026 - Another Level

259 25 0
                                    

Happy reading_

•••


Sebelum mobil jeep itu pergi membawa Alayya seorang cowok dengan rahang yang tegas menghentikan motor pas di depan mobil, sedangkan yang lain membantu Nuha untuk berdiri dan mengobati lukanya.

"Minggir atau mau gue tabrak!" Valdrin tersenyum remeh kemudian turun dari motor dan mengempeskan bannya. "Jangan macam-macam!"

Bukannya berhenti, Valdrin mendobrak pintunya tidak sabar. Mereke keluar, niat mereka ingin memberikan nasib yang sama seperti Nuha, ternyata Valdrin tidak sendiri dia ditemani Jovan dan Tirta.

Baku hantam untuk yang kedua kalinya tidak bisa dihindari, saat ada celah Valdrin mengeluarkan Alayya dari mobil dan melepas lakban di mulutnya.

Dia membangunkannya, tangan Valdrin mengandeng tangan Alayya. Dia akan membawa gadis itu ke mobil Tirta, tapi sepertinya mereka belum menyerah.

"Jangan main belakang!" tangkis Valdrin mencengkeram kuat tangan salah satu dari mereka, dia mengarahkan Alayya agar berada di belakang tubuhnya. "Bentar, Ay."

Tidak banyak yang dilakukan Alayya selain hanya menurut apa yang Valdrin katakan, selain itu kepalanya masih sedikit pening. Dia hanya mengingat Nuha yang menolongnya, tanpa tahu sekarang Nuha terkapar di mobil Tirta.

"Ingat jangan main-main sama Alayya atau kita, lo akan tahu akibatnya akan lebih buruk dari ini! Bilangin ke bos lo!" Valdrin tahu mereka hanya orang suruhan, karena dari mereka berlima dia tidak mengenali wajahnya satu pun. Valdrin tidak penasaran dengan siapa yang merencanakan ini, begitu Alayya dan Nuha selamat itu sudah lebih dari cukup.

Mereka mengantar Alayya pulang sekalian beristirahat di rumahnya, terutama Nuha yang mengeluarkan banyak tenaga kalau pulang bisa habis diceramahi tujuh hari tujuh malam.

"Abang!" seru Alayya langsung masuk, sebelum mereka membahas masalah ini dia harus lebih dulu memberikan penjelasan ke Aegir. Namun, sepertinya hanya wacana Nuha lebih dulu masuk dan berbaring di depan televisi ruang tengah.

"Muka dan tangan lo kenapa bonyok gitu?" tanya Aegir membuat Nuha menggeleng. "Gue abis jadi pahlawan lo tahu."

"Pahlawan kesiangan yang ada, hahaha," sahut Valdrin diakhiri tawa di akhir ucapannya. "Enteng banget tuh mulut, kalau gue nggak cepetan nyamperin Aya dan ngabarin ke kalian kita nggak tahu nasib dia kayak gimana."

Tirta hanya menggeleng, mendengar ucapan Nuha yang masih belum ikhlas dicap pahlawan kesiangan. Sedangkan Jovan menambahi, "Hilih, pahlawan k.o. gitu!!"

"Heh! Emang bener dah daripada berdebat sama kalian mending gue tidur," katanya mengambil bantal di kamar, mandiri sekali memang tamu sejenis Nuha El-Fatih. Ingin tidur mengambil bantal sendiri, ingin minum ambil air di dapur sendiri, dia sudah menganggap ini rumah sendiri.

Aegir fokus pada kalimat awal Nuha. "Maksud lo apa?"

"Entahlah, kagak tahu gue noh tanya Aya langsung. Orang gue pas ke sana dia udah mau pingsan," sahut Nuha sembari mencomot roti kering di toples. "Ay?"

"Maaf, Abang."

"Ada apa?" Bukan maaf yang Aegir harapkan, tapi penjelasan. "Kalau Aya beri tahu Abang sama kalian jangan marah, ya."

"Duh, perasaan gue jadi nggak enak nih. Belom-belom aja udah ngomong gini," kata Nuha akhirnya bisa tertawa kecil setelah beberapa menit menahan sakit sampai tidak selera untuk tertawa. "Dengerin dulu, Nyet!"

Jika tidak sadar Nuha sedang terluka sudah dipastikan Valdrin akan memukulnya, untung dia masih diberikan kesadaran.

"Tadi jam istirahat Johan nyamperin Aya ...." Belum selesai olehnya berkata, Nuha menyahut. "Nah, kan udah gue duga! Dia mau jebak lo, Ay! Lo bego banget mau-maunya—"

RECAKA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang