011 - Queen

325 31 2
                                    

Happy reading_

Baca, resapi, dan tulis ulang.
—Tirta Amarta.

•••


Aegir berangkat untuk kejuaraan bela diri, dia berangkat atas nama pribadi bukan atas nama sekolah. Sedangkan Alayya pergi ke sekolah sendiri, toh nanti di sana bertemu dengan banyak orang.

"Ada apa, Ay. Kamu pusing?" tanya Tirta sembari duduk di bangku sebelah Alayya, sejak tadi ia perhatikan gadis ini memegang kepalanya. "Kamu nggak ke kantin?"

Alayya menggeleng, selain tidak membawa uang dia juga harus mengejar target sekolah. Jika dia tidak peringkat satu maka dia tidak akan mendapat beasiswa, itu artinya bayar full dan nanti pasti berdampak pada abangnya yang harus bekerja sangat keras.

"Ini, Kak. Dari tadi aku baca mapel sejarah Indonesia, tapi nggak ada yang masuk," adunya mengembuskan napas berat, mana dia tidak begitu suka dengan membaca apalagi yang namanya sejarah.

"Kalau baca itu yang fokus, jangan cuma sekadar membaca!" Tirta terkekeh, kemudian tanpa meminta izin langsung menulis beberapa kata.

"Tips baca mapel sejarah?" Cowok berkacamata itu mengangguk dengan mantap, membuat Alayya menautkan alis. Dia membaca bawahnya. "Baca, resapi, tulis ulang. Maksudnya, Kak? Nulis sebanyak ini?"

Mulut Alayya sampai menganga sendiri, ya kali menulis ulang sejarah beberapa lembar penuh tersebut.

"Nggak gitu konsepnya, Ay. Pertama kamu harus baca keseluruhan nah sambil baca kamu harus meresapi, kalau bisa bayangkan apa yang kaubaca tergambar jelas di depanmu. Kemudian, tulis poin pentingnya saja, dengan begitu lebih mudah memahami atau menghafal sejarah."

"Hehe, makasih, Kak." Saat Alayya ingin mempraktikannya, seorang laki-laki datang menjemput Alayya. "Ke kantin yuk, Ay."

"Aya nggak laper, Kak," tolaknya dengan halus, meski jauh dalam lubuk hatinya tersirat keinginan untuk membeli makanan. "Beli jus aja ayo! Gue traktir dah."

Alayya masih kekeh tidak mau, tidak mau kehabisan akal Valdrin membelikannya sebungkus cimol dan jus melon. "Diminum, apa lo pengen susu rasa melon?"

"Astaga, Kak. Nggak usah, makasih lho." Valdrin hanya menganggukkan kepala. "Tapi jangan kayak gini lagi."

"Lha kenapa?"

"Abang nggak suka, Aya dibeli-beliin sama kalian. Katanya kalau bisa nanti kita beli sendiri, jangan jagain orang," tuturnya mencolok cup jus melon. "Ealah, masalah itu gampang."

Valdrin mengacak gemas pucuk rambut Alayya, sedangkan Tirta hanya menyimak obrolan mereka. "Lo adik gue juga, Ay."

Cukup lama ketiganya di perpus, mereka keluar saat bel berbunyi sejak datang ke sekolah hingga sekarang mereka tidak membiarkan Alayya sendiri.

Langkah mereka berhenti di salah satu koridor yang masih banyak anak berlalu lalang, tapi pandangan mereka tertuju pada sepasang sejoli yang tengah dimabuk asmara.

"Lyora tahu nggak perbedaan kamu sama awan?" tanya Nuha menunjuk awan, sedang tangan yang lain ia masukkan di saku celana. Gadis dengan bola mata bewarna hazel itu menggeleng. "Jika awan diciptakan untuk melengkapi bumi, maka kamu diciptakan untuk melengkapiku."

Dia tersenyum, menahan malu sedang kedua pipinya sudah bersemu merah sejak tadi. Nuha selalu melontarkan kata-kata yang membuat Lyora ingin terbang rasanya.

"Ganti aku ganti aku, kamu tau nggak perbedaan kamu sama lampu taman itu?" Nuha tersenyum sembari menggeleng, menunggu Lyora melanjutkan ucapannya.

Namun, tanpa diduga Valdrin menyahut, "Sama-sama nggak ada gunanya."

RECAKA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang