Happy reading_
•••
Setiap orang pasti pernah bertemu dengan titik nadir, di mana suatu kondisi yang sebenarnya tidak ingin ditemui.
—RECAKA•••
"Entar lo yang bawa motor, gue mau lari sampai angkringan," ujar Aegir menyuci piring bekas makannya, Alayya menaikkan alis bingung. "Lha, kenapa? Bukannya Abang baru aja pulang. Nggak capek, Bang?"Aegir menggeleng. "Buat latihan, Ay. Lusa gue ada event lari mewakili sekolah."
Hampir saja jantung Alayya keluar, bisa-bisanya tidak ada mengistirahatkan badan sama sekali.
"A—abang jangan maksain diri, kalau capek istirahat dulu," saran Alayya sembari mengambil beberapa peralatan yang akan mereka bawa ke angkringan, termasuk juga buku pelajaran untuk belajar di sana.
Laki-laki itu menggeleng. "Biar kita bisa nabung, Ay. Kata paman kalau gue menang event atau kejuaraan dua kali berturut-turut dalam waktu dekat, salah satu uang pembinaannya buat kita."
"Nanti Abang sakit," elak gadis itu prihatin dengan kondisi fisik Aegir, dipaksa kuat di kedua kaki yang belum ada istirahatnya. Aegir menggeleng. "Banyak-banyakin doa buat gue, ya biar gue bisa ngelewatin itu semua."
Meski awalnya tidak tega, Alayya tetap menuruti kemauan abangnya. Aegir berlari mulai start di rumah dan finish di angkringan.
Di saat dirinya istirahat, Alayya membersihkan angkringan kemudian menata dagangan mereka. "Jangan lupa belajar, Ay."
"Abang juga!" serunya mengingatkan Aegir, pasalnya akhir-akhir ini Aegir jarang terlihat membuka buku.
Saat angkringan sepi Alayya membuka buku pelajaran, kemudian saat melihat ramai dia membantu abangnya menyiapkan pesanan pembeli. Hari ini dia akan menemani Aegir sampai tutup, dia sedikit khawatir perihal kondisi abangnya.
*****
Gegara Nuha menyebarkan berita bahwa Aegir menang dalam kejuaraan kemarin seantero sekolah dibuat heboh, bahkan banyak yang memuji dan mengucapkan selamat untuknya.
Begitu halnya pak Arifin antara bangga dan khawatir, lusa Aegir mewakili sekolah. Pak Arifin takut Aegir tidak bisa menampilkan secara maksimal karena staminanya terkuras kemarin, ada sepintas ide untuk mengganti orang. Namun, melihat Aegir meyakinkan bahwa dia akan maksimal membuat pak Arifin percaya.
"Kamu hari ini jangan capek-capek, lusa maksimalkan penampilanmu! Ini kesempatan emas buat kamu, Gir. Apalagi melihat kamu yang masih kelas sepuluh bisa naik beasiswa kamu," kata pak Arifin seraya mengeluarkan kaos dan sepatu khusus lari kepada Aegir dari tasnya. "Beasiswa bisa naik, Pak?"
Pak Arifin mengangguk. "Kalau kamu berhasil menyabet piala, pasti ada feedback untuk kamu dari sekolah."
"Akan saya usahakan, Pak."
"Ini bukan pertama kali bapak lihat kamu ikut lomba, dulu bapak pernah lihat skill kamu di PORSENI tahunan," ceritanya.
Mendengar hal itu Aegir hanya menggaruk tengkuknya yang tak gatal antara malu dan salah tingkah, dia jadi bernostalgia bagaimana dulu dia kekeuh ditayangkan cctv saat ada pemain lain yang mencurangi dirinya.
"Waktu kamu masih SMP, 'kan?" Aegir mengangguk. "Kamu udah memiliki bakat tinggal terus diasah aja, bapak kagum sama kecepatan berlari kamu, tapi setahun belakang bapak tidak pernah mendengar namamu di PORSENI atau kejuaraan lainnya, bapak kira kamu sudah berhenti."

KAMU SEDANG MEMBACA
RECAKA [END]
Fiksi Remaja"Syarat hidup cuma satu, Ay." -Aegir Bhairavi. "Apa, Bang?" -Alayya Nalani. "Bernafas." -Aegir Bhairavi. Mereka kakak beradik yang tidak pernah tahu keberadaan orang tua dan dijadikan mesin penghasil uang pamannya. Melodi lautan dan ketenangan langi...