Happy reading_
•
••
Untuk perjalanan panjang dan mungkin saja ada banyak rintangan, maka sebuah tubuh meski rapuh itu harus bertahan sampai Tuhan memintamu untuk pulang.
—Recaka•••
"Abang, cepetan ih udah ditungguin!" teriak Alayya yang saat ini sudah berada di teras, niat mereka berangkat jam tujuh agar tidak terlalu panas di jalan. Namun, sampai setengah delapan pun Aegir belum juga selesai bersiap padahal asbara full team sudah menunggunya. "Sabar, Aya. Mungkin Aegir masih siap-siap.""Tapi siap-siapnya lama banget! Ngalah-ngalahin cewek," celetuknya tak terima, ia mulai bosan menunggu. "Kita tinggal aja gimana? Kelamaan!"
"Mulut lo! Kita ngerencanain bareng-bareng, lo mau bablas aja sendiri!" kesal Jovan geleng-geleng kepala. "Lha kita nunggu dia doang setengah jam, bege! Lumutan gue!"
"Untung belum jamuran," sahut Valdrin tertawa renyah. "Diem lo, Tan."
"Bete amat muke lo! Datang bulan, nyet?" Nuha memukul lengan Valdrin. "Matamu! Gue udah ditelponin ayang Yola!"
"Anjir, lo bawa cewek?" Jovan terkejut bukan main, niatnya mereka menghabiskan waktu bersama tanpa ada orang lain. "Iyalah, ya kali gue naik motor sendiri padahal punya pacar!"
"Kurang ajar emang, udah dibayarin pakai nambah orang segala." Perkataan Valdrin blak-blakan. "Sayang lha, ada tempat estetik nggak dimanfaatkan dengan baik."
"Serah lo, Ha. Serah!" Keduanya angkat tangan melihat kelakuan Nuha el-Fatih.
Tak lama Aegir keluar sembari memakai helm kemudian menggunakan sarung tangan, "Gass!"
"Abang mah lama!"
"Lha, lo yang lama, 'kan gue antri setelah lo," elak Aegir membela diri, alasan lain dia tidak kunjung selesai, ya adiknya. "Au ah! Malah nyalahin balik!"
"Gue nggak nyalahin lo, Ay." Saat tahu kakak beradik ini berdebat, Tirta menengahinya. "Sudahlah, habis ini kita ke pantai. Jangan ribut, okay? Have fun!"
"Yeah."
Aegir memimpin di depan dengan membonceng Alayya, kemudian motor Valdrin, Jovan, dan Tirta paling belakang. Sedang Nuha masih menjemput Lyora. Rencananya mereka ketemu di sana.
*****
Sebagai upaya menyenangkan hati adiknya, setelah ganti baju Aegir mengendong belakang Alayya dan berlarian di pinggir pantai.
"Lagi Bang, lagi!" serunya dengan tangan yang ia kalungkan ke leher Aegir tentunya dengan riang. Sesekali Alayya memegang topi pantai yang ia pakai, takut jatuh. "Udah, Ay."
Aegir menurunkan Alayya dengan hati-hati kemudian merogoh benda pipih dari sakunya. "Pose bentar, Ay. Gue kirim ke papa."
"Okay, Abang."
Alayya berpose seraya memainkan air yang menghampirinya, berlatar belakang pantai yang indah. Bersamaan dengan jepretan Aegir dengan iseng Valdrin dan Jovan mencipratinya dengan air.
"Kakak!" seru Alayya menatap nyalang keduanya bersiap membalas. "Etdah, gue nggak mau basah, Ay!"
Mereka malah kejar-kejaran sampai menghampiri Tirta yang duduk tak jauh dari mereka. "Kak Tirta mereka iseng ih!"
"Kagak, lo aja yang gampang keganggu." Valdrin mencari pembelaan. "Boong ih!"
"Kak Tirta?" Alayya menarik-narik baju belakang Tirta. "Eh, iya."
KAMU SEDANG MEMBACA
RECAKA [END]
Подростковая литература"Syarat hidup cuma satu, Ay." -Aegir Bhairavi. "Apa, Bang?" -Alayya Nalani. "Bernafas." -Aegir Bhairavi. Mereka kakak beradik yang tidak pernah tahu keberadaan orang tua dan dijadikan mesin penghasil uang pamannya. Melodi lautan dan ketenangan langi...