014 - Skill Balap

295 36 8
                                        

Happy reading_

•••

Sok-sok an mau ngajak mati, buruan mau dikabulin ketar-ketir nggak tuh.
Recaka

•••


"Sejak kapan, Gir. Lo merasakannya?" Aegir terdiam sebentar mendengar pertanyaan Valdrin sedangkan Tirta mengobati lukanya.

"Perlu dibantai?" Suara Tirta membuyarkan lamunan Aegir, sepertinya tidak perlu apalagi hanya untuk masalah kecil. "Biarin, entar lama-lama juga capek kalau nggak ditanggapi."

"Jangan meremehkan yang kecil, kamu tahu kebakaran bisa terjadi karena pemantik api?" Aegir mengangguk. "Tapi, Kak. Jika kita terus menyingkirkan kerikil di jalan kita tidak akan pernah sampai tujuan."

Tirta mengembuskan napas, di antara mereka hanya Aegir yang mampu mematahkan ucapannya. "Terserah kamu saja yang jelas, kamu harus tahu di mana menggunakan hati dan di mana menggunakan logika."

Aegir hanya mengiyakan di sampingnya ada Alayya yang sibuk minum susu melon pemberian Nuha tadi, pandangannya teralih melihat thropy dan buket bunga dengan mawar yang paling mendominasi.

"Kak, nitip buket sama pialanya, ya besok langsung dibawa ke sekolah saja," pinta Aegir meminta Alayya memasukkan keduanya ke mobil Tirta. "Kamu pulang sama siapa?"

"Sama Bubble, khawatir dia mengeluarkan skill balapnya," sindir Aegir melirik Alayya yang menggaruk tengkuk yang tak gatal, merasa canggung. Pasti ini gara-gara Nuha yang hobi banget melaporkan ke abangnya padahal dia juga yang ngajarin mengemudi dengan kecepatan tinggi.

"Tapi kaki Abang masih sakit," katanya seraya berlari ke tong sampah, untuk membuang kotak susu melon yang sudah habis tersebut.

"Atau lo sama Nuha aja, Gir. Entar gue yang bonceng Aya?" saran Valdrin membuat Nuha menyenggol lengannya. "Hem deh, mentang-mentang lo yang bawa motor. Lo sama adiknya Aegir gitu?"

Jovan menjawab, "Setuju sih daripada sama lo, entar lo ngajak Aya ke balap motor lagi."

"Lo seudzon mulu perasaan, heran gue!" seru Nuha tidak terima.

"Ya gimana, ya manusia modelan kayak elo gini sih pantesnya emang diseudzonin," sahut Valdrin blak-blakan, tapi ada benarnya juga. "Anjir, dasar setan sultan emang! Lo mah ikutan mulu kalau urusan bully gue."

"Aya aja yang bonceng Abang," usul Alayya melerai perdebatan mereka, sedang Tirta sudah pamit pulang duluan bersama Jovan karena ada acara keluarga.

Akhirnya mereka pulang bersama dan berpisah di perempatan, berulang kali Aegir harus mengingatkan Alayya agar gadis itu tidak berkendara dengan kecepatan tinggi.

"Lo mau ngajak gue mati, Ay?" katanya sedikit keras agar suaranya sampai di telinga Alayya di tengah bisingnya suara mesin kendaraan lain, belum lagi klakson-klakson yang bersahutan kala motor yang ia tumpangi menyalip beberapa kendaraan.

Dibonceng adiknya serasa senam jantung, sudah berkendara dengan kecepatan tinggi hampir nabrak mobil pula lagi kalau lewat polisi tidur bukannya pelan-pelan malah bablas aja.

"Kalau sama Abang mah nggak papa, hehe entar kita mati bareng," jawabnya menurunkan kecepatan motor. "Maaf, Abang."

"Woi!" Menyadari ada dua motor yang mengepung, bukannya gentar Alayya malah menaikkan kecepatan motornya.

Mau main-main nih, batinnya seraya tersenyum miring.

Aegir juga sempat mendorong motor pria itu, tapi mereka bisa menyelamatkan diri. Mereka masih belum menyerah mengejar keduanya.

RECAKA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang