Happy Reading_
•
••
"Ay, lo nggak pengen lihat wajah Kak Tirta untuk yang terakhir?" tanya Aegir saat Alayya tidak berani dekat-dekat dengan jenazah Tirta.
Alayya menggeleng dia tidak tega melihatnya, tapi Aegir sedikit membujuknya agar bersedia. Khawatir nanti Alayya menyesal.
"Lihat Kakak kita pergi dengan damai, berhenti menangis sebentar saja. Berikan senyuman untuk yang terakhir kalinya buat kak Tirta." Aegir mengusap pelan air mata yang terus berjatuhan kemudian menuntun Alayya. "Kakak nggak sakit lagi?"
Kepalanya mendongak melihat Aegir yang tampak menahan air mata, dengan senyum kecil Aegir menggeleng. "Dia udah sembuh dan nggak akan sakit lagi, Ay."
Baru sebentar melihat wajah terakhir Tirta, Alayya mundur beberapa langkah dengan terisak. "Aya ...."
"Kak Tirta pergi?" Aegir mengangguk sembari memeluk erat tubuh rapuh itu.
Sedang di sisi lain Valdrin menemani Jovan menemui beberapa tamu yang mulai berdatangan untuk berbela sungkawa. Bahkan kedua orang tua Jovan hari ini datang, setelah beberapa tahun yang lalu meninggalkan rumah.
Aegir, Jovan, Nuha, dan Valdrin ikut menggotong keranda jenazah Tirta sebagai bentuk penghormatan terakhir mereka sedangkan Alayya berada di belakang bersama Lyora.
Banyak anak SMA Sky Light yang ke rumah Tirta bahkan sebagian ada yang menyaksikan hingga ke pemakaman.
"Kuat-kuat, Ay," kata Lyora sembari merangkul kedua bahu Alayya.
Awan kelabu ikut mengiringi proses pemakaman, tak lama rintik air dari langit mulai berjatuhan. Seusai doa beberapa petakziah mulai meninggalkan pemakaman, kini hanya tersisa asbara dan Lyora.
"Lo tau, Kak. Kepanjangan 'asbara' adalah asyiknya bersama kita. Gimana asbara bakal lanjut kalau salah satu di antara kita udah pergi. Nggak akan lengkap, Kak," ujar Aegir mengusap batu nisan atas nama Tirta Amarta. "Lo nggak hanya sosok kakak bagi kita, tapi juga orang tua. Terima kasih untuk semuanya dan maaf kita belum bisa jadi adik yang baik buat lo."
"Maaf, kita masih bandel, Kak," sahut Nuha dengan mata berkaca-kaca di sampingnya ada Valdrin. Mereka saling menguatkan satu sama lain.
Aegir melihat Jovan yang sejak tadi termenung, dia pun menghampirinya. Cowok itu menepuk pelan bahu Jovan. "Jo?"
"Ah, iya, Gir?"
"Nggak baik ngelamun di sini," saran Aegir langsung Jovan iyakan.
Setelahnya dia menghampiri adiknya, ya selama proses pemakaman tadi Aegir jauh dari Alayya. "Ay, nggak mau pamitan sama Kak Tirta?"
"Bubble ...," panggil Aegir mengangkat dagu Alayya yang menunduk, wajahnya memerah karena menangis sedang mata sendu itu basah karena air mata. Entah sudah berapa lama ia menangis yang jelas dadanya begitu sesak saat tahu orang yang ia sayangi tidak akan pernah ia temui lagi. "Abang!"
Dengan cepat ia memeluk abangnya, Aegir mengerti perasaan Alayya dia pun berkata, "Waktunya kita pulang, sekarang pamit dulu, ya."
Tangannya mengusap pelan kepala yang tertutupi sehelai kain. "Nanti kita ke sini lagi?"
Suara Alayya masih serak, dia mengusap air matanya kasar. "Pasti, Ay."
Tidak hanya Alayya, Aegir juga membujuk Jovan agar segera beranjak dari tempat ini selain sudah menjelang petang langit sepertinya tidak terlalu bersahabat. Awan gelap seakan memberi tanda akan turunnya hujan yang cukup deras.

KAMU SEDANG MEMBACA
RECAKA [END]
Teen Fiction"Syarat hidup cuma satu, Ay." -Aegir Bhairavi. "Apa, Bang?" -Alayya Nalani. "Bernafas." -Aegir Bhairavi. Mereka kakak beradik yang tidak pernah tahu keberadaan orang tua dan dijadikan mesin penghasil uang pamannya. Melodi lautan dan ketenangan langi...