009 - Butterfly Hug

348 39 2
                                    

Helly reading_

•••

Namanya perempuan tangguh, kalau jatuh bangun meski tidak ada yang membantu.
RECAKA

•••


"Kak Valdrin, aku belajar hal baru lagi," ujarnya membuat Valdrin mengukir senyum. "Apa?"

"Jika kamu mempunyai cemas yang berlebih, maka bisa melakukan metode butterfly hug." Alayya mengusap jejak air matanya, mencoba untuk senyum meski hati belum sepenuhnya baik-baik saja. "Gimana caranya?"

"Dekap tubuhmu lalu tarik napas hembuskan lakukan beberapa kali, terus bayangkan hal-hal yang kamu hadapi saat ini dan usap-usap. Katakan pada dirimu, 'kamu udah melakukan yang terbaik.' Katanya metode ini bisa digunakan untuk meningkatkan rasa kepercayaan diri juga," tutur Alayya seraya mempraktikkan di hadapan Valdrin. "Udah pinter, ya adiknya Aegir sekarang. Belajar dari mana?"

Laki-laki itu menepuk-nepuk kepala Alayya gemas, sudah besar ternyata seorang gadis yang dulu masih sulit ditinggal kakaknya ke angkringan untuk bekerja sekarang dia sudah mengerti banyak hal.

"Di hp pas Abang nggak di rumah sih," lirihnya pasrah, karena ponsel hanya satu mau tak mau mereka harus berbagi.

"Gue beliin ponsel mau?" Alayya menggeleng. "Nggak usah buang-buang duit buat Aya, Kak."

Salah satu ajaran Aegir, menerima kalau ada yang diberi dan tidak meminta kalau tidak diberi. Meski begitu Aegir pernah berpesan, jika kita bisa berusaha sendiri lantas kenapa selalu merepotkan orang lain.

Cukup lama keduanya terdiam Alayya membuka obrolan. "Kok Kak Valdrin bisa tau aku ke sini?"

Valdrin kemudian menepuk jidatnya sendiri, ada satu hal yang ia lupakan. "Abang lo di UKS noh, tadi gue mau bilangin ke elo."

Mendengar hal itu Alayya langsung berdiri, ingin ke UKS. "Ay, lo yakin mau ketemu sama Aegir dengan keadaan se-kacau ini?"

Alayya terdiam, dia menarik napas dalam-dalam kemudian mengembuskannya pelan. Sebelum ke UKS, dia membersihkan wajah ke kamar mandi sebentar.

Valdrin mengantar Alayya ke UKS, di sana Aegir duduk dengan kaki selonjoran, masih berbincang dengan pak Arifin. Setelah pak Arifin keluar barulah keduanya masuk.

"Abang kenapa?" Alayya melihat kaki Aegir sekilas, kemudian perhatiannya teralih kepada seorang laki-laki banyak tingkah yang baru saja masuk. Tanpa salam ataupun permisi.

"Ini nih Abang lo, sukanya memaksakan diri udah tau masih sakit tetap aja dibuat lari," cerita Nuha duduk di brankar UKS sebelah brankar yang ditempati Aegir.

"Abang ... udah Aya bilang jangan pedulikan Johan!" tegas Alayya merasa kesal, ucapannya tidak dipatuhi. "Gue nggak papa, Bubble."

"Tapi ...." Tak lama bel masuk berbunyi, sebagai pertanda waktu istirahat sudah habis.

"Udah lo ke kelas aja sono, entar ketinggalan materi." Sebelum pergi, Aegir mengacak gemas rambut Alayya, lebih tepatnya membuat yang awalnya tertata rapi menjadi berantakan. "Yang pinter belajarnya."

"Abang nggak papa Aya tinggal?" Aegir menggeleng sebagai jawaban. "Gue nggak papa, lagian udah minta izin juga ke pak Arifin buat nggak ikut pelajaran."

"Gue temenin mau, Gir?" Nuha menawarkan diri, sadar akan maksud terselubung temannya. Valdrin menampolnya. "Lo mah niat bolos, Nyet."

"Halah, ngomong aja iri bege!" Cowok berkulit putih, dengan tinggi 170 cm itu tersenyum miring. "Ya udah."

RECAKA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang