028 - Permintaan

246 25 7
                                    

Happy reading_

•••

Dia adalah remaja yang sedari kecil mendapat pelatihan mental dari pamannya, tidak pernah mendapat kasih sayang dari orang tua, dan wajar saja jika pada akhirnya dijadikan ratu oleh abangnya.
Recaka

•••


Pak Airlangga memanggil Aegir untuk memintanya agar ikut dalam perlombaan persahabatan antara SMA Sky Light dan SMA Star Light, meski awalnya Aegir menolak. Namun, langsung ia iyakan begitu melihat jumlah nominal hadiahnya lumayan jika ia mendapatkan dia tidak hanya dapat memberikan kepada paman, tapi juga untuk simpanan.

Di tengah obrolannya, seorang remaja laki-laki masuk secara paksa amarahnya sudah siap meledak ditambah melihat Aegir di ruangan ini.

"Pa, kenapa nggak Johan saja yang lomba?" tanyanya meminta penjelasan pada pak Airlangga, karena tahun lalu Johan lha yang mewakili di bidang bela diri. "Johan, kamu bisa keluar sebentar?"

Aegir hanya diam, tidak ingin ikut campur dalam masalah bapak dan anak ini. "Kenapa harus dia?"

"Karena papa melihat ada potensi besar dalam diri Aegir, ini menyangkut kehormatan sekolah SMA Sky Light, Johan. Seharusnya kamu tahu itu," jawab pak Airlangga seraya memijit pelipisnya sendiri jika bukan karena ejekan kepala sekolah SMA Star Light yang terus mengatakan selalu kalah dalam lomba bela diri, mungkin ia tidak akan pernah sudi meminta bantuan Aegir. "Nanti kita bicara lagi."

Akhirnya Johan keluar dengan kemarahan yang masih ada dalam dirinya, sejak kecil pak Airlangga selalu menuruti apa maunya dan ini adalah kali pertama papanya menolak keinginannya.

"Okay, jadi kamu setuju menjadi delegasi sekolah kita?" ulang pak Airlangga menyambung obrolan yang sempat terputus karena kedatangan Johan, Aegir mengangguk pelan. "Baiklah."

Sebenarnya Aegir bisa saja sopan kepada siapa saja dan bisa nyolot kapan saja, tergantung situasi dan kondisi.

*****

Setelah dari perpus Alayya naik ke atas roof top dia mencari seseorang yang sejak tadi menghilang, entah ke mana dirinya.

"Kak Valdrin!" panggilnya langsung menemui laki-laki dengan tatapan kosong memandang langit bewarna biru.

Setelah mengantar Aegir, dia langsung naik. Di siku dan lengan terdapat bercak darah yang belum kering sepenuhnya.

Mendengar namanya dipanggil Valdrin kelabakan mencari jaket yang sejak pagi dia pakai, tapi urung karena Alayya telanjur melihat luka yang ada di sikunya.

"Abang, kenapa? Habis berantem lagi?" Alayya melihatnya miris, tapi Valdrin mengelak. "Nggak papa."

"Nggak papa apanya!" serunya berdecak kesal. "Ayo ke UKS atau kek Kak Tirta biar diobati!"

Alayya berniat menggeret Valdrin, tapi dia lebih dulu menolak. "Gue nggak mau terus-terusan ngerepotin Kak Tirta, udah lo diam, ya! Jangan kasih tahu siapa-siapa."

"Tapi ...."

"Seperti gue yang nggak beri tahu abang lo masalah persahabatan lo, lo juga sama, Ay. Jangan kasih tahu mereka," mohon Valdrin karena mau bagaimana pun juga baik Aegir, Tirta, Nuha, dan Jovan pasti punya masalah masing-masing. "Okay, tapi Kak Valdrin harus ngomong ke Aya Kakak kenapa?"

"Gue nggak papa, tadi pagi cuma pemanasan sama Johan." Mendengar nama musuh bebuyutannya disebut Alayya langsung mengerutkan dahi. "Emang dah tuh anak suka nyari ribut mulu, heran! Labrak aja, Kak."

RECAKA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang