Happy reading_
•••
Deg!
Aegir tercengang, kenapa kalung Alayya bisa berada di tangan pak Air. Dia menelan ludah sembari mencari alasan yang logis.
"Papa tau kalung ini sangat berharga buat Aegir." Cowok itu memperlihatkan kalung yang ia pakai. "Saat memakainya aku merasa kehadiran mama, aku ingin Aya merasakan hal yang sama."
Pak Air mengerutkan dahi, seakan masih bingung dengan penjelasan Aegir. "Maksud kamu?" Tidak akan berhenti bertanya sampai Aegir menjelaskan secara detail.
"Bukankah istri Luwis masih hidup?" Aegir menggeleng, hampir merutuki dirinya sendiri jika tidak teringat hal ini. "Istri pertama paman, namanya bi Farisah. Dia yang merawatku dan Aya sejak kecil."
"Dia sudah meninggal?" Aegir mengangguk mantap, hendak mengambil kalung tersebut. Namun, sayang pak Air masih menggenggam erat kalungnya. "Lalu kenapa Alayya mengatakan jika ini kalungmu?"
"Mungkin dia takut Papa marah kalau tahu kalung ini digandakan," jawabnya dengan sesantai mungkin, agar pak Air tidak curiga jika semuanya hanyalah karangan semata.
"Baiklah, boleh papa bertanya sesuatu?" Cowok dengan kaos oblong berwarna putih tersebut hanya mengiyakan, dia setengah gugup khawatir pak Air menanyakan hal di luar dugaan.
Tatapannya penuh telisik dan Aegir bisa merasakannya, sedang ingin pergi pun tidak bisa karena kalung milik Alayya masih berada di tangan pak Air bisa-bisa kalung itu tidak pernah kembali.
"Kenapa sikap kamu ke Alayya berubah-ubah, kemarin kamu membencinya. Namun, hari ini kamu menyayanginya. Bisa jelaskan?" Aegir menghela napas, kemudian berkata, "Seperti halnya waktu yang tidak dapat diputar kembali, itu juga berlaku bagi masa lalu bukan? Dari Papa Aegir tahu jika mempunyai dendam di masa lalu itu tidak baik dan orang dikatakan berhasil ketika dia bisa menerima masa lalunya."
Aegir terdiam sebentar, masih berpikir apa kelanjutannya. "Aku tidak ingin memiliki dendam dan sebisa mungkin menerima Aya sebagai sepupu, toh sejak kecil aku hidup berdua dengannya. Tumbuh kembang bersama."
"Okay, jika dia sepupumu mengapa tidak kamu antarkan ke Riska? Bukannya Riska ibu tirinya ... ya, meski begitu pasti ada ikatan batin antara ibu dan anak, Ryu."
Untuk kedua kalinya hati Aegir serasa dipatahkan, bagaimana bisa dia mengantarkan Alayya ke Riska.
"Pa ...."
"Ada yang salah dengan ucapan papa? Papa hanya ingin dia mendapat kebahagiaan, Ryu. Apalagi katamu pernikahan Luwis dan Riska sudah lumayan lama pasti Riska sangat merindukan Alayya. Ah, iya tidak hanya Riska, tapi juga saudaranya." Pak Air memang sengaja memancing Aegir, semakin hari kecurigaan pada Alayya semakin bertambah. "Atau mau papa bantuin? Besok papa pesankan tiket kereta api, eh jangan tiket pesawat saja untuk Alayya agar bisa menemui ibu tirinya."
"Cukup, Pa. Aya bukan sepupuku! Dia adik kandungku, anak Papa. Darah daging Papa!" ceplos Aegir langsung membeku di tempat, di waktu bersamaan Alayya menghampiri mereka yang berada di balkon.
Kalung yang berada di genggamannya langsung merosot begitu saja, masih tidak menyangka mengenai satu fakta ini.
"Alayya? Alayya Nalani? Dia anak kandungku?" Pak Air senang bukan kepalang, berbeda dengan Aegir yang sudah membocorkan rahasia ini. "Kamu serius, Ryu? Jadi anak yang dikandung Anggita waktu itu masih ...."
"Iya, dia selamat dan saat ini tumbuh menjadi seorang gadis manis di sampingku," pungkas Aegir secara terang-terangan, mau ditampik bagaimana pun juga pak Air pasti tidak akan percaya ditambah dia akan terus mengejar hingga jawabannya sangat meyakinkan. Nah, daripada tahu dari orang lain lebih baik tau darinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
RECAKA [END]
Teen Fiction"Syarat hidup cuma satu, Ay." -Aegir Bhairavi. "Apa, Bang?" -Alayya Nalani. "Bernafas." -Aegir Bhairavi. Mereka kakak beradik yang tidak pernah tahu keberadaan orang tua dan dijadikan mesin penghasil uang pamannya. Melodi lautan dan ketenangan langi...