terlalu lemah di hadapan kemarahan Aegir.
"Aya ...."
"Kalau udah gini lo mau minta maaf dengan cara apa, Aya? Jika orangnya saja sudah berada di tanah!" kesal Aegir mengatur napas, dia tidak boleh lepas kendali. Tujuannya hanya untuk memberi adiknya pelajaran dan tak boleh lebih dari itu.
Alayya hanya terdiam sebelum Aegir merentangkan tangan kepadanya, seakan mempersilakan masuk dalam pelukannya.
Gadis berpita itu masih diam, pasalnya baru beberapa detik yang lalu Aegir memarahi habis-habisan masa sekarang minta pelukan. Alayya menjadi bingung.
Tak mau berlama-lama akhirnya Aegir yang memeluk adiknya, di pelukan laki-laki itu Alayya menutupi wajahnya. Dia tidak mau Aegir melihat bahwa tangisnya sudah membuncah.
"Gue cuma pengen lo tahu, kalau mau berbuat sesuatu itu dipikir dulu karena nggak setiap kata maaf bisa menjadi ganti kesalahan." Laki-laki dengan kalung berwarna hitam itu menurunkan oktaf suara sembari mengacak cemas rambut Alayya yang dikuncir satu, kemudian menurunkan tangannya. "Turunin tangannya."
"Nggak mau ... kata Abang cuma drama," ujarnya terpotong-potong karena isak tangis, Aegir menghela napas sembari menurunkan tangan Alayya dengan hati-hati. "Entar cantiknya nggak kelihatan."
Bujuk Aegir melihat wajah Alayya yang sudah memerah karena tangis, laki-laki itu mengusap bekas air mata adiknya. "Bubble, lo ngerti apa yang gue katakan, 'kan?"

KAMU SEDANG MEMBACA
RECAKA [END]
Teen Fiction"Syarat hidup cuma satu, Ay." -Aegir Bhairavi. "Apa, Bang?" -Alayya Nalani. "Bernafas." -Aegir Bhairavi. Mereka kakak beradik yang tidak pernah tahu keberadaan orang tua dan dijadikan mesin penghasil uang pamannya. Melodi lautan dan ketenangan langi...