Happy reading_
•
••
"Tadi Kak Tirta jatuh dari tangga, Ay." Nuha menjelaskan dengan pelan-pelan saat Alayya menanyakan kronologi kejadian, kenapa Tirta sampai dilarikan rumah sakit. "Tapi Kak Tirta nggak papa?"
Jovan menggeleng dia pun menyahut, "Sejak kemarin dia mempersiapkan hari ini. Lo tahu, hari ini ada try out SMP/MTs di sekolah kita, mungkin kakak kelelahan terus kehilangan keseimbangan pas bawa peralatan ke bawah."
"Tadi Kak Tirta bersih-bersih?" tanya Aegir membuat Jovan mengangguk. "Biasalah, kan setelah acara anak OSIS juga yang bersih-bersih."
Jauh di lubuk hati Jovan ada kekhawatiran tersendiri, tapi dia segera menepisnya. Jika dia tidak bisa berpikiran positif bagaimana akan mengajak teman-temannya untuk berpikiran positif.
Alayya menggeleng sembari bolak-balik di depan pintu ruang Tirta ditangani, Aegir yang melihat pun menghentikan Alayya dan memintanya untuk duduk di sampingnya.
"Kak Tirta pasti baik-baik saja, Bubble." Aegir mengembuskan napas gusar, bagaimana pun dia juga khawatir. Namun, di sisi lain dia harus menenangkan Alayya. "Bang, perasaan Aya nggak enak. Aya mau ketemu Kak Tirta."
Dalam keheningan mereka tiba-tiba suara Valdrin terdengar. "Tunggulah sebentar, Kak Tirta sedang ditangani."
Bukan hanya Alayya, tapi juga Aegir, Jovan, dan Nuha terkejut. Saat ingin mengajak Valdrin ngobrol dia memutuskan untuk pergi. "Gue ke kamar mandi dulu."
Tak lama seorang perawat membuka ruangan, kemudian mendorong brankar keluar. "Kak, Kak Tirta?"
"Kak Tirta baik-baik saja, 'kan?" Alayya langsung berdiri dan menghampiri seorang cowok yang tengah berbaring di brankar dengan dahi yang di plester. Namun, yang paling mengejutkan kenapa di tubuh Tirta di pasang banyak alat medis, apakah separah itu.
Bibirnya yang terlihat pucat berusaha menarik garis senyum, Tirta masih sadarkan diri. "Nggak ... aku baik-baik saja. Jangan khawatir."
Perkataan Tirta terbata-bata seakan ikut menahan rasa sakit yang ia derita. Tangannya terulur mengusap pelan pipi manis Alayya. "Jangan nangis, kakak nggak papa."
"Maaf, pasien akan kami pindahkan ke ruang inap." Seorang perawat meminta mereka agar memberi jalan. "Lepasin tangan Kak Tirta dulu, Ay."
"Tapi, Abang ...."
Aegir melepas genggaman Alayya seraya mengatakan jika Tirta akan baik-baik saja, kemudian memintanya agar memberikan jalan.
*****
Sejak tinggal bersama Aegir, Alayya kembali masuk sekolah dan setelah pulang dari sekolah dia langsung ke rumah sakit menemani Tirta, berbeda dengan Aegir, Jovan, dan Nuha yang masih ada kelas tambahan sedang Valdrin memilih pulang dahulu.
"Kakak!" seru Alayya masuk ruangan, dia meletakkan tasnya di sofa, kemudian duduk di samping Tirta yang asyik membaca buku.
Mengetahui gadis ini datang, Tirta menutup bukunya. Dia menyimpannya di laci dekat ranjang. "Gimana hari pertama sekolah lagi, seru?"
"Banget! Tapi nggak ada Kak Tirta," ujarnya dengan bahu merosot. Tirta tersenyum menanggapi. "Nggak papa, ada Aegir, 'kan?"
"Iya, tapi tetep aja ada yang kurang. Kan kalau nggak ada Kakak nggak bisa jadi asbara full team, team-nya aja kurang satu hehe," canda Alayya melihat potongan buah di meja Tirta yang masih utuh. "Kakak nggak makan buahnya? Atau mau Aya suapin?"
"Iya, entar aja. Kamu udah makan belum? Aku punya sesuatu," kata Tirta mengambil bingkisan di sebelah piring buah.
Gadis yang masih memakai seragam putih abu-abu dengan pita berwarna hijau itu pun sesekali tersenyum sumringah, apalagi melihat kondisi Tirta yang lebih baik dari kemarin.
KAMU SEDANG MEMBACA
RECAKA [END]
Jugendliteratur"Syarat hidup cuma satu, Ay." -Aegir Bhairavi. "Apa, Bang?" -Alayya Nalani. "Bernafas." -Aegir Bhairavi. Mereka kakak beradik yang tidak pernah tahu keberadaan orang tua dan dijadikan mesin penghasil uang pamannya. Melodi lautan dan ketenangan langi...