#42 : Keep Moving Forward

211 39 17
                                    

Tepat pukul 8 pagi, Souma dan Haku datang menjemputku untuk “jalan jalan” hari ini. 

Aku membungkukan badan, berterima kasih pada Dokter Kogane lalu pergi meninggalkan rumah rehabilitasi itu. Makam keluargaku sebenarnya agak jauh dari sini, tapi Haku tidak ingin menggunakan elang bayangnya agar sampai lebih cepat. Dia lebih memilih memakai cara manual untuk sampai kemana. Dan anehnya Souma setuju. 

“Omong omong, Ryuna kenapa kau pakai lengan panjang di cuaca cerah begini ?” Tanya Souma setelah kami duduk di kereta.

Tanganku refleks memegangi bahu kananku, “ahh tidak apa apa. Sekali sekali.”

Untungnya dia tidak membahas lebih lanjut soal ini dan memilih sibuk dengan ponselnya. Aku lupa dimana ponselku, tapi sepertinya sudah hancur karena aku membawanya di kantong bajuku saat bertarung dengan Mara di kamp waktu itu. 

Dua jam kemudian kereta berhenti di Stasiun Shinjuku, stasiun tujuan kami. 

“Kau lapar, Ryuna ?” Tanya Haku, “mau aku belikan sesuatu ?”

Aku menggeleng lalu berjalan duluan keluar stasiun. 

“Ahh kenapa dia jadi pendiam gitu ?” Souma mengeluh.

“Kita sedang mau ziarah tahu ! Memang kau tidak merasa apa apa hah ?” Cibir Haku lalu berjalan menyusulku, “dasar kau tidak punya jiwa melankolis.”

“Apa kau bilang hah ?!”

***

Singkat saja kami sampai di taman makam keluarga. Kali ini nisannya bertambah satu dengan nama Aiha tertulis di atasnya. Kami berdoa dan melakukan ritual biasa lalu duduk sebentar di tanah. Entah kenapa suasananya lagi lagi terasa canggung.

"Sudah 2 tahun berlalu ya,” Haku berkata lirih dengan wajahnya menengadah ke langit, “terkadang aku belum rela.”

“Aku juga. Rasanya tahun tahun terakhir sebelum itu terasa seperti mimpi,” tambah Souma.

Aku menghela nafas dan dengan percaya diri berkata, “aku sudah.”

Keduanya seketika menoleh padaku dengan tatapan penuh tanya. Mereka selama ini mengira aku yang paling tidak rela. Tapi sekarang dengan pede-nya berkata demikian tentu saja mereka jadi berpikiran macam macam. 

“Benarkah ?” Souma tanpa sengaja bertanya. 

Aku mengangguk pelan, “ya tidak ada gunanya menyesali yang sudah berlalu. Lagipula, orang bilang level tertinggi dari mencintai itu merelakan kan ?”

Haku mengerutkan dahinya, “itu beda kasus kali.”

“Terdengar sama buatku,” celetuk Souma. 

Aku tertawa, diikuti Haku dan Souma. 

“Ah iya,” aku teringat sesuatu lalu merogoh isi tasku dan mengeluarkan dua benda. Aku lalu meletakan kedua benda itu di depan makam Kai dan Aiha. 

Souma terkekeh melihat tindakanku, “tak kusangka kau membuat lagi kincir kincir itu.”

Aku tersenyum bangga, “yah akhirnya aku tahu cara buatnya.”

“Baiklah. Ayo sekarang kita makan lalu cepat kembali,” Haku bangkit dari posisi duduknya. 

“Buat apa buru buru ?”

Haku menyunggingkan senyum lebarnya, “ada deh. Nanti aku beritahu.”

Haku lalu mentraktir kami makan siang. Lagi lagi aku yang disuruh memilih tempat makan. Yaa menghargai Haku yang akan mentraktir jadi aku memilih makan ramen biasa saja. 

RELEASED || BNHA X OCWhere stories live. Discover now