029 - Babak Awal

273 30 6
                                        

Happy Reading_

•••

Untuk menyakiti diri tidak perlu berkedok berjuang untuk kita, karena itu hanya akan sia-sia.
—Alayya Nalani

•••


Seperti biasa setelah menutup angkringan dan mengantar Alayya pulang Aegir langsung berangkat ke padepokan, sedang Alayya di rumah. Dia tidak bisa tidur sebelum abangnya pulang ia menghabiskan waktu untuk belajar, mau main ponsel pun tidak bisa karena ponselnya sedang dibawa Aegir.

Sudah beberapa hari Aegir latihan terus menerus dan pulangnya pasti jam dua atau setengah tiga dini hari, bangunnya sekitar jam lima, dan nanti setelah sekolah persiapan membuka angkringan.

"Tubuh Bang Aegir pasti capek," kata Alayya sembari melihat benda yang menggantung di dinding, menunjukkan pukul dua lebih lima belas menit.

Sebenarnya dia bisa saja tidur duluan, karena Aegir juga membawa kunci cadangan. Namun, entah mengapa perasaannya selalu tidak tenang sebelum melihat abangnya pulang.

Tak lama sebuah ketukan pintu terdengar Aegir selalu mengetuk pintu dulu khawatir Alayya menunggu di balik pintu seperti kemarin, jika tidak ada sahutan pintu maka langsung ia buka. Alayya langsung beranjak dan membukakan pintu. "Ini susu dan lolipopnya."

Bukannya sumringah melihat Aegir pulang membawa hadiah, pundaknya malah merosot seakan kecewa. Aegir langsung masuk, selain diluar sangat dingin dia juga harus istirahat, waktu tidurnya tidak banyak.

"Ujung bibir Abang kenapa robek?" Alayya mengekori langkah Aegir setelah mengunci pintu kembali, Aegir masih belum menjawab dia masuk kamar mandi untuk membersihkan diri dan berganti pakaian.

Wajar bukan jika adiknya khawatir, apalagi ini bukan pertama kalinya terjadi sudah sering Aegir pulang dengan keadaan terluka.

Alayya menunggunya di kamar, pasti nanti abangnya langsung ke sini. Dia meletakkan bingkisan susu kotak dan lolipop di kasur Aegir.

Benar dugaannya ia kembali, Aegir yang sedang mengeringkan rambut yang masih basah dengan handuk cukup terkejut kenapa kantung plastik ini di sini. "Kenapa, Ay? Lo udah bosen sama rasa melon, besok lo ngomong aja biar gue ganti varian rasanya."

"Bang, Aya mau ngomong." Alayya menatap serius Aegir yang menggantung handuk di belakang pintu kamar. "Ngomong apa?"

"Abang batalin aja lombanya, nggak usah ikut." Aegir menaikkan salah satu alis, mendadak bingung dengan ucapan Alayya. "Kenapa? Abang udah jelasin, ini kan demi kita. Lo tau, 'kan gue berjuang gini buat siapa? Ayolah, jangan kayak gini."

"Untuk menyakiti diri tidak perlu berkedok berjuang untuk kita, karena itu hanya akan sia-sia," balas Alayya masih berpegang teguh prinsipnya. "Jangan terlalu keras sama diri sendiri, Bang."

"Bubble, gue capek jangan ngajak debat gue malam ini. Kita selesain besok, okay?" tawar Aegir benar-benar ingin istirahat sekarang. "Abang paham nggak sih apa yang Aya maksud?"

Aegir mengangguk. "Iya."

"Abang selalu jawab iya, iya, dan iya, tapi pada kenyataanya nggak pernah dengerin saran Aya. Aya kayak gini karena sayang sama Bang Aegir! Aya khawatir ... aku cuma nggak mau Abang terluka," tukas Alayya panjang lebar, masih belum berhenti membicarakan masalah ini dengan Aegir. "Kita bisa cari jalan lain, jangan jalan yang justru melukai Abang."

Aegir mendengar sampai akhir, kemudian menarik kesimpulan jika adiknya mencemaskan kondisinya. Namun, di satu sisi ia menyayangkan jika harus melewatkan kesempatan emas ini.

RECAKA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang