038 - Keluarga

319 33 10
                                        

Happy reading_

•••

Fisiknya dilemahkan, mentalnya dihajar habis-habisan, dan harapannya dihancurkan. Namun, saat kukatakan ga papa itu artinya aku pasti sanggup melewatinya.
—Tirta Amarta

•••


"Gue udah cari ke mana-mana bahkan sampai gudang, tapi nggak ada," lapor Nuha di hadapan Aegir, Valdrin, dan Alayya yang berkumpul di depan gedung utama sekolah mereka. "Sama, kira-kira di mana? Mana nggak ada yang tahu lagi."

Valdrin menyetujui karena tidak biasanya Tirta menghilang seperti ini, bahkan ia sempat menanyakan ke beberapa orang. Namun, mereka juga tidak melihat keberadaannya.

"Apa ke ruang OSIS, ya?" tebak Nuha memikirkan hal lain, tapi Alayya langsung menyangkal. "Tapi tadi anak OSIS juga nyari Kak Tirta."

"Bener, seumpama Kak Tirta di ruang OSIS mau sesibuk apapun dia pasti bakal jawab panggilan atau minimal bales chat gue," tambah Aegir membuat mereka semakin penasaran, mana dewan guru yang masih ada di sekolah juga tidak mengetahui.

Di sisi lain seorang laki-laki berkacamata masih senantiasa memejamkan kedua kelopak matanya, tak merasakan dinginnya air keran yang sudah mengguyur tubuhnya hampir setengah jam lamanya.

"Duh, ini kenapa sih pakai rusak segala! Orang kata pak Amir udah dibenerin!" Pak Asfi yang sedang menahan buang air kecil langsung balik ke ruang staff untuk mengambil kunci kamar mandi, setelahnya beliau merobek tulisan yang tadi ditempel Johan dan Aditya.

Saat masuk beliau tidak sadar jika lantainya sudah banjir karena keran yang terus menyala.

Sampai akhirnya pak Asfi dikejutkan dengan suara keran yang menyala tepat di samping bilik kamar mandinya.

"Perasaan dari tadi kenapa keran sebelah terus nyala," pikirnya tidak mengambil pusing, mungkin hanya sekadar pipa keran yang bocor. "Astaga!"

Kagetnya bukan main ketika melihat air di bawahnya yang sedikit tercampur warna darah, dengan segera pak Asfi membuka pintu kamar mandi yang masih mengeluarkan suara keran setelah berulang kali memanggil, tapi tidak ada sahutan.

Matanya langsung melotot begitu melihat seorang remaja laki-laki berwajah pucat sedang kedua kaki dan tangannya diikat, pak Asfi langsung membekap mulut kala melihat darah yang masih keluar dari hidung Tirta.

Beliau langsung mematikan keran dan mencoba membangunkan Tirta, tapi percuma cowok itu seakan tidur dengan pulas.

"Tirta! Tirta, Nak. Bangun!" serunya menepuk salah satu pipinya. Pak Asfi memutuskan untuk keluar mencari bantuan, dia tidak bisa mengeluarkan Tirta sendiri jika kondisinya semiris itu.

Beberapa orang langsung berbondong-bondong ke kamar mandi gedung baru, bahkan beberapa anak OSIS juga turut membantu mengeluarkan Tirta.

Melihat kerumunan akhirnya mereka ke sana, penasaran apa yang telah terjadi hingga membuat hampir seluruh siswa yang masih ada di sekolah gempar karenanya.

"Kak Tirta?" Mereka langsung menganga tak percaya ketika melihat pak Asfi dan beberapa orang membopong tubuh Tirta, kemudian melepas tali yang ada di kaki dan tangannya.

"Nak, bangun!" Beberapa orang mencoba membangunkan Tirta, tapi belum ada respon darinya. Berbeda dengan Nuha yang mencari denyut nadi yang ada di tangan.

"Denyut nadi Kak Tirta udah nggak ada," katanya panik, membuat Valdrin memukul lengannya. Dia sendiri langsung mencari denyut nadi Tirta. "Ada, Nyet. Lo mah diem aja daripada ngomong bikin anak orang over thinking!"

RECAKA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang